Dari Es Krim Hingga Erupsi Gunung Merapi, Seniman Muda Gary Hadameon Pamerkan 67 Karya

Dunia seni rupa Indonesia kini kedatangan talenta muda berdarah Jawa-Batak, seniman muda bernama Gary Hadameon.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribunjogja/ Miftahul Huda
Gary Hadameon menjelaskan lukisan Erupsi Merapi, saat pameran Organic Solo Exhibition Art di Jogja Galery, Sabtu (14/11/2020) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dunia seni rupa Indonesia kini kedatangan talenta muda berdarah Jawa-Batak, seniman muda bernama Gary Hadameon.

Usinya masih 21 tahun. Meski hobi melukisknya mulai terasah sejak kecil, namun ia tidak ingin fokus menempuh studi seni rupa.  

Baru-baru ini putra pasangan Bernaoletta Nawang Wulan dan Ferry Sipahutar ingin melanjutkan mimpinya sebagai pelukis.

Kepiawaiannya dalam menciptakan garis warna di atas kanvas nyaris tak punyai celah kesamaan dengan pelukis lain.

Saat ini ia sedang menggelar pameran tunggal bertajuk Organic Solo Art Exhibition di Gedung Jogja Galery, Jalan Pekapalan, Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Baca juga: Forpi Kota Yogyakarta : Pengerjaan Proyek Tugu Pal Putih Harus Diawasi

Baca juga: MOTOGP Valencia - Tim Yamaha Merana di Hari Pertama, Rossi: Motor Tua Franco Malah Lebih Cepat

Baca juga: BNPB Perhitungkan 3 Ancaman Bahaya Selain Erupsi Gunung Merapi, Berikut Penjelasannya

Pameran tersebut akan diresmikan pada hari Minggu (15/11/2020) dan dapat dikunjungi oleh kalangan umum mulai 16-25 November 2020.

Gaya lukisan yang diusung adalah seni lukis abstrak. Ia mengangkat peristiwa sehari-sehari untuk dijadikan sumber ide.

Termasuk hal-hal yang dilakukan oleh orang di sekitarnya, kemudian Gary mencoba menangkap makna dari kejadian tersebut, lalu dituangkan dalam sebuah karya lukis abstrak.

Salah satu lukisan dengan historis yang muncul dari ide sederhana ialah lukisan berjudul Spilled Ice Cream.

Sekilas lukisan tersebut hanya sebuah paduan warna pink, biru, hijau dan kuning.

Garis warna yang diciptakan Gary sederhana, berupa goresan kuas tak beraturan dipadukan dengan teknik menepuk kanvas dengan kuas khusus.

Ide pembuatan lukisan Spilled Ice Cream ini karena suatu siang, Gary dan adiknya bernama Belinda sedang makan es krim.

Mereka berdua sambil bercanda, saat itu es krim yang ia makan tumpah dan timbul noda di bajunya.

"Malam harinya Gary melukis dengan sapuan beberapa warna yang overlap dan juga menggunakan warna pink dioleskan di atasnya. Ia mengatakan lukisan ini gambaran es krim yang tumpah," kata Kurator Seni A Anzieb, saat jumpa pers pada Sabtu (14/11/2020).

Sebagai kurator, Anzieb menilai karya Gary terbilang berbeda dari perupa muda seusianya.

Menurutnya, perupa muda saat ini lebih dimudahkan dengan mengakses berbagai literasi.

Sehingga hal itu menurut Anzieb justru mengancam keaslian garis warna antar perupa satu dengan perupa lainnya.

"Saya berani tegaskan seperti itu karena memang saat ini kondisi perupa muda rata-rata sama, dan mengikuti trend. Dan saya melihat hasil karya Gary ini merupakan garis yang otentik, dan kekanak-kanakan. Garis yang paling jujur adalah garis kekanak-kanakan, garisnya bukan dari hasil mimesis atau meniru," tegas Anzieb.

Masih kata Anzieb, jejak segala kesederhanaan maupun kepolosan itu terlihat jelas pada karya-karya lukisan Gary. Termasuk cara berpikirnya, nalarnya, dan pesan yang ingin disampaikan olehnya.

"Itulah intuisi yang bisa ditangkap pada lukisan Gary. Intuisi dalam budaya Timur atau kultur Indonesia yakni kata batin, atau hati nurani yang sumbernya berasal dari dalam diri sendiri," urainya.

Terinspirasi Pandemi dan Erupsi Merapi

Jika dilihat lebih dekat, garis warna yang diciptakan Gary memang unik.

Terdapat makna yang bersifat subyektif dari setiap guratan warna yang ia bangun.

Emosi dan keresahan itu dapat dirasakan melalui garis warna yang ia ciptakan.

Misalnya, lukisan Blue Ocean 1, yang ia ciptakan selama pandemi berlangsung.

Dengan polosnya, Gary memilih warna biru muda yang segar, layaknya laut biru yang bersih. 

Namun, garis aksen berwana coklat gelap muncul di antara warna dasar biru tersebut.

Sehingga seolah-olah terdapat dua ruang ekspresi dalam garis warna yang ia ciptakan.

"Garis aksen itu saya ibaratkan sangkakala Malaikat. Ya peringatan, karena masih pandemi," ungkapnya.

Paling lama saat ia mulai melukis berkisar antara satu jam. Selain lukisan bertema pandemi, Gary juga sempat menangkap gejolak gunung Merapi yang kini sudah naik menjadi level siaga.

Dengan penuh penghayatan, remaja yang kini berkeseharian di Bogor ini memadukan warna merah, orange, kuning secara berlapis, dan setelah itu ditambahkan warna hitam, emas, dan coklat dengan teknik ditepuk. Warna-warna tersebut menurutnta sebagai gambaran batu-batu letusan merapi.

Baca juga: Kisah Warga di Perbatasan yang Terdampak Lockdown di Malaysia, Beli Elpiji 14 KG Seharga Rp1,5 Juta

Baca juga: Resep Menurunkan Kadar Kolesterol dari dr Zaidul Akbar, Penulis Jurus Sehat Rasulullah

Baca juga: Lewat PR Talk, Humas UII Ajak Mahasiswa Supaya Piawai Menulis Berita

"Ini saya bikin pas ada berita merapi naik level siaga. Saya lihat berita itu dari televisi. Saya berpesan warga di sekitar merapi bisa terus waspada," terang Gary.

Dalam pameran kali ini, Gary hanya membawa 67 lukisan abstrak yang beraneka tema. Pengunjung yang ingin menikmati pameran tersebut tidak dipungut biaya.

Sebelum menggelar pameran tunggal, karya lukisan Gary juga sempat dipajang dalam pameran internasional yang diselengarakan secara virtual Oktober lalu bertajuk A Help oleh International Association of Visual Artist (IAVA) yang diikuti oleh peserta dari 25 negara.

Selain itu, ia juga berkesempatan mengikuti pameran Kembulan#3 bertajuk Nguwongke atau memanusiakan manusia yang diselenggarakan oleh Lesbumi NU bersama Kemendikbud di Galeri R.J. Katamsi, ISI Yogyakarta belum lama ini.

Sebagai perupa muda yang lahir di era pandemi Covid-19 seperti saat ini, Gary memiliki keinginan untuk berdonasi dari hasil penjualan lukisan yang ia miliki.

Hal itu turut dibenarkan oleh sang ibu Bernaoletta Nawang Wulan yang saat ini rencana tersebut sudah dilakukan.

"Sudah kemarin. Dia memang ingin donasi karena melihat berita Covid-19 yang banyak masyarakat terdampak. Rencananya dua kali mau donasi dari hasil jualan lukisannya," tegas Wulan. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved