Kisah Inspiratif

Kisah Eks Napiter Sekretaris Neo Jamaah Islamiyah, Akhiri Masa Pelarian Demi Sang Ibunda 

Hadi merupakan eks petinggi Neo Jamaah Islamiyah (JI) yang dipaksa menyerah dan mengakhiri masa pelarian nan panjangnya.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Azka Ramadhan
Hadi Masykur, saat dijumpai di sela pemutaran terbatas film 'Kembali ke Titik', di kawasan Sagan, Kota Yogya, Jumat (7/4/2023) sore. 

TRIBUNJOGJA.COM - Masalah terorisme seakan menjadi momok bagi pemerintah Republik Indonesia, seiring maraknya tumbuh kembang organisasi-organisasi terlarang.

Mulai dari Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), hingga Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang berulangkali melangsungkan aksi terornya di berbagai penjuru tanah air.

Beragam pendekatan, baik dengan cara preventif, persuasif, maupun, represif terus dilakukan, namun kecolongan tetap saja tidak terhindarkan.

Sebuah rumah produksi Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) pun mencoba ambil bagian dalam upaya reduksi, lewat film dokumenter berjudul 'Kembali ke Titik', yang selaras rencana bakal ditayangkan perdana secara luas di Masjid UGM , Yogyakarta , Sabtu (8/4/2023) malam.

Tribun Jogja pun berkesempatan untuk menemui langsung 'pemeran utama' dalam film dokumenter itu, yakni Hadi Masykur, dalam penayangan terbatas di kawasan Sagan, Kota Yogya, Jumat (7/4/23) sore.

Sebagai informasi, Hadi merupakan eks petinggi Neo Jamaah Islamiyah (JI) yang dipaksa menyerah dan mengakhiri masa pelarian nan panjangnya.

Dikisahkan, saat itu ia menjabat sebagai Sekretaris Pemimpin Neo JI, Para Wijayanto, yang ditangkap oleh Densus 88 Antiteror di Bekasi, Jawa Barat pada 29 Juni 2019 setelah buron sejak 2003. Penangkapan sang imam organisasi pun membuat Hadi harus meninggalkan rumah beserta keluarganya, karena dirinya memegang seluruh data terkait Neo JI.

 


"SOP-nya seperti itu, kalau Pak Para tertangkap, ya, saya harus keluar dari rumah. Selama masa pelarian semua data saya serahkan kepada sekretaris dua, supaya diamankan waktu itu," katanya.

 


Selama tujuh bulan Hadi meninggalkan kediamannya di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, meninggalkan ibunda tercinta, beserta istri dan anak-anaknya. Ya, meski beberapa kali sempat berjumpa keluarga di luar rumah, tanda tanya mulai menggelayuti hati nurani, terutama saat sang ibunda jatuh sakit dan harus menjalani perawatan di satu klinik.

 


"Saya sempat ke Bekasi, Salatiga, Purwodadi, Batang dan Demak, masing-masing antara satu atau dua bulan saya bertahan di sana. Tapi, runtuhnya ketika ibu saya sakit. Saya mulai terfikir, bagaimanapun ridha Allah itu ridha orang tua," urainya.

 


"Akhirnya tidak lama setelah itu, saya pulang dan saya tertangkap, di rumah, di Ungaran. Ibu saya sama sekali tidak tahu, soal keterlibatan di Neo JI," imbuh Hadi.

 


Benar saja, dalam film dokumenter yang diproduseri oleh Noor Huda Ismail tersebut, digambarkan betapa kagetnya sang ibunda, Ngatiyah, ketika anaknya dicokok Densus 88. Hadi pun mengatakan, bahwa penangkapan itu merupakan harga yang harus ia bayarkan, ketimbang terus menerus menjalani masa pelarian meninggalkan keluarga tercinta.

 


"Rata-rata seperti itu juga (tersadar karena faktor keluarga). Selama di penjara, harapan saya cuma bisa kembali melihat senyuman ibu dan membahagiakan istri dan anak-anak, itu saja," cetusnya.

 


Hadi mengungkapkan sebelumnya ia adalah seorang yang selalu merasa berada di jalan yang benar dan dari situ pula ia mendapatkan pembenaran dalam membela apa yang menjadi keyakinannya. Selama 20 menit penayangan 'Kembali ke Titik', dikisahkan proses Hadi sehingga bisa kembali tergerak untuk pulang ke rumah dan membersamai  keluarganya. 

 


Diceritakan pula, bagaimana perjuangan sang ibu Ngatiyah, serta istri Hadi, Siti Djawariyah atau Titik, dalam bertahan hidup tanpa adanya sosok kepala keluarga sebagai pencari nafkah utama.

 


"Bahkan saking merasa benarnya itu, saya sampai menomorduakan keluarga, terutama ibu kandung saya sendiri, mertua, dan tentu istri dan anak-anak saya," ucap Hadi, yang 20 tahun aktif di Neo JI.

 


Sementara, Produser 'Kembali ke Titik', Noor Huda Ismail, mengungkapkan, dirinya tergerak mengangkat sosok Hadi Masykur setelah mewawancari mantan Pemimpin Neo JI Para Wijaya di dalam penjara. Kala itu, dirinya mengaku terkejut ketika dibeberkan fakta masih ada ribuan kader Neo JI yang aktif dan terus bergerak di berbagai daerah di Indonesia.

 


"Saya kaget, ternyata anggota aktifnya masih sekitar 7 ribu. Saya berfikir, tidak mungkin sebanyak itu harus ditangkap semua, harus ada cara lain. Karena boros anggaran juga, buat negara," jelasnya.

 


Alhasil, Huda pun memilih cara lain lewat jalur film, yang di dalamnya menonjolkan peran dan penderitaan keluarga yang ditinggalkan lantaran harus menjalani pelarian atau tertangkap dengan label teroris. Faktor kedekatan dengan keluarga, terutama ibu, istri dan anak, diyakininya menjadi jalan pertaubatan yang tepat untuk para anggota jaringan organisasi teroris.

 


"Maka, peran keluarga harus didorong. Harapannya, film ini bisa digetok tular, supaya orang-orang yang terlibat di organisasi itu tidak harus ditangkap semua. Mereka semua punya ibu, punya istri, mereka pasti luluh sama orang-orang terdekatnya," ujarnya.

 


"Apalagi banyak juga yang sebenarnya sudah sadar, tapi bingung cara melepaskan dirinya. Nah, sekarang sudah ada contoh dari Mas Hadi, ini bisa ditiru. Toh, keinginan berbakti pada ibu dan keluarga itu, kan, tidak bisa disalahkan," urai Huda. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved