Pemda DIY Perkuat Transparansi Pengadaan, UMKM Didorong Masuk Sistem e-Purchasing
Pemda DIY terus memperkuat sistem pengadaan barang dan jasa melalui peningkatan transparansi, pengawasan berlapis
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Ringkasan Berita:
- Pemda DIY terus memperkuat sistem pengadaan barang dan jasa melalui peningkatan transparansi, pengawasan berlapis, dan perluasan partisipasi pelaku usaha lokal.
- Proses seleksi penyedia dijalankan secara ketat dan profesional. Seleksi dilakukan melalui metode tender maupun pembelian langsung, sesuai kategori dan nilai paket pekerjaan.
- Terbukanya peluang UMKM masuk ke ekosistem pengadaan pemerintah. Produk UMKM kini dapat masuk melalui e-purchasing untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian kantor.
TRIBUNJOGJA.COM- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus memperkuat sistem pengadaan barang dan jasa melalui peningkatan transparansi, pengawasan berlapis, dan perluasan partisipasi pelaku usaha lokal.
Upaya tersebut ditegaskan dalam diskusi publik Ngopi Bareng Pejabat Pengadaan yang menghadirkan Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiantoro, serta Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Muda Setda DIY, Pranowo.
Keduanya menekankan bahwa pengadaan pemerintah merupakan salah satu fungsi strategis yang bukan hanya menentukan kualitas pelayanan publik, tetapi juga memiliki dampak ekonomi langsung bagi pelaku usaha lokal, terutama UMKM.
Karena itu, proses seleksi penyedia harus dijalankan secara ketat dan profesional untuk menjaga integritas sistem.
Dalam penjelasannya, Pranowo memaparkan bahwa pengadaan pemerintah memiliki mekanisme yang berbeda dari praktik bisnis umum. Seluruh proses dimulai dari perencanaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“OPD mengajukan pekerjaan apa yang mau dilaksanakan ke tempat kami. Setelah rapat dan proses di Biro Pengadaan selesai, kami tetapkan pemenangnya dan kami kembalikan lagi ke OPD untuk dikontrak,” ujarnya.
Prinsip kompetisi
Menurut dia, sekalipun teknologi mempercepat banyak prosedur, prinsip kompetisi tetap tidak dapat dinegosiasikan.
“Tetap harus ada seleksi untuk memastikan penyedia jasa atau produsen yang terpilih berkualitas. Tidak bisa sembarangan,” katanya.
Seleksi dilakukan baik untuk pengadaan melalui metode tender maupun pembelian langsung, sesuai kategori dan nilai paket pekerjaan.
Pranowo menegaskan bahwa kualitas menjadi salah satu faktor utama. Ketidaksesuaian terhadap spesifikasi dapat berujung pada sanksi hingga masuk daftar hitam (black list) sehingga vendor tidak dapat mengikuti pengadaan berikutnya. Hal ini berlaku di semua jenis pengadaan, termasuk pekerjaan konstruksi dan jasa konsultan.
“Proyek besar seperti konstruksi, konsultan, juga melalui Biro Pengadaan. Ada spek dan klasifikasi teknisnya. Kalau vendor bermasalah—molar, tidak sesuai kontrak—bisa mendapat punishment, termasuk black list,” ujarnya.
Peluang UMKM
Salah satu perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir adalah semakin terbukanya peluang bagi UMKM untuk memasuki ekosistem pengadaan pemerintah. Produk UMKM kini dapat masuk melalui e-purchasing untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian kantor seperti snack rapat dan paket konsumsi lainnya.
Namun, sebelum dapat diakses oleh OPD, UMKM wajib memenuhi syarat administrasi. “Lengkapi dulu syarat-syarat: KTP, NPWP, izin usaha. Setelah lengkap, daftar di kantor kami di Komplek Kepatihan atau melalui online.
Setelah masuk, nanti bisa tampil dalam aplikasi yang dipakai OPD untuk pengadaan snack atau kebutuhan lain. Tapi harus berkomitmen: kualitas, ketepatan waktu, pelayanan—itu penting,” tutur Pranowo.
Dari perspektif legislatif, penguatan keterlibatan UMKM juga menjadi perhatian. Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiantoro, menyatakan bahwa keberpihakan pada produk lokal merupakan bagian dari mandat pengelolaan anggaran daerah.
“Pengadaan itu harus profesional, adil, dan tidak boleh ada titipan. Harus kompetisi, kualitas yang berkompetisi. Harga juga harus jelas. Yang penting lagi, pengadaan harus mampu mengakomodasi produk lokal supaya ekonomi daerah meningkat. Misalnya, pesanan harian di kantor minimal 200 porsi saja bisa berdampak besar untuk UMKM,” ujarnya.
Nur juga menambahkan bahwa publik dapat mengakses daftar UMKM yang telah terdaftar sehingga manfaatnya tidak terbatas pada transaksi pemerintah.
“Masyarakat umum pun nanti bisa melihat data UMKM yang terdaftar. Jadi bisa dimanfaatkan lebih luas, bukan hanya untuk pemerintah,” katanya.
Nur memaparkan bahwa DPRD melakukan pengawasan bukan hanya pada tahap penggunaan anggaran, tetapi sejak tahap perencanaan. Menurutnya, kesalahan dalam perencanaan sering kali berujung pada rendahnya penyerapan anggaran.
“Kami di DPRD mengawasi aspek perencanaannya: apakah sudah sesuai, sudah benar, dan bisa dieksekusi. Pengawasan kami mulai dari perencanaan, anggaran, sampai pelaksanaan. Anggaran kalau sisa itu justru tanda perencanaannya tidak tepat,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya sistem yang mengurangi ruang intervensi manusia, seperti e-katalog, yang membuat harga lebih stabil dan transparan.
“Kami melihat dari sisi anggaran: terserap atau tidak. Kalau tidak terserap, ada perencanaan yang salah. Kami memastikan kebijakan seperti e-katalog berjalan sehingga harga tidak bisa diutak-atik. Semua sistemnya sudah transparan,” katanya.
Meskipun sistem terus diperbaiki, kendala teknis masih dihadapi, terutama dalam proses evaluasi dokumen tender. Pranowo mengungkapkan bahwa perbedaan pemahaman antaranggota tim dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
“Kendala pasti ada. Tapi kami sudah terbiasa. Kuncinya tim harus solid dan satu visi. Jangan sampai beda persepsi. Contohnya saat evaluasi dokumen tender—istilah barang yang berbeda saja bisa bikin salah penilaian,” ujarnya.
Selain itu, beban kerja meningkat tajam menjelang akhir tahun ketika OPD berlomba menyelesaikan penggunaan anggaran. “Biasanya ada anggaran tambahan, jadi harus cepat selesai sebelum Desember. Kami di PBJ bekerja lintas OPD, jadi ketika PU, Dinas lain, atau siapa pun mau mengadakan sesuatu, pengadaannya lewat Biro kami. Jadi banyak yang harus dikejar,” katanya.
Nur menegaskan pentingnya menghindari pola menumpuk di akhir tahun dan mendorong OPD menyiapkan perencanaan sejak awal. “Karena itu penting melakukan perencanaan matang sejak awal. Saling mengawasi, saling mengoreksi, dan memastikan program berjalan sesuai aturan,” tutur dia.
Sebagai penutup, kedua narasumber menegaskan kembali pentingnya integritas dalam pengadaan. Nur menyebut fungsi DPRD berada di tiga pilar—legislasi, pengawasan, dan anggaran—yang semuanya berkaitan dengan pengadaan. “Tugas kami di DPRD adalah legislasi, pengawasan, dan anggaran. Semua yang terkait pengadaan harus memastikan efisiensi, transparansi, kualitas, dan keberpihakan pada UMKM lokal. Masyarakat juga harus memahami prosesnya agar bisa ikut memanfaatkan peluang yang ada,” ujarnya.
Sementara itu, Pranowo menekankan komitmen teknis pemerintah daerah menjaga keterbukaan sistem. “Pengadaan itu terbuka, berbasis sistem, dan selalu ada seleksi. Semua vendor harus memenuhi syarat dan ditempatkan secara adil. Kami bekerja untuk memastikan prosesnya bersih dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
| Pemda DIY Tata Rantai Pasok MBG, Dorong Koperasi Desa Merah Putih Jadi Pemasok |
|
|---|
| Hudono dan Wisnu Berkompetisi di Konferensi Provinsi PWI DIY |
|
|---|
| Pengaturan Bentor hingga MaxRide Diperketat, Pemda DIY Soroti Ketidaksesuaian Izin Kendaraan |
|
|---|
| Pemda DIY Tetapkan Direksi Baru PDAB Tirtatama, Tegaskan Peran Strategisnya dalam Layanan Air Bersih |
|
|---|
| Terapkan PSAK 117, BPJS Ketenagakerjaan Pastikan Transparansi dan Akuntabilitas |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.