Saksi Kata Bakso Mengandung Babi

Ketua DMI Klarifikasi soal Logo DMI di Spanduk Warung Bakso Babi Ngestiharjo Bantul

Begini klarifikasi dari Ketua DMI Ngestiharjo soal spanduk di warung bakso babi dengan logo DMI yang viral di medsos.

Ringkasan Berita:
  • Ketua DMI Ngestiharjo mengungkapkan, spanduk keterangan bakso babi yang viral di medsos merupakan inisiatif dari DMI.
  • Spanduk bakso babi dibuat untuk memperingati masyarkat Muslim agar tidak jajan di warung bakso babi, bukan mendukung penjualan bakso babi.
  • DMI mengimbau semua pengusaha kuliner nonhalal jujur dan memberi keterangan yang jelas bahwa produknya tidak halal, agar masyarakat Muslim tidak mampir jajan.

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Arif Widodo, buka suara soal logo DMI di spanduk warung bakso babi yang sempat viral di media sosial.

Seperti diketahui, video dan foto warung babi di wilayah Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul, DIY, menjadi perbincangan hangat di media sosial usai diunggah oleh pemilik akun Instagram @oktadenta.

Dalam video dan foto yang viral tersebut, tampak warung bakso babi didatangi pengunjung yang berhijab.

Dalam unggahan itu disebutkan, spanduk dipasang karena keresahan warga yang melihat sejumlah perempuan berhijab makan di warung tersebut.

Spanduk bakso babi merupakan inisiatif DMI Ngestiharjo

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Arif Widodo, saat ditemui Tribun Jogja, Oktober 2025.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Arif Widodo, saat ditemui Tribun Jogja, Oktober 2025. (YouTube Tribun Jogja)

Arif menerangkan, DMI Ngestiharjo berinisiatif untuk membuat spanduk dengan keterangan “bakso babi” sebagai cara untuk memperingati masyarakat Muslim agar tidak mampir ke warung bakso babi.

Ia juga mengatakan, logo DMI disematkan di spanduk untuk memperingati masyarakat, bukan sebagai bentuk dukungan terhadap warung bakso babi di Ngestiharjo. 

Meski begitu, pihak DMI juga tidak melarang adanya warung babi di Ngestiharjo tersebut.

“Ada yang menyampaikan bahwa DMI kok malah masang (spanduk, -red.) bakso babi begitu ya, seolah-olah memberikan support (dukungan). Enggak, kita berikan klarifikasi, semuanya kita klarifikasi ya waktu itu bahwa DMI itu adalah satu-satu lembaga dakwah di sekitar kita yang kemudian memberanikan diri memberikan warta, kejelasan, bahwa di situ dijual bakso babi begitu ya,” kata Arif kepada Tribun Jogja, dikutip dari video SaksiKata di YouTube Tribun Jogja, Jumat (31/10/2025).

“Memang di situ ada tulisan logo DMI Ranting Ngestiharjo. Siapa yang nulis itu? DMI. Jadi kalau ada apa-apa, nanti DMI itu yang memberikan satu statement (pernyataan) itu ya. Nah, jangan lagi kemudian di roosting, jangan digoreng-goreng ya,” ujarnya.

Pihak DMI Ngestiharjo berharap, dengan adanya spanduk bakso babi, masyarakat Muslim bisa membaca dan tidak salah memilih tempat makan.

“Masa DMI Dewan Masjid Indonesia kok men-support penjualan bakso babi? Sama sekali tidak. (Melalui spanduk) kita hendak menyampaikan warta kepada masyarakat supaya tidak kecele lagi, masyarakat yang lewat di situ tidak kemudian mampir karena (sudah, -red.) ada publikasi bakso babi itu,” tutur Arif.

Menurut keterangan Arif, masyarakat sekitar Ngestiharjo sudah tahu bahwa warung bakso tersebut memang menjual bakso babi.

“Memang masyarakat di sekitar kita sudah paham,” katanya.

Spanduk dibuat oleh DMI untuk mengantisipasi agar masyarakat di luar wilayah Ngestiharjo yang beragama Islam tidak mampir beli bakso.

“Sehingga tidak lagi kemudian (ada) muslim yang kemudian mampir di situ untuk jajan,” ujar Arif.

Kepada Tribun Jogja, Arif mengatakan, Saidon, pemilik warung bakso babi di Ngestiharjo kooperatif saat DMI hendak memasang spanduk peringatan bakso babi.

“Pak Saidon-nya itu kooperatif (dia bilang) ‘silakan dipasang saja’ begitu, dan kemudian dipasang di situ sudah mulai kita pasang itu di Januari 2025, sebenarnya sudah lama sekali,” ungkap Arif.

Baca juga: Kata Ketua RT soal Bakso Babi di Bantul, Pemilik Pilih Tidak Komentar

Baca juga: Viral Warung Bakso Babi di Bantul, Ternyata Sudah Puluhan Tahun Tidak Dipasang Informasi NonHalal

Baca juga: Kasus Warung Bakso Babi di Ngestiharjo Bantul, Pemda DIY Sebut Pentingnya Label Halal dan Nonhalal

Imbauan DMI kepada pengusaha kuliner nonhalal

Arif mengimbau agar para pengusaha kuliner nonhalal memberikan peringatan kepada masyarakat bahwa produk yang dijual tidak halal.

“Jadi begini, kita menghimbau kepada seluruh pengusaha, terutama pengusaha makanan atau kuliner, sampaikan publikasi itu betul-betul apa adanya. Sehingga apa? Tidak mencederai masyarakat muslim yang mestinya (tahu) itu haram, ya, berstatus haram,” imbaunya.

“Kalau memang itu halal, sampaikan di itu memang ada legal halalnya. Tapi kalau tidak jangan sekali-kali mencantumkan di situ halal. Itu sebagai peringatan kita semuanya. Karena apa? Karena kita mempunyai upaya untuk melindungi konsumen,” tutur Arif.

Tanggapan Sekda DIY

Sekda DIY, Ni Made Dwi Panti Indrayanti.
Sekda DIY, Ni Made Dwi Panti Indrayanti. (TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO)

Diwartakan Tribunjogja.com, Senin (27/10/2025), Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menyampaikan bahwa pemerintah daerah memiliki aturan yang menjadi dasar hukum bagi pelaku usaha dalam memastikan kehalalan produk.

https://jogja.tribunnews.com/diy/1197810/kasus-warung-bakso-babi-di-ngestiharjo-bantul-pemda-diy-sebut-pentingnya-label-halal-dan-nonhalal

“Seharusnya memang ada informasi terkait hal itu (kandungan babi pada bakso) agar konsumen juga tidak dijerumuskan untuk hal-hal yang dilarang. Tapi karena tidak ketahuan (mengandung babi), menjadi salah. Harapan saya supaya jangan meledak seperti kasus di Solo yang ayam goreng,” ujar Made.

Menurutnya, Pemerintah Daerah (Pemda)  DIY memiliki sejumlah program yang membantu pelaku usaha dalam memperoleh sertifikasi halal, di antaranya melalui Dinas Koperasi dan UKM.

“Makanya ada program fasilitasi sertifikasi halal dari pemerintah, termasuk yang dilakukan oleh Pemda DIY antara lain melalui Dinas Koperasi dan UKM DIY,” katanya.

Peringatan produk nonhalal di mata hukum

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yuna Pancawati, menjelaskan bahwa terdapat beberapa regulasi daerah yang mengatur tentang jaminan produk halal.

Ia menilai kasus ini berkaitan dengan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 5 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27 Tahun 2018 tentang Pengawasan dan Sertifikasi Produk Halal.

“Perda Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang jaminan produk halal di DIY. Aturan ini mencakup kewajiban bagi pelaku usaha di wilayah DIY untuk menjamin bahwa produk yang diproduksi atau diperdagangkan memenuhi standar halal. Ini juga mencakup kewajiban untuk mencantumkan label halal pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar,” jelasnya.

Aturan tersebut, kata Yuna, juga mengatur mekanisme pendaftaran produk halal agar mendapatkan sertifikat dari lembaga yang diakui, serta memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan. 

“Soal sertifikasi halal, kewenangan kami juga diatur dalam Perda ini, yakni melakukan penyuluhan kepada pelaku usaha tentang pentingnya produk halal dan proses sertifikasinya. Sedangkan, Pergub Nomor 27 Tahun 2018 memberikan penjabaran lebih lanjut terkait pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2014,” papar Yuna.

Sebagai informasi, dalam Pergub Nomor 27 Tahun 2018, telah diatur hal-hal teknis seperti prosedur pengajuan sertifikasi halal dan mekanisme pengawasan produk yang beredar. 

“Pergub ini juga menyatakan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah DIY dan lembaga sertifikasi halal yang diakui, seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia). Pemda DIY melalui dinas terkait juga melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya produk halal, termasuk cara memperoleh sertifikat halal, serta aturan penggunaan logo halal pada produk makanan,” jelasnya.

Yuna menegaskan, pemerintah daerah berwenang melakukan pengawasan dan dapat memberikan sanksi administratif apabila ditemukan pelanggaran, seperti tidak mencantumkan label halal atau menjual produk yang tidak sesuai standar. 

“Kami memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasar memenuhi standar halal, serta memberikan edukasi kepada pelaku usaha tentang prosedur sertifikasi halal. Kami juga bekerja sama dengan MUI dan lembaga lainnya dalam memberikan sertifikasi halal kepada produk yang memenuhi persyaratan,” pungkasnya.

(Tribunjogja.com/ANR/R.Hanif Suryo Nugroho)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved