Kisah Inspiratif

Sahabat Farm Ajak Generasi Muda Menyukai Pertanian

Ingin mendekatkan kembali generasi muda pada pertanian, Sahabat Farm mengenalkan beragam teknologi pertanian terkini.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Muhammad Farhan selaku Presiden Direktur Sahabat Farm (baju hijau), menunjukkan sayuran hasil hidroponik. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN – Seiring perkembangan zaman, pegiat pertanian dari kalangan muda semakin menipis, sebab mereka banyak yang lebih tertarik menggeluti sektor lain.

Hal ini tidak berlaku bagi Sahabat Farm.

Komunitas yang dibentuk pada awal 2019 ini digerakkan oleh lima pemuda.

Saat itu semuanya masih berstatus mahasiswa.

Misi utama mereka adalah mendekatkan kembali generasi muda pada pertanian.

Satu di antaranya dengan mengenalkan beragam teknologi pertanian terkini.

Peluang Usaha Bidang Pertanian yang Prospektif Tahun Ini

Muhammad Farhan, inisiator dan Presiden Direktur Sahabat Farm, adalah seorang mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Farhan pertama kali mendapat ide mendirikan Sahabat Farm setelah sempat magang di laboratorium Kampung Ternak Jogja.

“Saya banyak belajar di sana, lalu saya berpikir bahwa pertanian ini banyak potensinya. Banyak sektor pertanian ini yang bisa membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang,” ujar Farhan.

Ia kemudian berjalan-jalan ke UGM, UMY, dan mengajak teman-teman mahasiswa lainnya untuk bertani.

Ditemukannya saat ini banyak anak muda yang meremehkan pertanian.

“Yang dipikirkan mereka pertanian itu hanya cangkul, kotor. Padahal pertanian itu luas dan saat ini sudah banyak menggunakan teknologi modern. Misalnya, banyak digunakan drone untuk menebar benih dan pestisida pada tanaman. Juga sistem akuaponik, hidroponik, tidak lagi menggunakan tanah,” tutur Farhan yang merupakan mahasiswa angkatan 2015 ini.

Bersama empat rekan lainnya, Farhan membangun Sahabat Farm hingga kini.

BREAKING NEWS : Update Covid-19 DIY 9 Mei 2020, Bertambah 3 Kasus Positif Baru

Mereka adalah Rahmat Fauzi, Buhairi Rifqa Moustafid, Muhammad Fajrul Mushoffi, dan Ariel Amarta Dzikrillah.

“Saat pertama kali Sahabat Farm terbentuk kami semua sedang mengerjakan skripsi. Saat ini tiga di antaranya sudah lulus,” ungkap Farhan.

Mereka berasal dari lintas universitas dan lintas jurusan, di antaranya Agribisnis, Agroteknologi, Komunikasi Penyiaran Islam, Media, dan Perikanan.

Untuk melakukan uji coba pertanian, mereka mengubah sepetak lahan mati di dekat rumah Farhan menjadi lahan subur.

Lokasinya di Gamping Kidul RT 02 RW 17, Ambarketawang, Sleman dengan luas lahan 300 meter persegi.

“Lahan mati yang dulu bekas rumah diambrukkan, kami bongkar dan tanami sehingga jadi lahan subur. Kami melakukan beberapa kali uji coba. Jika hasilnya bagus, kami bagikan ilmunya kepada orang-orang,” urai Farhan.

Sebagai komunitas yang menyasar kalangan milenial, Sahabat Farm juga aktif di beberapa media sosial yaitu Instagram, YouTube, dan blog.

Unik! Seniman di Magelang Melukis Lukisan Pakai Empon-empon

Mereka secara rutin membagikan ilmu-ilmu pertanian dan berbagai kegiatan yang mereka lakukan.

“Kami juga membuka jasa konsultasi gratis. Bagi yang berminat bisa mengirim pesan langsung di Instagram Sahabat Farm,” imbuh Farhan.

Mereka mengusung jargon Healthy and Sustainable yang bermakna pertanian sehat dan berkelanjutan.

Semisal Sahabat Farm selalu berusaha menekan supaya tidak menggunakan bahan kimiawi pabrikan.

Untuk pupuk atau pun pestisida.

“Pestisida alami bisa didapat dari tanaman di sekitar kami. Misalnya dari daun pepaya yang diblender. Daun kenikir ditanam di dekat sayuran juga bisa menjadi pestisida alami,” paparnya.

Mereka juga memanfaatkan bahan-bahan bekas menjadi produk baru yang bisa dimanfaatkan, contohnya kaus-kaus bekas diubah menjadi pot yang tahan lama.

“Limbah kulit pisang jadi teh, sereal kulit pisang,” imbuhnya.

Kelompok Wanita Tani Srikandi Mandiri Mampu Penuhi Kebutuhan Pangan Sehari-Hari

Banjir Pesanan Setelah Ada Covid-19

Farhan menerangkan Sahabat Farm sudah sejak awal mencoba mengenalkan sistem bertani dengan hidroponik dan akuaponik.

Namun, saat itu antusiasme orang-orang hanya sebatas menanyakan cara pembuatannya.

Setelah ada Covid-19 ia merasakan semakin banyak orang ingin mencoba sistem pertanian itu.

“Paling banyak (pesanan) saat Covid ini. Orang sebelumnya baru tanya-tanya aja. Tapi kini sudah ada pesanan 55 paket akuaponik. Satu paket seharga Rp150 ribu sudah termasuk ember, bibit lele, netpot, media tanam, bibit, pengait, kain flanel, dan pakan untuk awal,” jelasnya.

Akuaponik adalah sistem pertanian dengan memadukan antara budi daya ikan dan hidroponik.

Sementara hidroponik ialah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah.

“Untuk lele dari akuaponik dalam 2,5 bulan sudah siap konsumsi. Sedangkan kangkung 25 hari siap panen,” tambahnya.

Drone Otonom, Inovasi Sistem Pembasmi Hama Tanaman Karya Peneliti FMIPA UGM

Farhan menjelaskan, beberapa tanaman yang cocok untuk hidroponik misalnya sawi putih, kangkung, dan pakcoy.

Satu paket hidroponik dibanderol Rp30 ribu atau sesuai request pemesan.

Selain budidaya tanaman, Sahabat Farm juga kerap memberikan pelatihan pengolahan produk pertanian.

Paling banyak kepada ibu-ibu.

Misalnya, mereka pernah memberi pelatihan pembuatan bubuk jahe dan abon jipang.

Abon jipang itu cukup berhasil di pasaran, hingga banyak yang mengira itu abon ayam.

“Ketika ada harga (hasil pertanian) yang jatuh, kita kembangkan. Bagaimana kita mengolah harga yang jatuh ini menjadi produk baru dengan harga jual tinggi. Kami membimbing masyarakat sampai ke pengemasan produk hingga distribusi,” beber Farhan.

Bagi orang yang ingin mulai bertani atau melakukan urban farming yang cukup marak di perkotaan saat ini, Farhan memiliki tip bahwa gagal itu hal biasa.

“Yang penting dicoba lagi. Kalau sudah punya kecintaan pada tanaman pasti nggak masalah. Jangankan pemula, pemain lama saja masih ada kegagalan,” ucapnya.

Menurutnya, lahan sekecil apa pun bisa digunakan untuk bercocok tanam.

Kemarau Lebih Panjang, Petani Bantul Menuai Untung dari Tanaman Jagung

Bahkan, di dalam kamar mandi bisa menjadi ruang untuk budidaya jamur tiram.

Begitu juga di dekat tempat cuci piring yang lembab.

Bercocok tanam sendiri juga dapat mengirit pengeluaran.

Tanaman kangkung misalnya, tidak perlu dicabut hingga akar saat panen.

Kangkung dapat tumbuh lagi dan dikonsumsi sampai tiga kali potong.

Selain itu, tanaman yang ditanam sendiri lebih terjamin dan terkontrol dari sisi kesehatannya.

Air beras di rumah pun dapat digunakan menjadi pupuk.

“Sekarang kita bisa dapat ilmunya (bertanam) dari YouTube atau blog. Yang paling menyenangkan dari bertani itu prosesnya. Kapan panennya, tahu-tahu wah sudah panen,” pungkas Farhan. (TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved