Yogyakarta
Buka Kios Setelah Libur Lebaran, PKL Malioboro: Tak Ada Perubahan
Sebagian pertokoan dan para pedagang kaki lima (PKL) di sekitar kawasan Malioboro kembali membuka dagangan setelah meliburkan diri selama Idulfitri 14
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
“Kaki lima itu ditaruh di kelompok mana? Apakah kelompok atas, menengah, atau UMKM? Yang jelas ekonomi nonformal. Kenapa kaki lima tidak dihiraukan? Padahal kami berusaha tidak pernah meminta modal. Bahkan, membuka lapangan kerja untuk 2-3 orang yang ikut bekerja,” sesalnya.
Welly hanya berharap, secepatnya wabah Covid-19 dapat tuntas di Indonesia. “PSBB secepatnya dilepaskan di kota-kota lain. Kalau kota lain sudah selesai (PSBB), baru ada orang muncul di Malioboro.
Jogja ini yang diandalkan pariwisata dan kampus,” paparnya.
• Kursi di Malioboro Kembali Diberi Pembatas, Idul Fitri Akan Dijaga Petugas
Dia menambahkan, biasanya saat momen wisuda di kampus-kampus, terjadi pelonjakan pengunjung Malioboro. “Kalau sebulan ini nggak dibuka PSBB, kelaparan orang-orang,” tegasnya.
Pedagang kaki lima Malioboro lainnya, Sumartiani mengatakan hal yang senada.
“Setelah lebaran ini masih sama (jumlah pengunjung). Sehari-hari paling 1-2 orang yang membeli, ini sejak awal corona. Yang zonk atau kosong pembeli sama sekali itu sering. Selama wisatawan nggak ada kita nggak jalan. Harus pulih seperti biasa dulu,” ungkapnya.
Terpisah, anggota Jogoboro atau petugas pengamanan di kawasan Malioboro, Nurhadi mengatakan ada sedikit peningkatan pengunjung maupun pedagang kaki lima di Malioboro setelah Idulfitri.
Dia mengungkapkan, setiap shift ada 13 personil Jogoboro yang berjaga di kawasan Malioboro.
“Kalau ada yang bergerombol diingatkan, kalau pengunjung nggak pakai masker juga kita tegur. Termasuk kalau ada motor yang parkir di tepi jalan, di situasi pandemi ini hanya boleh pukul 24.00-09.00 WIB,” ungkapnya.
Bangku-bangku di sekitar Jalan Malioboro pun telah diberi tanda dengan tali untuk mengatur pembatasan jarak. Setiap bangku hanya untuk satu orang.
Namun, Nurhadi mengakui tali yang dipasang tersebut belum layak karena masih bisa diduduki atau dirusak masyarakat. (TRIBUNJOGJA.COM)