Lipsus Pelabuhan Tanjung Adikarto
Lokasi Pelabuhan Tanjung Adikarto Dinilai Kurang Tepat
Melihat pemilihan lokasi, beberapa pihak menilai pesisir DIY tidak cocok untuk pelabuhan.
Penulis: dnh | Editor: Ikrob Didik Irawan
Adanya pemecah gelombang berupa jetty pun dirasa tidak mampu mengatasi masalah.
Prof Sunarto mengatakan bahwa jetty yang tersusun dari tetrapod akan patah.
Dan menurutnya itu sudah terjadi saat ini dan terus diprediksi akan terus terjadi. Ia pun tidak terlalu yakin upaya untuk memperberat tetrapod dan memperpanjang jetty bisa mengurai masalah yang ada.
“Dasar pesisir pantai selatan dari Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo adalah karst, namun mulai dari Parangtritis ke Congot lebih rendah kemudian ada letusan Merapi dan menimbun itu, tebalnya sekitar 125 sampai 175 meter untuk ketemu base itu,” ujarnya.
“Oleh karena itu, semua bangunan Jetty yang ada di pantai selatan itu pasti patah, di Adikarto ada yang patah. Karena tidak ada pijakan yang kuat, tidak langsung ke basement, dia mengambang di pasir. Padahal pasirnya dinamik, kena air dia ikut, dia bisa patah,” lanjutnya.
Untuk diketahui, dari awal mula pembangunan 2004 hingga saat ini, tercatat sudah ada lima kali perubahan desain pemecah gelombang.
Yakni pada tahun 2003, 2005, 2008, 2011 dan 2013. Awal mula ditujukan untuk mengendalikan banjir dan mendukung pelabuhan.
Terkait dengan cocok atau tidaknya pesisir selatan termasuk di lokasi sekarang Tanjung Adikarto, Prof Sunarto mengatakan bahwa tidak perlu untuk terburu-buru menentukan tempat sebelum ada kajian yang menyeluruh.
“Sebetulnya merupakan PR bagi semua pihak, kalau menentukan lokasi sesuatu, harus ada assesment dulu, penilaian dulu, bisa atau tidak dan yang menilai itu mohon maaf bukan karena sudah terlanjur ditetapkan lokasinya baru Amdalnya misalnya, Amdalnya akhirnya mengikuti,” katanya.
Praktisi perencanaan tata ruang, Dambung Lamuara Djaja sependapat bahwa pesisir selatan DIY tidak cocok untuk khususnya dari Parangtritis hingga Congot untuk dijadikan pelabuhan.
Berbeda dengan di daerah Gunungkidul, di mana disana bisa dibangun pelabuhan yakni Sadeng, karena letaknya di sebuah teluk.
Pembangunan Tanjung Adikarto dinilai sebagai hal yang dipaksakan tanpa melihat dengan situasi dan kondisi alam yang ada.
“Terlebih di Gunungkidul juga tidak ada sungai yang berhulu di gunung berapi. Bisa kita lihat di pesisir selatan pulau Jawa sedikit terdapat pelabuhan, Sadeng di Gunungkidul berada di sebuah teluk. Sementara itu Cilacap itu tidak langsung menghadap laut lepas dan terlindungi Nusakambangan,” kata Dambung. (tribunjogja.com)