Guru Besar UGM Dorong Transisi Energi Bersih Harus Tumbuhkan Ekonomi Lokal, Jauhi Risiko Impor

Perjalanan Indonesia menuju energi yang bersih, rendah karbon, dan terbarukan adalah impian besar yang menuntut kolaborasi kuat

Editor: Hari Susmayanti
Dok Istimewa
ENERGI BERSIH: Dua Guru Besar UGM, Prof. Hermin Indah Wahyuni (tengah) dan Prof. Deendarlianto (kanan), berbagi pandangan dalam podcast Jejak Hijau tentang cara mencapai target energi bersih dan menghindari risiko impor. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perjalanan Indonesia menuju energi yang bersih, rendah karbon, dan terbarukan adalah impian besar yang menuntut kolaborasi kuat. 


Namun, keberhasilan agenda ini sangat bergantung pada tata kelola sistem yang baik dan strategi ekonomi yang tepat, bukan hanya teknologi.


Hal ini ditekankan oleh dua Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, S.IP., M.Si., dan Prof. Dr. Eng. Deendarlianto, S.T., M.Eng., dalam podcast yang membahas komunikasi dan transisi energi nasional.


Prof. Hermin menegaskan bahwa tujuan utama untuk energi bersih harus didukung oleh semua pihak, mulai dari ilmuwan, pemerintah, hingga media. 


Tantangannya adalah memastikan bahwa sistem dan kebijakan berjalan selaras dengan impian tersebut.


“Hal ini semua mendapat tantangan dari masing-masing ya saya kira tadi dunia sains juga sedang berusaha untuk bagaimana ini dioptimalkan,” ujar Prof. Hermin.


Beliau menyoroti, aspek sosial dan sistem harus ditata agar teknologi yang sudah siap tidak menghadapi kendala implementasi. Kegagalan tata kelola bisa membebani seluruh proses.


“Ini adalah masa depan indonesia, cuma masalahnya kan ditengah isu trust yang perlu kita tata kalau dari sisi sosial. Karna kalau ga trust waduh berat,” tambahnya, mengganti fokus sensitif menjadi perlunya membangun kepercayaan pada sistem.


Prof. Hermin menyimpulkan bahwa transisi ini bukan masalah ingin atau tidak, melainkan keharusan agar Indonesia tidak mengalami ketergantungan energi dari luar.


Sementara itu, Prof. Deendarlianto menekankan bahwa transisi dari energi fosil ke energi terbarukan harus membawa keuntungan nyata bagi rakyat dan ekonomi. 


Pengembangan teknologi harus didasarkan pada filosofi QCISM (Quality, Cost, Delivery, Safety, Moral). Ia memperingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengejar target energi terbarukan.


“Namun kita pernah mengkaji dari sisi ekonomi ya, dengan mempertimbangkan beberapa aspek pengembangan teknologi di dalamnya, kemudian kebersihan lingkungan dan ternyata kalau kita mengikuti target tersebut akan ada peningkatan nilai ekonomi di masa mendatang,” terangnya.


Prof. Deendarlianto juga memperingatkan adanya risiko impor jika perencanaan tidak matang.


“Jangan sampai dalam rangka mengejar energi bauran kita mendorong energi terbarukan setinggi mungkin ujung-ujungnya impor,” tegas Prof. Deendarlianto.


Ia berharap pengalaman masa lalu, di mana terjadi oversupply listrik karena pertumbuhan industri yang lambat, tidak terulang. 


Pengembangan energi bersih harus mendorong pertumbuhan industri dan lapangan kerja baru di dalam negeri, bukan malah membebani masyarakat. (*)

 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved