Angka Kecelakaan di DIY Tinggi, Begini Cara Menekannya Menurut Peneliti Pustral UGM
Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM), Dr Ir Arif Wismadi MSc mengatakan, perhatian pada keselam
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tingginya angka kecelakaan dan kematian menjadi preseden kurang baik dalam hal perlalulintasan di DI Yogyakarta.
Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk menekan angka kecelakaan hingga kematian di jalan?
Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM), Dr Ir Arif Wismadi MSc mengatakan, perhatian pada keselamatan harus diberikan untuk dua aspek.
Pertama adalah kelompok yang menimbulkan kecelakaan.
Baca juga: PSS Sleman Telah Evaluasi Permainan Jelang Lawan Persis Solo
Kedua adalah kelompok rentan yang menjadi korban dari kelompok pertama.
“Untuk penanganan subyek yang menimbulkan risiko adalah dengan mengeluarkan dari wilayah blackspot atau rentan kecelakaan atau wilayah dengan pengguna rentan, misalnya sekolah,” katanya kepada Tribun Jogja, Kamis (8/9/2022).
Ia mengatakan, caranya bisa dengan pelarangan masuk area, atau penurunan kecepatan pada tingkat yang tidak menimbulkan risiko kecelakaan.
“Dalam hal ini rambu, marka, termasuk elemen traffic calming bisa ditempatkan secara efektif,” ucapnya.
Arief menilai, guna mengurangi risiko pada kelompok rentan, maka kontrol terhadap pelanggaran lalulintas perlu ditegaskan.
Dia menyebut, dalam hal ini, penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) bisa dimaksimalkan.
“Tilang elektronik (ETLE) bisa ditingkatkan fungsinya tidak hanya pada pada pelanggaran marka di lampu merah atau wilayah larangan lain, tapi juga pengendalian kecepatan kendaraan di wilayah perkotaan,” bebernya.
Dengan begitu, siapa yang membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi yang berisiko kecelakaan, bisa ditindak secara hukum yang berlaku.
“Risiko juga bisa ditekan dengan membuat arus bersifat homogen ya, misalnya semua pada kecepatan aman dan jarak aman antar kendaraan. Homogenitas juga bisa dari ukuran dan jenis kendaraan,” terangnya.
Ditanya apakah di DIY sudah cukup maksimal dalam hal perhatian keselamatan pada warga, Arief menjawab belum.
Menurutnya, banyak perilaku pengendara yang mengabaikan keselamatan seperti contraflow atau melipir melawan arus di sisi kanan jalan.
“Melakukan u-turn di lampu hijau untuk menghindari lampu merah jalan yang dilalui, itu juga banyak. Hal hal semacam itu mengurangi homogenitas arus, menimbulkan friksi dan meningkatkan risiko kecelakaan,” paparnya.
Ia mengungkap, kecelakaan yang sering terjadi adalah ketika para pengguna jalan berada di Y-junction atau simpang yang tidak tegak lurus karena berbentuk seperti huruf Y.
Baca juga: Kontingen Sleman Pertahankan Gelar Juara Umum 3 Kali Beruntun, Sabet 162 Medali Emas Porda XVI DIY
Di situ, dijelaskannya, ada titik pandang yang saling tidak terlihat.
Kemudian, ruas luar kecepatan tinggi yang membelah desa atau permukiman.
Serta, pertemuan antara jalan utama dengan jalan jalan masuk permukiman.
“Jika di simpang dengan Apill, biasanya ada kecelakaan karena melanggar lampu merah. Sering terjadi juga kecelakaan karena geometrik jalan di daerah dengan tanjakan turunan berkelok, seperti di Bukit Bego kala itu,” tukasnya. (ard)