Lipsus Pelabuhan Tanjung Adikarto

Lokasi Pelabuhan Tanjung Adikarto Dinilai Kurang Tepat

Melihat pemilihan lokasi, beberapa pihak menilai pesisir DIY tidak cocok untuk pelabuhan.

Penulis: dnh | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Dwi Nourma Handito
Nelayan sedang menebar jala untuk menangkap ikan di kolam pelabuhan Tanjung Adikarto, Kulon Progo, belum lama ini. Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarto yang dibangun sejak tahun 2004 belum bisa dimanfaatkan sesuai tujuan awal, karena masalah gelombang besar dan sedimentasi. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dwi Nourma Handito

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pelabuhan Tanjung Adikarto terletak di Karangwuni, Wates, Kulonprogo, persis di pesisir bibir pantai selatan DIY, lokasi pintu masuknya yang juga merupakan muara sungai langsung berhadapan dengan laut selatan yang sudah terkenal sejak lama memiliki ombak yang ganas.

Melihat pemilihan lokasi, beberapa pihak menilai pesisir DIY tidak cocok untuk pelabuhan.

Belum lagi sorotan pembangunan di darat sudah selesai dan beberapa fasilitas menunjang sudah siap, tetapi bagian vitalnya sebagai pintu keluar masuk kapal tak mendukung.

Pemerintah masih mengusahakan agar masalah utama yang saat ini yakni gelombang besar dan sedimentasi bisa teratasi.

Untuk diketahui pembanguan Tanjung Adikarto adalah pembangunan yang melibatkan beberapa pihak, Pemkab, Pemda dan Kementerian.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Sigit Sapto Raharjo mengatakan ada kajian studi sekaligus redesign dari pelabuhan Tanjung Adikarto, agar pembangunan yang sudah menelan dana besar itu bisa termanfaatkan sesuai dengan tujuan awal.

Sigit mengatakan saat ini studi itu tengah berjalan dan ditangani oleh rekanan yang ada di Yogyakarta.

Biaya untuk itu sebut Sigit senilai Rp 1,8 miliar.

Salah satu yang akan ditunggu hasilnya adalah cara mengatasi sedimentasi yang ada, atau yang disebut Sigit sebagai manajemen sedimentasi.

Pakar Geomorfologi Pesisir UGM, Prof Sunarto mengatakan sedimentasi di pesisir selatan DIY khususnya dari Parangtritis hingga Conggot akan terus terjadi.

Terutama di muara-muara sungai dan sedimentasi akan tinggi saat kemarau.

Selain itu sumber pasir sedimentasinya masih ada, yakni dari gunung Merapi dan terbawa di aliran sungai-sungai yang berhulu di sekitar Merapi.

Pasir akan terbawa hingga ke lautan dan akan terus menyuplai ke pantai dan muara sungai.

“Gelombang juga (tinggi) dan terus menerus. Jelas iya (gelombang tinggi memperparah sedimentasi). Gelombang ini menimbulkan arus, arus yang membawa pasir dan gelombang juga yang membawa pasir dari laut ke darat,” ujarnya belum lama ini.

Adanya pemecah gelombang berupa jetty pun dirasa tidak mampu mengatasi masalah.

Prof Sunarto mengatakan bahwa jetty yang tersusun dari tetrapod akan patah.

Dan menurutnya itu sudah terjadi saat ini dan terus diprediksi akan terus terjadi. Ia pun tidak terlalu yakin upaya untuk memperberat tetrapod dan memperpanjang jetty bisa mengurai masalah yang ada.

“Dasar pesisir pantai selatan dari Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo adalah karst, namun mulai dari Parangtritis ke Congot lebih rendah kemudian ada letusan Merapi dan menimbun itu, tebalnya sekitar 125 sampai 175 meter untuk ketemu base itu,” ujarnya.

“Oleh karena itu, semua bangunan Jetty yang ada di pantai selatan itu pasti patah, di Adikarto ada yang patah. Karena tidak ada pijakan yang kuat, tidak langsung ke basement, dia mengambang di pasir. Padahal pasirnya dinamik, kena air dia ikut, dia bisa patah,” lanjutnya.

Untuk diketahui, dari awal mula pembangunan 2004 hingga saat ini, tercatat sudah ada lima kali perubahan desain pemecah gelombang.

Yakni pada tahun 2003, 2005, 2008, 2011 dan 2013. Awal mula ditujukan untuk mengendalikan banjir dan mendukung pelabuhan.

Terkait dengan cocok atau tidaknya pesisir selatan termasuk di lokasi sekarang Tanjung Adikarto, Prof Sunarto mengatakan bahwa tidak perlu untuk terburu-buru menentukan tempat sebelum ada kajian yang menyeluruh.

“Sebetulnya merupakan PR bagi semua pihak, kalau menentukan lokasi sesuatu, harus ada assesment dulu, penilaian dulu, bisa atau tidak dan yang menilai itu mohon maaf bukan karena sudah terlanjur ditetapkan lokasinya baru Amdalnya misalnya, Amdalnya akhirnya mengikuti,” katanya.

Praktisi perencanaan tata ruang, Dambung Lamuara Djaja sependapat bahwa pesisir selatan DIY tidak cocok untuk khususnya dari Parangtritis hingga Congot untuk dijadikan pelabuhan.

Berbeda dengan di daerah Gunungkidul, di mana disana bisa dibangun pelabuhan yakni Sadeng, karena letaknya di sebuah teluk.

Pembangunan Tanjung Adikarto dinilai sebagai hal yang dipaksakan tanpa melihat dengan situasi dan kondisi alam yang ada.

“Terlebih di Gunungkidul juga tidak ada sungai yang berhulu di gunung berapi. Bisa kita lihat di pesisir selatan pulau Jawa sedikit terdapat pelabuhan, Sadeng di Gunungkidul berada di sebuah teluk. Sementara itu Cilacap itu tidak langsung menghadap laut lepas dan terlindungi Nusakambangan,” kata Dambung. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved