376 Spesies Ular di Indonesia, Pengembangan Serum Antibisa Belum Signifikan
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa kecelakaan akibat gigitan ular bukan lagi neglected disease, karena semakin banyak peneliti peduli
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Ringkasan Berita:
- Di tengah krisis ketersediaan serum antibisa terhadap gigitan ular, hadir terobosan antibodi llama dan alpaka yang dinilai mampu membantu penanganan medis.
- Inovasi ini selaras dengan riset dalam negeri yang mulai mengembangkan serum antibisa modern serta karakterisasi bisa ular lokal
- Dosen Fakultas Biologi UGM Donan Satria Yudha, S.Si., M.Sc., menjelaskan bahwa kemajuan riset tersebut menunjukkan kemampuan peneliti dalam memanfaatkan organisme
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 376 spesies ular ada di Indonesia. Banyaknya jumlah spesies itu meningkatkan risiko gigitan ular. Hingga Oktober 2025, ada 8.721 kasus dengan 25 kematian.
Di tengah krisis ketersediaan serum antibisa, hadir terobosan antibodi llama dan alpaka yang dinilai mampu membantu penanganan medis.
Inovasi ini selaras dengan riset dalam negeri yang mulai mengembangkan serum antibisa modern serta karakterisasi bisa ular lokal untuk memperkuat kesiapan Indonesia menghadapi ancaman kasus gigitan ular.
Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Donan Satria Yudha, S.Si., M.Sc., menjelaskan bahwa kemajuan riset tersebut menunjukkan kemampuan peneliti dalam memanfaatkan organisme, termasuk hewan, sebagai sumber solusi kesehatan.
Ia menilai antibodi pada llama dan alpaka terbukti efektif membantu penyembuhan korban gigitan ular berbisa.
“Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa kecelakaan akibat gigitan ular bukan lagi neglected disease, karena semakin banyak peneliti peduli dan mengembangkan antibisa dengan efektivitas tinggi,” paparnya, Senin (17/11/2025).
Meski demikian, Donan menyebut bahwa pengembangan serum antibisa di Indonesia masih belum signifikan.
Perkembangan baru terlihat tiga tahun terakhir melalui inisiatif penelitian dari BRIN, Kementerian Kesehatan, dan berbagai perguruan tinggi.
Indonesia hingga kini hanya memiliki satu tipe serum antibisa polivalen, sehingga dibutuhkan pengembangan serum yang dapat menangani gigitan berbagai spesies ular berbisa.
Di UGM, Donan menyebut adanya tim Venom Research Group yang terdiri dari dosen lintas fakultas dan telah menyelesaikan penelitian karakterisasi bisa (profiling venom) pada ular kobra jawa (Naja sputatrix).
“Penelitian tersebut sudah selesai dan akan dilanjutkan dengan spesies ular berbisa lainnya,” ungkapnya.
Hadapi tantangan
Tantangan lain dalam pengembangan serum antibisa muncul dari kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Setiap wilayah memiliki spesifikasi ular berbisa yang berbeda, sehingga sulit menentukan komposisi serum yang cocok untuk seluruh daerah.
| Musim Ular Bertelur Mulai September 2025 hingga April 2026, Ini Buktinya |
|
|---|
| Sepasang Ular Kobra Jawa Sembunyi di Bawah Lantai Rumah Warga Klaten, Telurnya Puluhan |
|
|---|
| Bagaimana Retinopati Diabetik Menjadi Ancaman bagi Penglihatan? |
|
|---|
| UGM dan Telkom Dirikan AI Center, Dorong Lahirnya Inovasi Digital yang Lebih Dekat dengan Masyarakat |
|
|---|
| Ruang Kelas Berubah Jadi Mini Redaksi saat Mahasiswa Yogyakarta Latihan Menjadi Wartawan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/snake-ular-berbisa.jpg)