Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sejarah Masjid Pathok Negoro Dongkelan, Tempat Ibadah sekaligus Benteng Pertahanan

Pendirian masjid ini merupakan penghormatan terhadap Kyai Sayihabuddin atau Syeh Abuddin atas jasa-jasanya terhadap Sultan Hamengkubuwono I ketika

|
TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari
Masjid Nurul Huda Dongkelan atau Masjid Pathok Negara Dongkelan di Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Bantul 

TRIBUNJOGJA.COM - Tribunners, adakah yang tahu tentang Masjid Pathok Negoro Dongkelan?


Masjid ini juga merupakan implementasi Sumbu Filosofi Yogyakarta yang memperlihatkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.

Masjid Pathok Negoro Dongkelan atau yang dikenal dengan nama Masjid Nurul Huda Dongkelan yang terletak di desa Kauman, Dongkelan, Tirtomartani, Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta ini digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus juga benteng pertahanan.

Masjid Pathok Negoro Dongkelan didirikan pada tahun 1775, bersamaan dengan dibangunnya serambi Masjid Gedhe Kauman.

Pendirian masjid ini merupakan penghormatan terhadap Kyai Sayihabuddin atau Syeh Abuddin atas jasa-jasanya terhadap Sultan Hamengkubuwono I ketika berkonflik dengan Raden Mas Said atau Sri MangkuNegoro yang berjuluk Pangeran Sambernyawa.

Bisa dibilang Masjid Pathok Negoro yang merupakan kagungan ndalem (milik raja) ini menjadi saksi bisu perjuangan melawan Belanda.


Di masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini ludes dibakar oleh Belanda karena dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro.

Seperti yang telah diberitakan Tribunjogja.com, Marbot Masjid Pathok Negoro Dongkelan, Bustomi menceritakan bahwa masjid ini didirikan pada tahun 1775 dengan Kyai Syihabudin sebagai penghulunya.

Baca juga: Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning, 80 Persen Bangunan Asli Sejak Tiga Abad Lalu


Selain sebagai tempat untuk syiar agama Islam, pada zaman itu masjid Masjid Pathok Negoro Dongkelan juga sempat dipakai oleh Pangeran Diponegoro untuk menyusun strategi melawan penjajahan Belanda.  

Suasana ramadan di masjid Pathok Negara Dongkelan.
Suasana ramadan di masjid Pathok Negara Dongkelan. (IST)

"Setahu saya saat zaman Pangeran Diponegoro, Masjid Pathok Negoro digunakan untuk dakwah dan strategi perjuangan kemerdekaan RI yang diprakarsai Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dulu dicari-cari Belanda mau dibunuh hingga akhirnya bersembunyi di Gua Selarong," ujarnya.

Masjid Pathok Negoro Dongkelan merupakan salah satu saksi bisu peran masjid pathok Negoro sebagai sistem pertahanan di mana masjid ini sempat ludes dibakar Belanda tahun 1825.

Saat itu, masjid tersebut dianggap sebagai tempat berkumpulnya pengikut Pangeran Diponegoro.  

"Pernah dibakar Belanda hingga hanya menyisakan umpak (batu penyangga tiang masjid). Jadi sampai saat ini umpaknya masih asli dari batu, yang bagian dalam Masjid tapi bukan yang bagian serambi," ungkap pria yang juga sebagai abdi dalem Keraton, dengan nama Mas Muh Bekel Bustomi.

Baca juga: Sejarah Keraton Yogyakarta, Histori Sejak Perjanjian Giyanti 1755 sampai Kemerdekaan RI 1945

Bangunan awal masjid ini beratapkan ijuk. Ciri utama sebagai Masjid Pathok Negoro terletak di mustaka tanah liatnya. 

Mustaka tersebut kini tidak lagi berada di atap masjid, namun disimpan dalam kotak kaca. Mustaka ini pula yang tersisa dari bangunan ini ketika ludes dibakar Belanda.

Sekitar tahun 1901, masjid ini pun direhab menyamakan bentuk dan gaya arsitekturnya seragam dengan masjid-masjid Pathok lainnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved