Hasil Riset Tunjukkan Penjarahan Geger Sepehi Ilegal, Trah HB II Tuntut Pertanggungjawaban Inggris

Trah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II menuntut pengembalian aset pusaka dan kerugian moneter yang diperkirakan bernilai ribuan triliun rupiah

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Disbud Kota Yogya
GEGER SAPEHI - Tetenger peristiwa Geger Sepehi yang terpajang di kawasan Wijilan, Kraton, Kota Yogyakarta. 

Ringkasan Berita:
  • Ada temuan baru terkait tuntutan pengembalian aset Kraton Ngayogyakarta yang dijarah pasukan Inggris dalam peristiwa Geger Sepehi tahun 1812.
  • Penelitian mengungkap bahwa penjarahan besar-besaran yang dilakukan Inggris merupakan tindakan ilegal, menurut hukum yang berlaku saat itu
  • Trah HB II menjelaskan riset tersebut membongkar pelanggaran fatal terhadap aturan Inggris sendiri, yakni "Hukum Prize" (Hukum Rampasan Perang).

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tuntutan pengembalian aset Kraton Ngayogyakarta yang dijarah pasukan Inggris dalam peristiwa Geger Sepehi tahun 1812 menemui babak baru.

Sebuah penelitian mengungkap bahwa penjarahan besar-besaran tersebut merupakan tindakan ilegal, menurut hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris dan East India Company (EIC) pada saat itu.

Hal tersebut, terungkap dalam artikel akademik berjudul "Plunder and Prize in 1812 Java: The Legality and Consequences for Research and Restitution of the Raffles Collections," yang ditulis oleh Dr. Gareth Knapman dan Dr. Sadiah Boonstra.

Temuan itu sontak jadi amunisi hukum baru bagi Trah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II untuk menuntut pengembalian aset pusaka dan kerugian moneter yang diperkirakan bernilai ribuan triliun rupiah.

Fajar Bagoes Poetranto, Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika, yang juga merupakan Trah HB II, menjelaskan, riset tersebut membongkar pelanggaran fatal terhadap aturan Inggris sendiri, yakni "Hukum Prize" (Hukum Rampasan Perang).

"Hukum Prize dirancang untuk mengatur rampasan perang resmi, seperti uang publik atau aset militer. Namun, riset ini menunjukkan bahwa Thomas Stamford Raffles dan perwira EIC melanggar aturan mereka sendiri," katanya, melalui keterangan tertulis, Jumat (7/11/2025).

Baca juga: Setahun Pemerintahan Prabowo, Trah Sri Sultan HB II Desak Pengembalian Aset Rampasan Geger Sepehi

Menurut studi tersebut, Hukum Prize secara tegas melarang penjarahan properti pribadi oleh tentara dan menjadikannya kejahatan berat.

​Riset Knapman dan Boonstra membuktikan bahwa ribuan objek budaya yang dijarah, termasuk keris pusaka, manuskrip tak ternilai, perhiasan, hingga pakaian, adalah properti pribadi HB II dan keluarga, bukan aset negara atau militer.

"Mayoritas karya seni dan objek warisan budaya yang berakhir di institusi Inggris dianggap berasal dari penjarahan yang melanggar hukum karena tidak termasuk dalam properti publik," cetusnya.

Dugaan Rekayasa

Diduga kuat, perang di Yogyakarta sengaja direkayasa sebagai dalih untuk kepentingan moneter dan pengayaan pribadi para perwira tinggi EIC, termasuk Thomas Stamford Raffles yang didapuk memimpin pasukan.

Skala penjarahannya pun sangat masif, mencakup aset moneter diperkirakan lebih dari 542 juta dollar perak (setara ribuan triliun rupiah), artefak budaya ribuan keris pusaka, manuskrip, perhiasan, dan objek seni bernilai tak terhingga yang kini sebagian besar tersimpan di institusi seperti British Museum dan British Library.

Temuan itu memberikan implikasi hukum yang sangat serius, di mana koleksi Jawa yang selama ini disimpan di museum-museum besar Inggris kini dapat dilabeli sebagai "Akuisisi Terlarang" (Illicit Acquisition).

​"Lembaga-lembaga ini (museum Inggris) berpotensi dianggap sebagai 'penerima barang curian' dari para perwira Inggris yang melanggar perintah pemerintah mereka sendiri demi pengayaan pribadi," tegasnya.

Bagi Trah HB II, temuan ini adalah titik balik krusial.

Jika sebelumnya argumen repatriasi (pengembalian aset) lebih banyak didasari oleh isu moral kolonialisme, kini mereka memiliki dasar hukum yang solid.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved