Jurus Pemkot Yogyakarta Atasi Pengamen Liar di Malioboro, Sudah Ditata Tapi Masih Banyak yang Ngeyel

Pemkot Yogyakarta menyebut masih ada beberapa pengamen liar di kawasan Malioboro yang ngeyel saat ditertibkan

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
Jalan Malioboro Yogyakarta 
Ringkasan Berita:
  • Masih banyak pengamen liar di kawasan Malioboro yang enggan ditata dan ngeyel saat ditertibkan
  • Pemkot Yogyakarta telah menetapkan tujuh titik resmi di sepanjang Malioboro untuk para seniman dan musisi jalanan
  • Langkah pendekatan persuasif tetap dikedepankan, namun upaya tegas juga dilakukan saat diperlukan

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keberadaan pengamen liar di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, masih menjadi permasalahan tersendiri.

Tidak jarang pula, sejumlah wisatawan mengeluhkan dan membagikan pengalaman yang kurang menyenangkan terkait hal ini

Upaya penertiban pengamen liar di seputaran kawasan Malioboro pun telah dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta.

Namun, hingga saat ini upaya tersebut masih menghadapi tantangan besar.

​Sebenarnya, Pemkot Yogyakarta telah menetapkan tujuh titik resmi untuk para seniman berekspresi.

Meski demikian, fenomena pengamen ngeyel yang tetap beroperasi di luar lokasi tersebut masih marak ditemukan.

​Kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Fitria Dyah Anggraeni, angkat bicara terkait fenomena ini.

​Anggi menjelaskan, penetapan titik itu merupakan respons Pemkot atas banyaknya keluhan pengunjung yang merasa terganggu dengan ulah pengamen.

​"Sebenarnya tujuh titik ini kan reaksi Pemerintah Kota terhadap keluhan pengunjung di Malioboro, terutama pengamen yang tidak menyenangkan," katanya, Sabtu (15/11/2025).

​Ia membeberkan, kelompok pengamen yang masih menolak untuk diatur itulah yang beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial.

​Menurutnya, ada berbagai alasan yang dilontarkan kelompok tersebut, mengapa mereka enggan bergabung dan tampil di tujuh titik yang telah disediakan.

​"Masih menolak dengan alasan pada saat mereka ditempatkan di tujuh titik itu belum ada jaminan tentang pendapatan mereka bagaimana," jelasnya.

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Susun Raperwal Tindak Lanjuti Pergub DIY tentang Tuwanggana

​"Dan kadang juga alasan mereka itu, secara keahlian belum bisa dijadikan dalam satu band. Ini mereka sendiri yang menyampaikan," imbuh Anggi.

​Anggi menegaskan, UPT sebenarnya tidak tinggal diam, dan terus melakukan pendekatan persuasif agar para pengamen liar itu mau bergabung.

​Bahkan, fasilitas seperti sound system, pendampingan, hingga peminjaman alat telah disiapkan oleh Dinas Kebudayaan di tujuh titik tersebut.

​"Tapi yang mereka lakukan ya terus-terusan itu juga, minta berkeliling-keliling (mengamen di sepanjang kawasan Malioboro)," ujarnya.

Pendekatan Persuasif

​​Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa petugas di lapangan selalu mengedepankan langkah persuasif dalam menangani fenomena pengamen liar.

Namun, jika peringatan tak diindahkan, tindakan tegas pun terpaksa dilakukan, dengan tetap dibarengi upaya edukasi mengenai peraturan-peraturan terkini.

​"Sifatnya kami halau keluar. Kemudian, kami amankan gitarnya. Bukan berarti kami sita ya, kami amankan. Mereka bisa ngambil ke pos," cetusnya.

​Saat pengamen tersebut mengambil alat musiknya di pos jaga, petugas kembali memberikan penjelasan dan arahan untuk bergabung dengan kelompok yang sudah tertata.

Menurutnya, para musisi jalanan yang telah tertib dan menjalankan aktivitas bermusik di tujuh titik pun secara gemblang mendukung langkah tegas UPT.

​"Ketegasan-ketegasan itu biar mereka tidak terus cuma lari, tidak ada komunikasi dengan kita. Tapi kami ambil barangnya, kemudian kami sampaikan maksud dan tujuan pemerintah," tegasnya.

Anggi mengungkapkan, tidak sedikit keluhan pengunjung yang sering didengarnya, di mana para pengamen kerap marah jika tidak diberi uang.

Kejadian-kejadian semacam itu, jelas berpotensi mencoreng citra Kota Yogyakarta sebagai salah satu daerah kunjungan utama wisatawan di tanah air.

​"Mereka cuma bisa satu kunci, satu chord doang, mereka genjrang-genjreng, jalan dari ujung utara ke selatan. Ngakunya seniman, tapi begitu ditertibkan, mau dijadikan kelompok seni, mereka bilang enggak punya keahlian," bebernya.

Tujuh Titik Khusus

Diberitakan sebelumnya, Pemkot telah menyediakan tujuh titik khusus untuk mengakomodasi penampilan para seniman jalanan, dengan syarat harus melalui proses kurasi. 

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan kebijakan itu jadi bagian dari upaya merealisasikan Malioboro 'bersih' secara permanen, tidak hanya saat momen tertentu.

"Makanya, ya ini sudah jelas enggak ada pengamen. Pengamen ditentukan lima titik yang di Malioboro ini. Sudah clear, seterusnya begitu," ujarnya.

KERACUNAN MBG: Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo saat ditemui di SMA N 1 Yogyakarta, Kamis (16/10/25) sore. Keracunan MBG terjadi di dua sekolah di Wirobrajan Yogyakarta.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo (TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN)

Deretan titik yang disediakan untuk pengamen di Malioboro meliputi :

  • Seputaran Pasar Beringharjo
  • eks Hotel Mutiara
  • Pintu Barat Kepatihan
  • Plaza Malioboro
  • Depan Jogja Library.

Di samping itu, Pemkot Yogyakarta juga menambah dua titik lagi di kawasan Jalan Mangkubumi, sehingga total menjadi tujuh lokasi yang tersedia. 

Berdasarkan pendataan oleh Dinas Kebudayaan (Disbud), secara keseluruhan terdapat 116 pengamen di sepanjang Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Kilometer.

Hasto pun menegaskan, jumlah tersebut sudah teramat banyak, sehingga pihaknya menerapkan kebijakan moratorium pengamen, untuk mengantisipasi pendatang baru.

"Ya 116 (pengamen) itu sudah stop. Kalau mau masuk Malioboro, harus dikurasi dulu. Suaranya bagus enggak? Jangan-jangan enggak cocok. Jadi, kita kurasi dulu," urainya.

Menurutnya, kurasi dilakukan untuk memastikan kualitas penampilan para pengamen, dan berlaku bagi semua jenis penampil, termasuk yang menggunakan angklung atau alat musik lainnya.

Pengamen yang sudah terakomodir dan dikurasi, diharapkan ikut berperan dalam memberi edukasi kepada pengamen baru, agar tidak lagi sembarangan beraktivitas di Malioboro.

"Ini kan sudah dimoratorium, istilahnya. Sehingga, sekarang tidak bisa lagi tiba-tiba datang ke Malioboro untuk mengamen, enggak bisa," tandas Wali Kota.

(tribunjogja.com/ aka)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved