Kota Yogyakarta

PN Yogyakarta Tangani 10 Pidana Anak Selama 2019

Pengadilan Negeri Yogyakarta tangan 10 perkara Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) selama 2019, beberapa diantaranya terkait kasus kekerasan jalanan (k

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengadilan Negeri Yogyakarta tangan 10 perkara Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) selama 2019, beberapa diantaranya terkait kasus kekerasan jalanan (klitih)

Humas Pengadilan Negeri Yogyakarta, Sari Sudarmi mengungkapkan dalam satu perkara bisa melibatkan lebih dari satu ABH.

Dari 10 perkara yang ditangani, ada 14 anak pelaku, 6 anak korban, dan 4 anak saksi.

"Satu perkara bisa lebih dari satu ABH. Contohnya yang klitih kemarin. Satu perkara ada lebih dari satu ABH. Jumlah 10 perkara masih bisa bertambah juga, karena data masih November,"ungkapnya, Rabu (4/12/2019).

Kondisi Terkini Awan Korban Klitih di Jalan Kenari yang Sempat Kesulitan Biaya

Ia mengatakan jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Yogyakarta sangat dinamis.

Pada tahun 2017, PN Kota Yogyakarta menerima 25 perkara.

Dari 25 perkara tersebut terdakwa yang terlibat sebanyak 82.

Sementara pada tahun 2018, jumlah perkara pidana anak yang diterima PN Kota Yogyakarta adalah 23 perkara.

Dari 23 perkara tersebut, jumlah terdakwa yang terlibat sebanyak 76.

"Kalau untuk PN Yogyakarta kebanyakan anak dikenakan pasal di atas 7 tahun, sehingga harus ikut proses peradilan. Kalau dari beberapa kasus yang masuk, kebanyakan karena terlibat kekerasan seperti klitih, narkoba, dan psikotropika. Kalau ancaman kan di atas 7 tahun," katanya.

Pelaku Klitih di Jalan Kenari Belum Tertangkap

Sari menerangkan proses peradilan perkara anak memiliki tata cara yang berbeda.

Pihaknya mengacu pada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang termuat dalam UU nomor 11 tahun 2012.

"Jadi memang secara khusus, sidang berlangsung tertutup. Lalu hakim tunggal, jika kasus berat menggunakan majelis. Hakim tidak memakai toga, terdakwa anak juga didampingi orangtua dan Balai Pemasyarakatan (Bapas),"terangnya.

"Masa penahanan juga jauh lebih singkat. Maksimal 15 hari. Nanti di penyidik 15 hari, penuntut umum 10 hari, di pengadilan 15 hari. Jadi sidang juga bisa setiap hari, karena 15 hari harus selesai, sangat cepat. Beda dengan dewasa yang lebih panjang masa penahanannya,"sambungnya

Ia menambahkan dalam perkara pidana anak, diperlukan beberapa pihak untuk bersinergi bersama. Mulai dari orangtua, sekolah, dan masyarakat.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved