Berita Bantul Hari Ini

Regenerasi Pembatik Dibutuhkan di Padukuhan Gunting Pandak Bantul

Kabupaten Bantul terkenal dengan kerajinan batiknya, salah satunya berada di Padukuhan Gunting, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Santo Ari
Ibu-ibu membatik di Kelompok Batik Tulis Lanthing di tPadukuhan Gunting, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kabupaten Bantul terkenal dengan kerajinan batiknya, salah satunya berada di Padukuhan Gunting, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak.

Saat ini industri batik, termasuk di Padukuhan Gunting sedang berusaha bangkit setelah diterjang pandemi Covid-19.

Namun di sisi lain, regenerasi pembatik sampai saat ini juga masih menjadi kendala.

Dukuh Gunting, sekaligus pemilik dari Kelompok Batik Tulis Lanthing, Tumilan menceritakan bahwa pembatik di Gunting sudah ada sejak tahun 1960-an silam.

Namun dulu, para pembatik ini bekerja di Kota Yogyakarta.  

Baca juga: Pemkot Magelang Akan Adopsi Penerapan Teknologi Smart City dari Kota Tula Rusia

"Dulu banyak warga pagi berangkat membatik ke kota, sore pulang. Seperti itu terus berpuluh-puluh tahun. Dan dengan perkembangan waktu, masyarakat akhirnya berkreasi di sini," ujarnya, Senin (1/8/2022).

Banyak warga, terkhusus para ibu rumah tangga beraktivitas membatik. Dengan demikian, para ibu rumah tangga tersebut dapat turut menambah penghasilan keluarga.

Namun sejak pandemi Covid-19 melanda, Tumilan mengaku bahwa hal itu juga berdampak pada berkurangnya jumlah pembatik di Gunting.  

"Sebelum pandemi, jumlah pembatik di Gunting ada 200-an. Setelah pandemi rontok semua, dan mungkin sudah ada beberapa yang menggeliat," ungkapnya.

Ia memperkirakan, saat ini hanya tersisa sedikitnya 50 orang yang membatik. Di Batik Lanthing sendiri dirinya mempekerjakan sekitar 25 orang pembatik.

Dengan kondisi ini, Tumilan menyatakan bahwa pembatik harus lebih kreatif dalam berkarya. Apalagi ciri khas batik di Gunting adalah batik kontemporer.

"Meski ada unsur klasiknya, kita juga menyesuaikan pasar dengan membuat batik kontemporer. Tetap ada nilai filosofi yang melekat di batik buatan kita," ungkapnya.

Menurut Tumilan, para pembatik harus berani menciptakan motif dan warna baru agar mampu bersaing saat pandemi Covid-19.

"Itu yang harus kita visualkan ke batik, dengan warna baru, motif baru, modifikasi baru, itu akan membuat semangat lagi di pasar," katanya.

Selain itu, menurutnya masalah lain yang saat ini dihadapi adalah regenerasi. Terlebih saat ini banyak batik hasil produksi pabrik beredar di pasaran.  

"Untuk regenerasi sulit. Saat ini kebanyakan ibu-ibu, yang muda-muda tidak ada. Maka jika saat ini ada sekolah-sekolah yang ada ekskul membatik maka diharapkan mampu menjadi generasi pembatik ke depannya," tandasnya.

Salah satu pembatik di Lanthing, Yuli Sriyani (30), mengungkapkan hal yang sama. Yuli mengungkapkan bahwa ia berasal dari keluarga pembatik.

"Membatik diturunkan dari ibu. Setidaknya di keluarga besar saya ada 5-6 orang yang seumuran dengan ibu saya yang membatik. Sedangkan generasi selanjutnya atau yang seumuran dengan saya, tidak ada, jadi cuma tersisa saya saja," ungkapnya.

Yuli menceritakan bahwa setiap hari dia selalu membatik di Lanthing. Bila diperlukan, kain batiknya akan dibawa ke rumah untuk dikerjakan di rumah atau lembur. Dalam seminggu, dirinya bisa membatik 10 kain dengan tema modifikasi.

Meski keluarga besarnya adalah pembatik, Yuli sendiri mengaku bahwa regenerasi adalah hal yang sulit saat ini. Ia sendiri sudah mengenalkan batik ke kedua anaknya, meski kedua anaknya masih duduk di bangku SD. Pun dirinya tidak akan memaksakan kepada kedua anaknya untuk menjadi seorang pembatik.

"Pengennya masih ada generasi penerus, jadi batik tidak mati, yang muda yang berkreasi jadi batik semakin berkembang," terangnya.

Di sisi lain, proses pengenalan batik saat ini juga dilakukan di beberapa sekolah di Kabupaten Bantul dengan ekstrakurikuler. Diharapkan dengan kegiatan ini, semakin banyak generasi muda yang mencintai batik dan ke depannya tidak menutup kemungkinan muncul pembatik-pembatik baru.

Baca juga: Cerita Raja Muhammad Hayuri Islami, Mahasiswa Baru UGM dengan Usia Termuda yakni 15 Tahun

Purwaningsih, Guru BK dari SMPN 4 Pandak mengungkapkan bahwa SMPN 4 Pandak memiliki ekstrakurikuler membatik.

Ia mengakui bahwa selama dua tahun kemarin, ekskul membatik sempat terhenti karena pandemi. Tak ada tatap muka juga membuat seluruh kegiatan termasuk ekskul terhenti.

"Mulai tahun pelajaran baru ini kita mulai lagi dan sudah masuk ekskul lagi dan sifatnya wajib," ungkapnya.

Kegiatan ini disebutnya bertujuan untuk mengangkat potensi di Pandak, terkhusus untuk mengangkat kerajinan batik. Selain itu, mengajarkan para siswa untuk membatik dimaksudkan agar regenerasi tidak terputus.  

"Ini sudah masuk ekskul wajib, kelas 7 sampai kelas 9. Untuk kelas 7 karena pemula karya yang dihasilkan seperti taplak meja, kelas 8 malah menghasilkan seragam untuk adik kelas. Kalau kelas 9 sudah kontemporer," tandasnya.(nto)  

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved