Filosofi Upcycle Eko Nugroho: Seni Kreatif Jadi Solusi, Mengubah Sampah Menjadi Estetika Baru
Eko Nugroho, melihat seni kreatif sebagai salah satu solusi konkret terhadap permasalahan lingkungan yang kini dihadapi, khususnya krisis sampah.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Seniman kontemporer internasional asal Yogyakarta, Eko Nugroho, melihat seni kreatif sebagai salah satu solusi konkret terhadap permasalahan lingkungan yang kini dihadapi, khususnya krisis sampah.
Dalam podcast "Jejak Hijau," Eko Nugroho membagikan pengalamannya mengubah limbah plastik yang dianggap tidak berguna (sampah) menjadi karya seni monumental melalui proses upcycle.
Kepedulian Eko terhadap sampah bukanlah hal baru; kegelisahan itu sudah muncul sejak ia masih kuliah di tahun 1997.
Ia mulai bereksperimen menggunakan berbagai objek temuan mulai dari kertas, majalah, hingga bungkus plastik sebagai medium untuk karya-karya dua dimensional.
Namun, eksplorasi limbah secara masif baru dimulai sejak 2017 melalui sebuah proyek besar di Bali.
"Di tahun 2017 kemudian ada sebuah projek yang kemudian projek ini ada di area turis di Bali waktu itu, area turis yang benar-benar dalam perspektif saya area turis ini banyak menciptakan sampah sebenarnya, produksi sampah yang luar biasa banyak," kata Eko.
Proyek ini menjadi titik balik Eko Nugroho dalam berkarya.
Ia merespons produksi sampah yang masif di area wisata turis dengan membangun instalasi seni berukuran kolosal yang terbuat dari sampah plastik.
Karya tersebut memiliki tinggi 10 meter dan lebar 7,5 meter, sepenuhnya meng-cover fasad Potato Head Beach Club dan bertahan selama dua tahun.
Untuk mewujudkan karya seni raksasa ini, Eko bekerja sama dengan depo pengumpulan sampah di Yogyakarta dan Bali.
Baca juga: Profesor UGM: Hilirisasi dan SDM Jadi Kunci Indonesia Kuasai Energi Hijau Global
Meskipun konsepnya terinspirasi dari limbah di area wisata Bali, produksi karya lebih banyak dilakukan di Yogyakarta karena pertimbangan biaya dan kerja sama dengan tim artisan lokal.
"Dari situlah proyek pertama kali saya bikin karya sampah plastik secara masif secara besar artinya secara skalanya gede," jelas seniman yang kini fokus pada proses upcycle tersebut.
Eko berpendapat bahwa ketika sampah diolah, sudah selayaknya sampah tersebut kembali ke masyarakat dalam wujud yang berbeda.
Melalui medium seni patung, lukisan, atau instalasi, sampah plastik di-make up menjadi sesuatu yang berharga dan tidak lagi terlihat sebagai limbah.
Karya-karya upcycle ini kemudian dihargai dan layak berada di ruang galeri, museum, interior, hingga ruang publik.
Pandangan ini memberikan harapan, khususnya bagi generasi muda, bahwa seni kreatif dapat menjadi aktivasi nyata dalam upaya menuju bumi yang lebih baik.
Seniman perupa asal Jogja ini menunjukkan bahwa limbah plastik yang menjadi masalah besar dapat disulap menjadi jawaban atas krisis, memberikan dampak positif sekaligus edukatif. (*)
PSEL DIY Ditargetkan Beroperasi 2027, Pakar Ingatkan Pentingnya Perubahan Perilaku Masyarakat |
![]() |
---|
Darurat Sampah Belum Usai, Rencana PSEL di DIY Terganjal Syarat Pasokan dan Masa Kontrak |
![]() |
---|
Generasi Z Mulai Jauh dari Sayur dan Buah Saat Camilan Instan Merajalela |
![]() |
---|
Pangan Lokal Kaya Serat Jadi Jalan Tengah Atasi Stunting dan Obesitas |
![]() |
---|
SDM dan Industri Lokal Jadi Kunci Ekosistem Energi Bersih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.