Yogyakarta
Respons Dampak Kekeringan, Komisi A DPRD DIY Dorong Pemda DIY Jaga Ketersediaan Pangan
Hal ini disampaikan menyusul imbas musim kemarau panjang tahun ini yang mulai menimbulkan dampak di sektor pertanian berupa penurunan produksi bahan p
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Komisi A DPRD DIY mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) DIY memastikan ketersediaan pangan untuk masyarakat di wilayah DIY.
Hal ini disampaikan menyusul imbas musim kemarau panjang tahun ini yang mulai menimbulkan dampak di sektor pertanian berupa penurunan produksi bahan pangan jenis padi.
“Dampak kemarau panjang di DIY ini tak hanya menjadikan sejumlah daerah kekurangan air bersih untuk minum dan kebutuhan sehari-hari. Ribuan lahan pertanian juga mengalami gagal panen yang mengancam ketersediaan pangan. Kita mendotong Pemda DIY sigap merespon masalah ini,” kata Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, Kamis (17/9/2019).
• Siapkan Dokumen, Ini Jadwal Resmi CPNS dari Oktober 2019 hingga April 2020
Data dari koordinasi Komisi A beserta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta di kantor DPRD DIY kemarin, empat kabupaten yaitu Sleman, Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul dilaporkan mulai terkena dampak kekeringan di sektor pertanian akibat musim kemarau panjang.
• BPBD Sebut Penanganan Bencana Kekeringan Sudah Cukup Baik
Di empat wilayah tersebut, 28 kecamatan dilaporkan mulai terdampak kekeringan lahan pertanian dengan total luasan mencapai 6.208,5 hektar.
2921,5 hektar diantaranya mengalami fuso atau gagal panen.
Di sisi tingkat kerusakan, 193,5 hektar mengalami rusak berat, 855 hektar rusak sedang dan 2268,5 hektar mengalami rusak ringan.
“Dari laporan ini, Komisi A merekomendasikan Pemda DIY menyediakan sumber air minum dan sumber air bersih bagi masyarakat khususnya terdampak kekeringan. Kedua, khusus lahan pertanian agar Pemda mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan produk pertanian di lahan yang terdampak. Juga menjaga ketahanan pangan DIY,” kata Eko.
Berikutnya, Eko juga mendorong pihak Pemda dalam hal ini BPBD DIY agar memfasilitasi dan konsolidasi kepada masyarakat, swasta dan pihak lain yang akan memberikan bantuan air bersih, air minum dan bantuan lain.
Hal ini bertujuan untuk keperluan pemetaan wilayah terdampak dan pemerataan bantuan di masing-masing wilayah.
Pemda DIY juga dipersilahkan memakai dana APBD untuk keperluan alokasi bantuan air bersih dan kebutuhan logistik lainnya.
Untuk anggaran 2020 juga akan dilakukan redesain anggaran tanggap darurat dan siaga darurat. Untuk jangka panjang, akan ada pembahasan lanjutan untuk melindungi lahan pertanian dan resapan air dari alih fungsi lahan seperti pemukiman dan hotel.
• Komisi A Dorong Redesain APBD Untuk Tanggap Darurat dan Siaga Darurat Kekeringan Tahun 2020
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biworo Yuswantono mengatakan, sesuai hasil koordinasi dengan BMKG, ada waktu satu bulan untuk memastikan kekeringan di DIY tertangani dengan baik menyusul musim hujan yang diprediksi baru akan terjadi sekitar akhir November nanti.
Salah satu upaya BPBD, adalah melakukan koordinasi agar dropping air tepat sasaran.
“Kita selalu melakukan koordinasi ketika akan menyalurkan bantuan air bersih. Jadi tidak asal terima bantuan. Tapi kita atur dan tata. Daerah mana saja yang memang perlu bantuan. Jadi bantuan bisa merata dan maksimal. Sampai 11 Oktober kemarin total sudah 47.668.000 liter air bersih kita salurkan ke masyarakat yang butuh bantuan,” kata Biworo.
Menurut Biworo, dari empat kabupaten yang dilaporkan telah mengalami kekeringan, Kulon Progo dinyatakan tanggap darurat sejak 9 September lalu.
Status tanggap darurat ini bukan karena daerah tersebut terdampak kekeringan paling parah, melainkan karena kuota untuk distribusi air bersih tahun ini telah habis sehingga perlu bantuan dana tak terduga.
Sebagai upaya bersama mengatasi masalah kekeringan, Biworo mendorong gerakan massal mengembangkan sumur resapan, memelihara embung untuk tampungan air dan upaya lain untuk menahan air di tempat yang tepat.
Pasalnya, di beberapa wilayah DIY, kebutuhan air baik untuk konsumsi dan kebutuhan pertanian menjadi satu hal yang vital.
Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Panjang
Atas resiko yang ditimbulkan akibat kekeringan di wilayah DIY, pihak BMKG Yogyakarta memberi keterangan bahwa musim kemarau tahun ini diketahui lebih panjang sekitar 10 sampai 20 hari dari tahun lalu.
Salah satu sebabnya, adalah masih lemahnya angin baratan (monsun) sebagai penanda musim hujan.
Akibatnya, awal musim hujan juga mundur dari waktu norma.
• Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto: Pemda DIY Wajib Sediakan Air Bagi Warga Terdampak Kekeringan
“Ketika angun baratan (monsun asia) muncul menguat maka kita akan masuk musim hujan tetapi sampai Oktober ini angin baratan belum kuat masuk wilayah kita. Baru di wilayah utara dan tengah. Nah, sisi selatan seperti di wilayah DIY ini angin monsun belum kuat,” kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Djoko Budiono.
Faktor kedua penyebab kemarau lebih panjang, suhupermukaan di laut utara dan selatan Jawa masih anomali berupa dingin.
Artinya, saat udara dingin suplai uap air dari laut kecil sehingga pertumbuhan awan masih cukup sulit.
Prediksi kita, November nanti angin monsun menguat dan suhu hangat sehingga suplai pertumbuhan awam dan hujan tinggi,” kata Djoko. (TRIBUNJOGJA.COM)