Kemiskinan dan Pemiskinan Faktor Menjamurnya Anak Terlantar Menjadi Anak Jalanan

Bukan hanya pemikiran dangkal bahwa faktor utamanya hanya kemiskinan, kurang perhatian dan salah pergaulan.

Penulis: app | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Padhang Pranoto
Dianggap meresahkan masyarakat, delapan anak jalanan ditangkap oleh Satuan Sabhara Polres Klaten. Sebagai sanksinya, rambut mereka dicukur dan orangtua anak-anak tersebut dipanggil untuk dibina oleh Satuan Bina Masyarakat (Binmas). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Anak jalanan merupakan masalah pelik yang mengiringi pertumbuhan suatu kota, terutama kota besar.

Pembicaraan tentang efek negatif dari anak jalanan seperti debat kusir yang sama sekali tidak menghasilkan solusi.

Berbagai macam kebijakan dibuat untuk menekan pertumbuhan remaja dan anak-anak yang dianggap "mengusik" keharmonisan kota tersebut.

Jika ditelaah lebih jauh banyak faktor yang menyebabkan anak-anak tersebut terpaksa turun ke jalan.

Bukan hanya pemikiran dangkal bahwa faktor utamanya hanya kemiskinan, kurang perhatian dan salah pergaulan.

Ahmad Syaifuddin, Board Save Street children Yogyakarta yaitu komunitas sejak 2011 yang konsen pada pendampingan anak jalanan memiliki pandangan lebih dalam terkait fenomena anak jalanan.

Didin sapaan akrabnya mengamini bahwa memang kemiskinan merupakan salah faktu faktor munculnya anak jalanan.

Tetapi hal tersebut diperparah dengan istilah "pemiskinan" yang ditimbulkan dari berbagai kebijakan pemerintah, Rabu (12/10/2016)

"Seperti yang kita cermati di Kota Yogyakarta kebijakan seperti relokasi dan lain sebagainya juga berdampak ke anak. Keluarga yang dulu berjualan didaerah tersebut tidak bisa jualan lagi dan anak-anaknya terpakasa terlantar dan ke jalan. Kebijakan selama tiga tahun terakhir ini tidak berpihak pada kaum miskin kota," jelasnya.

Pemiskinan tersebut yang menjadi efek domino munculnya berbagai masalah di dalam keluarga seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan lain sebagainya.

Tentu dalam kasus tersebut anaklah yang menjadi korban karena terlantar. Notabene anak terlantar adalah embrio dari anak jalanan.

Sebelum tahun 2014, Yogyakarta dikenal sebagai kota yang ramah pada anak jalanan karena infrastruktur yang lebih maju dan ramah tamah wargannya.

Namun setelah keluar Peraturan Daerah No 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis pandangan tersebut terhapuskan.

"Perda gepeng bukan suatu solusi tetapi ancaman bagi mereka. Setelah ada perda tersebut pemerintah sering menangkap anak-anak dan remaja di jalanan. Sehingga mereka harus selalu mobile untuk bisa survive," ujarnya.

Bukan hanya sekedar menangkap, beberapa dari anak jalanan juga harus menerima perlakuan yang kurang bail dari petugas.

Hal tersebut tidak hanya dialami anak jalanan yang masih remaja tetapi juga pada anak-anak. (*)

Halaman
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved