Sumbu Filosofi Yogyakarta

Apa yang Dimaksud dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta? Ternyata Asal Usulnya dari Sejarah Abad 18

Sumbu Filosofi Yogyakarta ini adalah simbol dari keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam. Apabila dikaitkan dengan alam

visitingjogja
Peta Sumbu Filosofi Keraton Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM - Tribunners, tahukah Anda jika Sumbu Filosofi Yogyakarta diusulkan sebagai Warisan Dunia yang diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)?

Apa itu Sumbu Filosofi Yogyakarta?

Lempengan tembaga miniatur sumbu filosofis yang ditempatkan di kawasan Tugu hilang digondol maling, Rabu (25/3/2020).
Lempengan tembaga miniatur sumbu filosofis yang ditempatkan di kawasan Tugu hilang digondol maling, Rabu (25/3/2020). (TRIBUNJOGJA.COM / Yosef Leon Pinsker)

Ternyata, itu adalah sumbu imajiner yang berupa garis lurus, ditarik dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih.

Sumbu Filosofi Yogyakarta ini adalah simbol dari keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.

Apabila dikaitkan dengan alam, hal ini termasuk hubungan manusia dengan lima elemen pembentuk alam sekitar yaitu api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), dan angkasa (ether).

Siapa Pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta?

Ternyata, pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta ini adalah Sultan Hamengku Buwono I.

Sultan saat itu membangun Kota Yogyakarta pada tahun 1755.

Seperti diketahui pada 13 Februari 1755 telah terjadi peristiwa Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.

Sultan Hamengku Buwono I kemudian membangun keraton baru dengan Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.

Konsep filosofi Islam Jawa yaitu Memayu Hayuning Bawana dan Manunggaling Kawula lan Gusti diejawantahkan dalam tata ruang kota yang dibangun tersebut.

Baca juga: Pemda DIY Tunggu Penetapan Sumbu Filosofi Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Lantas, kenapa Sumbu Filosofi Yogyakarta ini disebut sebagai Sumbu Imajiner?

Garis Imajiner
Garis Imajiner (Tribunjogja.com |)

Percaya atau tidak, sebenarnya Laut Selatan, Keraton Yogyakarta dan Gunung Merapi tidak persis berada dalam satu garis lurus.

Maka, itu yang menjadi alasan kenapa disebut Sumbu Imajiner, lantaran porosnya tidak dalam satu garis lurus.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, sumbu nyata yang membentang dari utara hingga selatan yang berada dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih (Tugu Golong-gilig).

Ketiganya menggambarkan perjalanan siklus hidup berdasarkan konsepsi dalam falsafah Jawa Sangkan Paraning Dumadi yang umumnya dipahami sebagai asal dan tujuan hidup manusia.

Apa makna letak bangunan pada Sumbu Filosofi Yogyakarta?

Sumbu Filosofi Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta (visitingjogja)

Tiga titik Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih ternyata memiliki makna tersendiri.

Hal tersebut sangat berkaitan dengan letak bangunan yang masing-masing memiliki makna tersendiri.

Berikut pemaknaannya:

1. Panggung Krapyak

Caption: Bangunan Panggung Krapyak di Bantul DIY.
Caption: Bangunan Panggung Krapyak di Bantul DIY. (dok BPCB DI Yogyakarta)

Dilansir dari laman kratonjogja.id, bagian perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton mewakili konsepsi sangkan (asal), yaitu tentang awal kelahiran dari rahim hingga beranjak dewasa.

Filosofi dari Panggung Krapyak ke utara menggambarkan perjalanan manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu, beranjak dewasa, menikah sampai melahirkan anak atau sangkaning dumadi.

2. Alun-alun Selatan

Suasana Alun-alun Selatan yang mulai dipadati masyarakat saat pagi hari, Selasa (1/6/2021)
Suasana Alun-alun Selatan yang mulai dipadati masyarakat saat pagi hari, Selasa (1/6/2021) (TRIBUNJOGJA/ Miftahul Huda)

Alun-alun Selatan menggambarkan manusia yang telah dewasa dan sudah wani atau berani meminang gadis karena sudah akhil baligh.

3. Tugu Pal Putih

Tugu Jogja
Tugu Jogja (visitingjogja.jogjaprov.go.id)

Sebaliknya dari Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig ke arah selatan merupakan perjalanan manusia menghadap Sang Kholiq atau paraning dumadi.

Golong Gilig melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati melalui Margatama, jalan menuju keutamaan, ke arah selatan melalui Malioboro, memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali, terus ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan mengusir nafsu yang negatif.

Itulah makna Sumbu Filosofi Yogyakarta yang bisa kita dalami, Tribunners.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved