Dinas Sosial DIY Akui Pendataan Transpuan Minim, Sulit Berikan Bantuan di Masa Pandemi
Dinas Sosial (Dinsos) DI Yogyakarta merasa kesulitan untuk mendapatkan data berapa banyak transpuan yang ada di Yogyakarta.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Pengurus LKS Kebaya, Jenny Mikha mengatakan, rekan transpuan memang ada yang belum memiliki identitas kependudukan. Ini juga mempersulit mereka untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“Beruntung, ada Yakkum yang mau memfasilitasi pertemuan kami dengan Sekretaris Daerah (Sekda) DIY terkait masalah KTP ini. Melalui Sekda, kami didisposisikan ke biro pemerintahan, termasuk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) se-DIY,” terangnya kepada tim peliputan.
Jenny menyebut, mengurus KTP rekan transpuan tidak bisa dibilang sulit, tapi juga tidak mudah.
Sebab, terkadang, masih ada stigma-stigma yang melingkupi pemikiran manusia terkait gender yang dipilih oleh transpuan ini.
Padahal, bagi Jenny dan kawan-kawan, dia tidak mempermasalahkan gendernya sebagai laki-laki dan membutuhkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Kalau kami gendernya memang masih laki-laki, secara biologis. Kalau sudah operasi, baru berganti nama jadi transgender donk,” papar Jenny lagi.
Kesulitan lain, kendala administrasi masih ia temui di jenjang padukuhan. Seorang dukuh mengatakan dirinya enggan menandatangani dokumen pengajuan KTP untuk salah satu transpuan lantaran takut ada data ganda.
“Ada yang begitu juga. Akhirnya, kami kembali ke Disdukcapil Sleman dan mereka berjanji untuk berkomunikasi dengan Pak Dukuh itu,” ungkapnya.
Demi menjaga privasi, Jenny enggan menyebutkan siapa dukuh yang ia maksud.
Hingga kini, dari 17 orang yang diajukan untuk mendapatkan KTP, sudah ada dua dari Sleman, dua dari Kota Yogyakarta yang sudah terlacak.
“12 lainnya masih diurusi secara administrasi ya. Transpuan 1 lagi sudah meninggal. Jadi pas ada 17 yang kami ajukan (membuat KTP),” tandasnya.
Stigma
Berbicara soal stigma, Gama Triono, Direktur Eksekutif Daerah PKBI DIY menjelaskan, stigma itu ada di masyarakat dan memberikan dampak buruk kepada transpuan.
Mereka dicap sebagai orang yang tidak memenuhi normal sosial.
“Melihat adanya waria yang meninggal di masa pandemi karena kesulitan akses kebutuhan dasar, artinya kan masyarakat ini kurang peduli dengan hal seperti ini. Mau peduli, tapi ada stigma itu di sana,” ungkap Gama ketika ditemui di rumahnya.
Baca juga: PS Satria Adikarta Bidik Target Lolos 8 Besar Liga 3 DIY