KOLOM 52
Toleransi Kian 'Terkoyak', Ada Apa dengan Jogja?
Polisi berjanji akan mengusut semua secara tuntas. Pengamat bilang ini ancaman bagi toleransi.
Tiba-tiba ada hasrat untuk mengawasi, membubarkan hingga melakukan tindakan atas apa yang dianggap mencemarkan ajaranya.
Ekspresi ini diperantarai pula oleh munculnya para demagog yang kini menjamur di media sosial atau mimbar.
Mereka yang cirinya adalah simplifikasi tiap masalah, mengadu domba dan mendorong rasa amarah.
'Sumbu panas' yang dikipas itulah yang membawa berbagai tindakan persekusi.
Tindakan yang dimotori pula oleh banyak anak-anak muda yang terdidik, mereka yang sedari awal ditanam pandangan intoleran serta lebih memilih bergaul dengan keyakinan sejenis.
Maka tindakan intoleran terpupuk oleh banyak kondisi. Secara objektif memang tak ada ruang dimana pembauran itu mudah.
Hampir minim kegiatan berbaur antar keyakinan difasilitasi terutama pada lembaga pendidikan.
Yogyakarta kini banyak memiliki lembaga pendidikan agama, tapi kita juga kurang memahami apakah lembaga itu mendorong budaya toleransi.
Riset malah menunjukkan sekolah di Yogya mengajarkan sikap fanatik dan intoleran.
Di samping memang minimnya penegakan hukum pada berbagai tindakan persekusi.
Sedang secara subyektif terbentuk banyak kecurigaan, prasangka dan stigma pada minoritas.
Terutama mereka yang dianggap kiri, LBGT, syiah hingga keyakinan yang berbeda.
Saat kecurigaan itu merebak dalam khutbah, tulisan hingga tindakan tak banyak upaya pencegahan.
Kita hanya cemas, tapi tak terlampau peduli. Semua seperti menunggu kemana semua tindakan itu akan bermuara.
Kini peristiwa yang patut disesalkan itu sudah terjadi. Memang banyak kalangan mengutuknya.