Kisah Inspiratif

Kisah Sepasang Suami Istri Puluhan Tahun Jualan Carabikang di Pasar Prawirotaman Jogja

Suami-istri penjual carabikang legendaris di Jogja itu sudah empat puluh tahun berjuang bersama, menjaga agar tetap memiliki cita rasa yang khas.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
MG Shafira Puti Krisnintya
Badiri dan Kasilahsibuk melayani pesanan carabikang sembari sesekali mengobrol dengan pembeli yang sedang mengantre, Rabu (29/10/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM - Sejak1985 seputaran trotoar sekitar Pasar Prawirotaman Jogja tak pernah sepi dari suara cetakan carabikang yang mendesis.

Suami-istri penjual salah satu carabikang legendaris di Jogja itu sudah empat puluh tahun berjuang bersama, menjaga racikan resep carabikang agar tetap memiliki cita rasa yang khas. 

Badirin dan Kasilah sudah hafal betul setiap takaran tepung beras buatan sendiri dan kekentalan santan kelapa hasil parutan tangan. 

Bahan-bahane sami ndamel piyambak (Bahan-bahannya dibuat sendiri semua-red). Tanpa pengawet,” ujar Kasilah, sembari memindahkan satu per satu carabikang ke lembaran daun pisang, di area trotoar depan Toko Bahan Roti D’Hardjosoewarno, sisi selatan Pasar Prawirotaman, Rabu (29/10/2025).

Kedua tangan yang sibuk menuangkan adonan ke loyang panas tidak dapat menghentikan antusiasme Kasilah dalam menyebutkan rincian bahan-bahan carabikang buatan mereka.

Berbeda dari carabikang yang banyak dijual di pasaran, carabikang milik Badirin-Kasilah dibuat dari tepung beras homemade yang digiling sendiri menggunakan beras dengan kualitas terbaik.

Santan kental yang dicampurkan ke dalam adonan juga hasil dari kelapa yang diparut sendiri.

Proses Pembuatan Carabikang
Kasilah sedang mencungkil adonan carabikang yang sudah matang untuk diangkat dari loyang panas, Rabu (29/10/2025). (MG Shafira Puti Krisnintya)

Niki mboten ngangge campuran gandum. Nggih (carabikang) kula niki cara jadul (Ini juga tidak pakai campuran gandum. Ya memang (carabikang) saya ini cara jadul-red),” ucap Badirin, menambahkan keterangan istrinya.

Salah satu ciri khas carabikang buatan pasangan ini adalah empat varian warna yang ditawarkan meliputi warna putih, hijau, pink, dan cokelat.

Keduanya bergantian menerangkan bahwa mereka menggunakan pewarna makanan untuk warna pink dan hijau, sementara warna cokelat menggunakan campuran cokelat bubuk.

Baca juga: Belum Banyak yang Tahu, Jalan Magelang Jogja Jadi Surga Jajanan Pasar Saat Subuh

Pandemi Membawa Berkah

Saat pandemi datang melanda, banyak pedagang yang terhambat dalam menjajakan dagangan mereka karena adanya himbauan stay at home dan menghindari kerumunan.

Namun ternyata hal tersebut tidak menghalangi antusiasme masyarakat berdatangan ke sekitar area Pasar Prawirotaman untuk melarisi carabikang milik Badirin-Kasilah.

Badirin pun mengaku dirinya sempat khawatir aparat akan datang membubarkan saking ramainya pelanggan yang datang mengerubungi tenda kecil mereka.

Meski begitu, perekonomian yang susah di masa pandemi tidak serta merta membuat sepasang suami istri itu menaikkan harga carabikang untuk meraup keuntungan lebih.

Nek kula mboten ngagem mundhakke regi, tetep regi biyasa. Kala nika setunggal ewu, napa sangang ngatus malah (Kalau saya tidak menaikkan harga, tetap harga biasa. Saat itu (harganya) Rp1.000, atau justru Rp900-red),” ungkap Badirin, sembari menutup maskernya kembali sebelum menyusun carabikang yang sudah jadi ke dalam kemasan berupa kertas minyak yang dilapisi lembaran daun pisang.

Kasilah menambahkan, mereka memahami semua orang sedang mengalami kesulitan ekonomi pada saat itu, sehingga mereka tidak mau menyusahkan sesama.

Kualitas Rasa Yang Tak Lekang Oleh Zaman

Ketika tren kuliner datang silih berganti, pasutri yang kini tinggal di daerah Giwangan itu mengaku mereka akan tetap setia pada prinsip lama, di mana kualitas rasa lebih utama di atas segalanya. 

Nggih nek kula niki sing penting kualitas tetep, soal harga nggih mengikuti kahanan. Sing penting kualitas-e tetep mawon (Ya kalau saya yang penting kualitas tetap, soal harga ya mengikuti keadaan. Yang penting kualitasnya tetap saja-red),” kata Badirin.

Harga carabikang yang konsisten murah meski beberapa kali mengalami kenaikan tidak menjadi alasan bagi mereka untuk menurunkan kualitas rasa carabikang.

Harga per satuan carabikang sebesar Rp25 saat pertama kali gerai dibuka hingga saat ini masih konsisten bertahan di bawah harga Rp2.000, tepatnya Rp1.250.

Proses pengemasan sajian empat varian warna carabikang yang ditata rapi di atas lembaran daun pisang sesudah diangkat dari loyang panas, Rabu (29/10/2025), di area trotoar selatan Pasar Prawirotaman.
Proses pengemasan sajian empat varian warna carabikang yang ditata rapi di atas lembaran daun pisang sesudah diangkat dari loyang panas, Rabu (29/10/2025), di area trotoar selatan Pasar Prawirotaman. (MG Shafira Puti Krisnintya)

Baca juga: 15 Kue Tradisional Indonesia yang Masih Populer Hingga Kini

Badirin dan Kasilah sepakat bahwa menjaga kualitas rasa yang khas selalu menjadi prioritas utama mereka. 

Tak heran hampir setiap hari tenda kecil mereka selalu ramai pembeli, dari anak kecil sampai orang tua, semua tertib mengantre di depan tungku kecil mereka.

“Carabikang-nya enak, lembut juga. Biasanya aku suka yang bagian bawahnya. Apalagi kalau masih panas, hangat-hangat itu masih ada bagian yang krispi di bawahnya, favorit pokoknya,” ucap Dila, salah satu pembeli yang sedang menunggu antrean pesanan.

Salah satu pembeli lain yang ikut mengantre, Fani, tengah memerhatikan Kasilah mengangkat carabikang dari loyang panas.

Ia menggambarkan rasa carabikang mereka yang sangat khas dan dapat membawanya bernostalgia ke masa lalu.

“Kalau aku sudah tahu dari kecil karena sudah jadi langganan mama. Suka karena rasanya enak, nggak yang manis banget, dan rasanya khas. Pernah beli di tempat lain nggak seenak yang disini,” ungkapnya.

Usia gerai yang sudah menginjak empat dekade membuat carabikang milik Badirin-Kasilah memiliki banyak pelanggan setia yang kemudian mengenalkan jajanan tradisional favorit mereka kepada anak dan cucu mereka.

Sambil tertawa ringan, sepasang suami istri itu bergantian menceritakan tentang beberapa pelanggan yang dulunya membeli carabikang mereka menggunakan seragam SD kini kembali datang berkunjung bersama pasangan dan anak-anak mereka.

Carabikang legendaris buatan Badirin dan Kasilah ini senantiasa hidup dalam kenangan banyak orang, meninggalkan cita rasa khas yang tak lekang oleh zaman. (MG Shafira Puti Krisnintya)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved