BREAKINGNEWS: Gunung Merapi Meletus Jumat Pagi, Tinggi Kolom Erupsi 3.000 Meter dari Puncak

Gunung Merapi meletus pada Jumat 10 April 2020 pukul 09.10 WIB. Dilaporkan BPPTKG, Erupsi tercatat di seismogram dgn amplitudo 75 mm dan durasi 103 de

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
BPPTKG
Terjadi erupsi di Gunung #Merapi tanggal 10 April 2020 pukul 09.10 WIB. Erupsi tercatat di seismogram dgn amplitudo 75 mm dan durasi 103 detik 

Pasca erupsi 1872 juga terjadi beberapa kali erupsi minor (Voight, 2000), sebelum terjadi erupsi magmatis tahun 1883. Kedua erupsi besar tersebut disebabkan magma yang kaya gas vulkanik.

Perilaku Merapi setelah letusan besar antara 1872 dengan 2010 hingga saat ini masih konruen. Pada fase pengisian dapur magma, terjadi letusan freatik murni antara tahun 1878-1879 identik dengan letusan freatik antara 2012-2014.

Saat itu terjadi letusan tunggal tapi tidak ada aktvitas vulkanik lebih lanjut. Pada 1883-1885 mulai terjadi pertumbuhan kubah lava.

Ini menandai erupsi magmatik pertama pasca letusan besar 1872. Fase ini identik dengan erupsi 2018-2019 yang menandai erupsi magmatis sekuen pertama pasca 2010.

Pada tahun 1885-1887 terjadi pertumbuhan kubah lava yang diawali dengan beberapa kali letusan eksplosif.

Lalu apakah serangkaian letusan eksplosif yang terjadi sejak awal Maret 2020 sebagai gejala awal munculnya kubah lava baru?

Apabila dalam beberapa minggu ke depan muncul kubah lava baru, merupakan erupsi magmatis sekuen kedua. Artinya sejarah akan berulang.

Nah, sekarang apa kaitan pandemik virus Corona dan letusan Merapi? Menurut Subandriyo wabah itu dan erupsi Gunung Merapi merupakan dua sumber bencana yang saling indipenden, tidak ada kaitannya sama sekali.

Oleh karena sumua jenis bencana akan bermuara ke masalah sosial, maka bila tidak ditangani secara tepat akan berpotensi menimbulkan bencana besar.

“Sebagaimana kita ketahui, sifat dan karakter Covid-19 sangat mudah dan cepat menular,” katanya. Lalu, bagaimana mitigasinya jika kedua masalah ini terjadi bersamaan?

Riwayat 2010, letusan Merapi menimbulkan luncuran awan panas guguran dengan jarak luncur sangat jauh mengikuti alur Kali Gendol.

Berdasarkan fakta sejarah, lebih 90 persen awan panas guguran Merapi mengikuti arah bukaan kawah yang sejak tahun 2006 ke arah Kali Gendol, sektor selatan-tenggara.

Wilayah yang terancam meliputi Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dan Desa Balerante, Kabupaten Klaten.

EMPAT SKENARIO

Berdasarkan skenario ini, diperkirakan jumlah pengungsi lebih dari 4.000 KK atau sekitar 16 ribu jiwa.

Apabila terjadi pengungsian mendadak, akan terjadi interaksi jarak dekat antar pengungsi dan antara pengungsi dengan petugas dan relawan.

Kebijakan social distancing dan physical distancing tidak bisa berjalan, sehingga berpotensi terjadi penyebaran Covid-19 secara masif.

Bagaimana langkah-langkah preventif untuk mitigasi bencananya? Subandriyo menjelaskan empat langkahh yang harus dilakukan sesuai tahapan peringatan dini bahaya Gunung Merapi.

Pertama, menurutnya pada level status Waspada, perlu disusun revisi rencana kontijensi dengan skenario dua sumber ancaman bencana yaitu letusan Merapi dan Covid-19

Kedua, pada tingkat Siaga, perlu dilakukan identifikasi penduduk yang terpapar Covid-19 di wilayah yang diperkirakan akan terdampak letusan sesuai skenario.

Mereka yang dinyakan positif, segera diambil tindakan medis sesuai protokol kesehatan.

Cara ketiga, lokasi dan cara pengungsian perlu diatur kembali dengan mempertimbangkan kebijakan social distancing dan physical distancing tetapbisa diterapkan.

Implikasinya perlu tempat pengungsian yang lebih luas. Kebijakan sister villages mungkin tidak tepat diterapkan untuk saat ini.

Keempat, pada level status tertinggi, Awas, semua penduduk yang diperkirakan akan terdampak sudah harus diungsikan.

Pada saat membantu pengungsian, perlu pengendalian jumlah petugas dan relawan serta mereka harus teridentifikasi kesehatannya dengan baik.

“Keberhasilan penanggulangan bencana letusan gunung api tergantung tiga hal, assessment bahaya, peringatan dini yang manageable dan manajemen pengungsian,” tegas Subandriyo.(Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved