Jejak Hijau
Benarkah Minyak Kelapa Sawit Tidak Sehat? Ini Kata Ahli Pangan
Ia menekankan empat prinsip penggunaan yakni porsi wajar, variasi sumber minyak, teknik menggoreng yang tepat, dan frekuensi konsumsi.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - Apakah minyak sawit tidak sehat?
Pertanyaan itu berulang dalam perdebatan global.
Menurut Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc, Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, label “tidak sehat” sering lahir dari konteks diet negara maju.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam program Jejak Hijau Tribun Jogja, literasi digital untuk bumi yang berkelanjutan.
Ia menjelaskan, kampanye sejak era 1980-an di Barat menuding lemak jenuh sebagai biang penyakit degeneratif.
Di sana, asupan lemak jenuh banyak berasal dari daging dan susu, bukan dari minyak goreng.
“Nasihat itu sebenarnya cocok untuk pola makan mereka,” kata Prof Sri.

Sawit memang memiliki fraksi lemak jenuh lebih tinggi dibanding sebagian minyak subtropis.
Namun, kesehatan dipengaruhi pola konsumsi keseluruhan, bukan satu komoditas semata.
“Yang bermasalah sering kali bukan pangannya, tetapi cara kita menggunakannya,” ujarnya.
Ia menekankan empat prinsip penggunaan yakni porsi wajar, variasi sumber minyak, teknik menggoreng yang tepat, dan frekuensi konsumsi.
Konsumsi berlebihan tetap berisiko.
Prof Sri mengajak publik membedakan ilmu gizi dan propaganda dagang.
Narasi “palm-oil-free” di label pangan Eropa tak jarang mencampur sains dan isu pasar. Karena itu, edukasi berbasis riset menjadi krusial.
Di sisi lain, industri perlu meningkatkan kualitas: meminimalkan oksidasi minyak, menjaga rantai dingin untuk produk tertentu, dan memastikan standar keamanan pangan terpenuhi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.