Kota Yogyakarta
Baru Lunasi Tunggakan PBB 10 Tahun, Guritno Harus Putar Otak Bayar PBB Rp 22 Juta
Jika tahun 2019 ia wajib membayar Rp8,5juta, tahun 2020 Guritno harus membayar hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar Rp22juta.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Belum genap satu bulan melunasi tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Guritno (70) harus kembali memutar otak untuk membayar tagihan PBB yang baru.
Warga RT 06 RW 01 Patangpuluhan, Wirobrajan, Kota Yogyakarta tersebut sebelumnya menunggak pembayaran PBB selama 10 tahun.
Ia harus melunasi tunggakan sekitar Rp 62 juta.
"Belum ada satu bulan baru melunasi tunggakan. Harusnya kemarin membayar sekitar Rp80an juta, tetapi karena denda dihapuskan. Akhirnya bayar Rp62jutaan,"katanya saat ditemui Tribun Jogja di rumahnya, Senin (17/02/2020) sore.
• Warga Kota Yogya Boleh Mengajukan Keberatan terhadap PBB
"Ya gimana, memang belum ada uangnya, jadi tidak bisa bayar. Setiap tahun ada surat peringatan supaya segera dibayar, tetapi ya didiamkan saja. Dan baru kemarin lunas,"sambungnya.
Rupanya Guritno dan keluarga belum bisa tenang meskipun telah melunasi tunggakan PBB.
Bagaimana tidak, seminggu lalu ia baru mendapat blangko PBB yang baru.
Ia tercengang saat melihat tagihan yang harus dibayarkan.
Jika tahun 2019 ia wajib membayar Rp8,5juta, tahun 2020 Guritno harus membayar hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar Rp22juta.
"Seminggu lalu dapat tagihan yang baru. Kaget saya, kok tinggi sekali, bahkan hampir tiga kali lipat. Yang kemarin saja menunggak hampir 10 tahun. Tidak ada omongan apa-apa (sosialisasi), langsung dapat tagihan segini,"terangnya.
Tanah seluas 2.000 meter persegi tersebut dijadikan untuk tempat tinggal Guritno dan kakaknya, Kumoro Hadi (75).
• Fokki Minta Walikota Cabut Kebijakan Kenaikan PBB
Kumoro Hadi merasa sangat keberatan dengan tingginya PBB yang harus dibayarkan.
Apalagi kenaikannya sangat jauh dari perkiraan.
"Ada dua rumah di sini, satu rumah adik saya (Guritno) dan satu lagi saya. Tapi sertifikat cuma satu. Kalau membayar segitu (Rp22juta) ya terus terang kami sangat keberatan. Dulu dari Rp500ribu lalu naik terus, sampai kemarin Rp8,5juta,"ungkapnya.
