Kulon Progo
Bandara NYIA Beroperasi Minimum Tanpa Perlindungan Sabuk Hijau
NYIA dimungkinkan belum punya pelindung alami dari ancaman bencana tsunami maupun abrasi saat operasi minimum akhir April 2019 ini.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
"Sudah kami sampaikan ke bupati, kalau ada tambak (sudah) kosong minta diuruk dan butuh bantuan kami pasti dibantu. Peralatan kami banyak, bolehlah kalau mau dipakai. Tapi bukan berarti kami yang terdepan," kata Taochid.
Dari catatan Tribunjogja.com, AP I kerap menyebut pembangunan NYIA sudah memperhitungkan risiko bencana yang mungkin dihadapinya dengan melibatkan para pakar dan akademisi serta ahli bidang terkait dari Jepang untuk membuat simulasi gempa dan tsunami di bandara baru tersebut.
Runway atau landasan pacu dibuat dalam ketinggian bidang 4 meter di atas permukaan laut serta lokasinya berada pada jarak 400 meter dari bibir pantai.
Sedangkan gedung terminal penumpang berada pada jarak lebih jauh dan konstruksinya dirancang untuk mampu bertahan ketika digoyang gempa berkekuatan hingga 8,8 Skala Richter serta tetetap kokoh sekalipun diterjang gelombang tsunami setinggi 4 meter.
Baca: Bandara NYIA Kulonprogo Tunggu Verifikasi Kemenhub, Jadwal Operasional Minimum Diprediksi Mundur
Lantai dua terminal yang tingginya 6 meter dari lantai dasar dikonsep sebagai tempat evakuasi sementara (TES) untuk penumpang dan komunitas bandara.
Jadi, ketika tsunami terjadi, penumpang tidak perlu panik dan langsung diarahkan untuk mengamankan diri di lantai dua.
Gedung terminal ini juga dilengkapi dengan konsruksi sacrifice column atau kolom yang dikorbankan ketika tsunami menerjang.
Letaknya ada di sisi terminal namun dalam konstruksi tersendiri.
Kolom ini membantu menggemboskan energi hempasan gelombang yang bersifat destruktif sebelum mencapai fisik terminal.
Selain itu, disediakan pula gedung crisis center yang berfungsi sebagai TES bagi orang dalam bandara maupun warga sekitar bandara.
Konstruksinya berupa gedung yang ditopang pilar-pilar tinggi dan dilengkapi ram pada akses masuknya.
Luasan bangunannya sekitar 4.000 mter persegi dan sanggup menampung hingga 1000 orang.
Ketika terjadi gempa dan alarm waspada tsunami berbunyi, pintu-pintu di samping gedung akan terbuka sehingga masyarakat bisa langsung mengaksesnya tanpa harus lari terlalu jauh ke tempat evakuasi. (*)