Mengapa Prevalensi Penderita Hipertensi Cukup Tinggi? Ini Jawabannya dari Pakar Endokrin RSA UGM

Menurutnya, sebanyak 60 persen mereka yang memiliki keturunan darah tinggi sensitif terhadap garam. Sedang 40 persen lainnya tidak sensitif.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
unair.ac.id
Ilustrasi hipertensi atau tekanan darah tinggi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia kini cukup tinggi.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terdapat sebesar 8,7 persen penderita hipertensi usia 15-24 tahun.

Sementara, Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1 persen.

Dari data tersebut angka kejadian tertinggi di Kalimantan Selatan sebesar 44,1 persen, sedangkan terendah di Papua sebesar 22,2 persen.

Baca juga: Pimpinan DPRD DIY Minta Kemenag Beri Sanksi Pada Lembaga Amil Zakat Tak Berizin di Jogja

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun sebesar 31,6 persen, umur 45-54 tahun 45,3 persen, umur 55-64 tahun 55,2 persen.

Mengapa prevalensi penderita hipertensi cukup tinggi?

Ali Baswedan, Sp.PD-KEMD, Dokter Spesialis Klinik Endokrin di Rumah Sakit Akademik (RSA)
Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan opini, penderita hipertensi cukup banyak saat ini karena kita semua tinggal di dunia garam atau sumber garam.

Sumber garam ini, disebutnya, sebagai salah pemicu utama hipertensi. Padahal, hal ini berkaitan dengan kehidupan nyata manusia.

Garam terbiasa berada di dapur berikut dengan yang lainnya seperti penyedap rasa atau MSG (micin), berbagai bahan lain yang mengandung pengawet kecap, saos, sambal sachet, camilan, makanan ringan dan lain-lain.

Semua itu merupakan sumber garam yang tentu kandungan garamnya sangat berlebihan. Kenapa garam itu berbahaya bagi penderita hipertensi?

Karena garam mengandung Natrium dan Natrium ini memiliki sifat-sifat jahat untuk tubuh.

“Dengan mengonsumsi garam secara terus menerus maka natrium akan masuk sel, pada saat masuk sel maka cairan juga akan masuk kedalam semua sehingga bisa overload (kelebihan ) cairan dan kelebihan cairan ini membuat jantung memompa lebih kuat sehingga menaikkan tensi," paparnya, Senin (23/1/2023).

Menurutnya, sebanyak 60 persen mereka yang memiliki keturunan darah tinggi sensitif terhadap garam. Sedang 40 persen lainnya tidak sensitif.

Rilis WHO pernah menghimbau untuk penderita hipertensi sebaiknya mengurangi konsumsi garam kurang dari 5 gram. Imbauan ini tentunya sulit untuk diartikan dalam kehidupan sehari-hari.  

“Kita tentu tidak akan mungkin menghitung maka untuk imbauan itu sebaiknya semboyan kita kurangi makan gorengan, kurangi makan kecap, pokoknya jauhi sumber-sumber garam. Makan camilan dijauhi, kalau perlu dalam seminggu intinya dikurangi dahulu. Artinya lidah kita dibiasakan untuk yang anyep dahulu," urainya.

Hal lain yang bisa dilakukan untuk mencegah hipertensi adalah memperbaiki lifestyle atau gaya hidup.

Memperbanyak gerak, mengurangi konsumsi garam, alkohol, tembakau dan rutin teratur makan sayur dan buah.

Menurut Ali sayur dan buah sesungguhnya sumber nabati untuk natrium.

Baca juga: KULINER JOGJA: Lumpia Rebung Khas Semarang Bu Tatik, Tersedia 9 Macam Varian, Harga Mulai Rp4.500

Untuk itu tidak makan garam dapur sebenarnya tidak masalah karena permasalahan hanya di lidah yang terasa anyep sebab sudah terbiasa asin.

Khusus untuk penderita hipertensi, Ali mewanti-wanti agar pantang garam. Jika perlu stop garam karena garam sangat mengganggu kerja obat.

“Karena jika garam naik naik dalam tubuh, obat tidak bekerja dengan baik dan efektif, dan ada baiknya cek tekanan darah secara rutin," tandasnya. (ard)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved