Pakar Farmasi UGM Jelaskan Racun Jenis C Pada Paket Sate Maut Merujuk Pada Sianida, Ini Bahayanya

Racun jenis C banyak diperbincangkan pasca keluarnya hasil pemeriksaan laboratorium dari paket sate misterius yang mengakibatkan meninggalnya

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Shutterstock
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Racun jenis C banyak diperbincangkan pasca keluarnya hasil pemeriksaan laboratorium dari paket sate misterius yang mengakibatkan meninggalnya NFP (8), Kamis (29/4/2021).

Dari pemeriksaan, makanan tersebut terbukti mengandung racun jenis C yang terdapat di dalam bumbu sate.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, NFP diketahui meninggal dunia hanya dalam hitungan menit setelah mengonsumsi sate saat berbuka puasa.

Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga bertugas di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM, Dr Arief Nurrochmad MSi MSc Apt menjelaskan terkait racun jenis C ini.

Baca juga: Wakil Bupati Klaten Dorong ASN Beli Beras Petani Lokal

Menurut Arief, racun jenis C kebanyakan merujuk pada unsur kimia CN atau sianida.

Kemungkinan besar manusia yang mengonsumsinya meninggal tergantung dari dosis paparan, waktu, dan cara penanganan tatalaksana keracunan.

Jika dosisnya cukup besar dan waktu penanganan sudah lebih dari 4 jam kemungkinan besar meninggal cukup besar, yakni 90 persen.

"Dosis fatal sianida umumnya berkisar 1,5 miligram per kilogram tubuh manusia (105 mg/manusia 70 kg) atau sekitar 0,1 gram. Lebih dari itu, racun sianida bisa sangat mematikan," ungkapnya, Jumat (30/4/2021).

Ditanya apakah racun ini terdapat pada apotas dan racun tikus, Arief membenarkan hal tersebut.

"Ya benar, sianida merupakan salah satu komponen pestisida (racun serangga atau racun tikus) dan apotas yang mengacu ke potassium sianida yang sering digunakan untuk racun tikus atau ikan," terangnya.

Terkait efek yang diberikan sianida ke tubuh manusia, Arief menjelaskan, sianida beraksi dengan mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase, sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobic serta gangguan respirasi seluler dan pembentukan energi sel (ATP).

Hal itu akan mencegah sel-sel tubuh dalam menggunakan oksigen. Apabila hal ini terjadi, sel-sel dalam tubuh akan mengalami kematian dengan cepat.

"Sianida dapat sangat berbahaya bagi jantung dan otak dibandingkan organ-organ lain, sebab jantung dan otak memerlukan banyak oksigen untuk berfungsi secara maksimal," bebernya.

Arief menerangkan, tanda awal dari keracunan sianida adalah peningkatan frekuensi pernapasan, nyeri kepala, sesak napas, perubahan perilaku seperti cemas, agitasi, dan gelisah serta berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.

Baca juga: Penyekatan di Prambanan Klaten, 30 Kendaraan Berpelat Luar Disetop oleh Tim Gabungan

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved