Pakar UGM Sebut Wacana Bansos Seumur Hidup untuk Lansia di DI Yogyakarta adalah Ide Bagus

DPRD DIY bersama Pemda DIY merancang program penanggulangan fenomena kemiskinan ekstrem di wilayah DI Yogyakarta.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - DPRD DIY bersama Pemda DIY merancang program penanggulangan fenomena kemiskinan ekstrem di wilayah DI Yogyakarta.

Salah satu hal yang dibahas adalah rencana untuk memberikan bantuan sosial seumur hidup karena masyarakat miskin ekstrem mayoritas merupakan lansia yang tidak lagi bisa berproduktivitas.

Dana bantuan sosial yang diambil dari alokasi Dana Keistimewaan DIY ini akan diberikan khusus pada lansia yang sudah tidak mampu bekerja dan warga miskin yang dinilai masih mampu bekerja, namun tidak memiliki modal usaha atau keterampilan kerja.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hempri Suyatna menilai kebijakan tersebut dianggap mampu untuk mengurangi ketimpangan ekonomi penduduk miskin DIY.

Baca juga: Funky Kebaya Parade Menandai Transformasi Pakuwon Mall Jogja

“Saya kira kebijakan yang sangat baik dari pemerintah provinsi DIY dengan adanya pemberian bansos ini," kata Hempri kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).

Namun demikian, kata dia, program bansos ini harus bisa dilakukan tepat sasaran sehingga benar-benar menjangkau lansia yang membutuhkan.

“Saya kira perlu ada upaya kebijakan perlindungan sosial lansia yang lebih komprehensif,” jelasnya.

Hempri menjelaskan bahwa persoalan lansia sangat kompleks dari berkurangnya pendapatan, sampai ke persoalan kesehatan dan bahkan aspek psikologis, misalnya perasaan kesepian dan sebagainya.

Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari program lain selain pemberian bansos semata. 

“Seyogyanya program ini juga diikuti dengan program-program yang lain misalnya pendampingan dari aspek kesehatan, pengembangan peluang usaha untuk para lansia melalui pemberdayaan ekonomi maupun program-program yang terkait dengan kesehatan maupun mendorong aktivitas-aktivitas sosial yang dapat dimasuki lansia,” ungkapnya.

Menjawab pertanyaan soal penyebab angka kemiskinan di DIY sekarang ini tertinggi diantara provinsi lain di Pulau Jawa, menurut Hempri, persoalan kemiskinan  di DIY tidak semata-mata hanya dilihat dari indeks gini ratio dan nilai upah minimum provinsi (UMP) semata. 

Baca juga: Sejumlah Pemain PSS Sleman Pulih dari Cedera Jelang Laga Kontra Persib Bandung

Sebab, hal ini hanya berlaku pada mereka yang bekerja di sektor formal, akan tetapi yang bekerja di sektor informal jelas mereka tidak menerima UMP.

“Komparasi itu juga tidak akan tepat apalagi sektor informal dan sektor pertanian juga masih cukup dominan di DIY ini,” paparnya.

Selain pemberian bansos, kata Hempri, yang tidak kalah lebih penting adalah bagaimana mendorong sumber-sumber penghasilan dan pengembangan ekonomi produktif di DIY ini agar penghasilan keluarga miskin dapat lebih maksimal.

“Banyak potensi-potensi desa wisata dan  pertanian yang dapat dioptimalkan untuk mendorong pengembangan ekonomi produktif yang memberikan multiplier effect bagi masyarakat luas. Dengan meningkatkan pendapatan saya kira tingkat ketimpangan akan dapat diminimalkan,” pungkasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved