Perpadi Dorong Fortifikasi Beras untuk Tekan Stunting dan Anemia
Melalui inovasi beras fortifikasi beras yang diperkaya vitamin dan mineral mereka ikut mendorong lahirnya generasi Indonesia yang lebih sehat.
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
Burhannudin juga menyebut, program fortifikasi pangan telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Pemerintah menargetkan penguatan intervensi gizi melalui makanan pokok, dan Perpadi siap mendukung penuh kebijakan itu.
“Ini bentuk komitmen kami mendukung program pemerintah untuk menurunkan stunting lewat peningkatan gizi masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Satgas Pengendalian Pangan DIY Sidak Pasar Kranggan, Temukan Pedagang Beras yang Jual Melebihi HET
Dukungan Teknis Internasional, Produksi Lebih Berkualitas
Upaya fortifikasi beras di Indonesia turut mendapat dukungan teknis dari TeknoServe, melalui koalisi internasional Millers for Nutrition.
Program ini memberikan pendampingan langsung bagi penggilingan padi yang ingin memproduksi beras fortifikasi mulai dari pelatihan teknis, konsultasi produksi, hingga pengujian mutu.
“Kami bantu mereka belajar cara membuat kernel beras fortifikasi, bagaimana mencampurnya agar homogen, hingga pengujian laboratorium sesuai standar nasional,” terang Evelyn, perwakilan TeknoServe.
Pendampingan ini diberikan gratis, terutama bagi penggilingan kecil dan menengah yang kesulitan menanggung biaya uji mikronutrien. Evelyn menyebut, antusiasme pelaku usaha terhadap program ini meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir.
“Mereka melihat ada peluang bisnis sekaligus kontribusi untuk kesehatan masyarakat. Banyak yang mulai tertarik belajar proses produksinya,” ujarnya.
Menurutnya, fortifikasi beras menjadi solusi efektif karena tidak mengubah kebiasaan makan masyarakat Indonesia.
“Kalau fortifikasinya tepat, nasi tetap sama tidak berubah rasa maupun warna. Bedanya, kandungan gizinya lebih lengkap,” jelas Evelyn.
Ia juga menyoroti fenomena ‘hidden hunger’ atau kelaparan tersembunyi kekurangan zat gizi mikro yang tidak tampak secara fisik, namun berdampak besar bagi kesehatan.
“Dua dari tiga ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, dan itu berpengaruh pada bayi yang lahir dengan berat badan rendah atau stunting,” ungkapnya.
Data Kementerian Kesehatan (2023) mencatat, konsumsi beras nasional mencapai 81 kilogram per kapita per tahun. Namun, asupan zat gizi mikro seperti zat besi, zinc, dan asam folat masih tergolong rendah. Program suplementasi tablet besi-folat bagi ibu hamil pun belum menjangkau seluruh sasaran.
Dengan fortifikasi beras, harapannya setiap butir nasi yang dimakan masyarakat Indonesia membawa manfaat lebih bukan sekadar mengenyangkan, tapi juga menyehatkan.
( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )
| Evaluasi MBG, Pemkab Gunungkidul Panggil Kepala SPPG Usai Kasus Keracunan Massal |
|
|---|
| Kisah Eras Yudhanto, Pemuda Jogja Lestarikan Budaya Lewat Bregada Prajurit PJ2 |
|
|---|
| Info Pendidikan: EHEF 2025 Hadir di GIK UGM, 87 Kampus Eropa Tawarkan Beasiswa |
|
|---|
| Kata Sri Sultan HB X Tanggapi Keracunan MBG yang Kembali Berulang |
|
|---|
| Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik DIY Hari ini Jumat 31 Oktober 2025 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.