Christiano Tarigan Ungkap Penyesalan dan Isi Hati: Saya Tak Lari, Saya Turun Menolong Korban

Unggahan tersebut diunggah oleh Trya, kakak sepupu Christiano. Ia membagikan foto lembaran tulisan tangan berjudul “STORM Nota

Dok. Istimewa
Sidang Pleidoi Kecelakaan Maut Palagan, Christiano Tarigan Kena Sanksi Sosial Kematian Argo Ericko 

TRIBUNJOGJA.COM – Di tengah sorotan publik dan proses hukum yang belum selesai, keluarga terdakwa Christiano Tarigan akhirnya angkat bicara. Melalui unggahan di akun Instagram @tryason, keluarga mengungkapkan isi hati mereka tentang badai penghakiman yang datang sejak kasus kecelakaan di Jalan Palagan, Yogyakarta, mencuat ke publik.

Unggahan tersebut diunggah oleh Trya, kakak sepupu Christiano. Ia membagikan foto lembaran tulisan tangan berjudul “STORM Nota Pembelaan”, naskah pleidoi pribadi yang dibacakan Christiano Tarigan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Senin (28/10/2025).

Dalam unggahan itu, Trya menulis bahwa sebelum pengadilan memutus perkara, publik sudah lebih dulu menjatuhkan vonis.

“Bahkan keluarga harus menanggung luka ganda, kehilangan rasa aman, lalu dihakimi oleh dunia maya tanpa kesempatan untuk menjelaskan,” tulis Trya dalam unggahannya.

Unggahan tersebut sontak menarik perhatian warganet. Foto yang dibagikan memperlihatkan lembaran tulisan tangan Christiano, terdakwa kasus kecelakaan yang menewaskan mahasiswa UGM lainnya, Argo Ericko Achfandi, pada Mei lalu.

Penyesalan dan Permintaan Maaf

Dalam nota pembelaan yang dibacakannya, Christiano menuliskan penyesalan dan tanggung jawabnya atas peristiwa tersebut. Ia juga menguraikan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban.

“Selama menjalani masa penahanan, saya melalui keluarga selalu berupaya melakukan pendekatan baik agar dapat menyampaikan tanggung jawab kepada keluarga korban,” tulis Christiano dalam nota pembelaannya.

Namun, kata Christiano, hingga kini upaya itu belum mendapat tanggapan.

“Hingga saat ini, Ibu korban belum berkenan membuka pintu untuk pertemuan,” sambungnya.

Christiano menambahkan bahwa ia akhirnya menulis surat pribadi kepada ibu korban. Surat itu berisi permohonan maaf serta doa agar almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

“No Viral, No Justice”, Tapi Siapa yang Mendengar?

Trya menegaskan bahwa unggahan yang ia buat bukan bentuk pembelaan buta, melainkan ajakan agar publik melihat perkara ini dengan empati.

“Katanya sekarang berlaku ‘no viral, no justice’, tapi banyak yang lupa bahwa di balik setiap berita ada manusia yang sedang berjuang menyuarakan kebenaran, namun lebih banyak yang tidak mau mendengar,” tulis Trya.

Menurutnya, media memang berhak menyampaikan fakta, tetapi bukan berarti bisa menggantikan peran hakim dalam menilai suatu perkara.

“Media berhak menyampaikan fakta, tapi bukan berarti mereka berhak menggantikan hakim,” lanjutnya.

Ia menutup unggahan tersebut dengan harapan agar setiap pihak bisa kembali belajar tentang empati dan keadilan sejati.

“Melalui kesempatan pembelaan ini,” tulis Trya, “kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutuskan perkara ini ex aequo et bono adil bagi semua pihak, dengan mempertimbangkan hati nurani," tegasnya.

Christiano: “Saya Tidak Pernah Mabuk atau Gunakan Narkotika”

Dalam nota pembelaan yang dibacakan di ruang sidang, Christiano mengucapkan terima kasih atas kesempatan untuk menyampaikan pleidoi secara pribadi.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, syalom, salam sejahtera bagi kita semua. Yang Terhormat Majelis Hakim, Ibu Jaksa Penuntut Umum, Panitera, dan Penasihat Hukum. Saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyampaikan nota pembelaan diri,” ucapan pembuka Christiano.

Ia menyatakan penyesalan mendalam atas peristiwa yang terjadi, dan menegaskan bahwa sejak awal tidak pernah berusaha lari dari tanggung jawab.

“Saya sangat menyesali dan memohon maaf atas terjadinya musibah yang saya maupun kita semua tidak inginkan. Sejak kejadian kecelakaan, saya tidak pernah melarikan diri. Saya turun dari kendaraan, mendatangi korban, memeriksa napasnya  korban masih bernapas meski lemah dan langsung meminta bantuan warga sekitar agar korban segera mendapat pertolongan medis,” jelasnya.

Christiano juga menegaskan bahwa dirinya tidak sedang dalam pengaruh alkohol maupun narkotika.

“Yang Mulia Majelis Hakim, saat kejadian maupun sebelum musibah tersebut, saya tidak dalam pengaruh alkohol, dalam kondisi mabuk, maupun di bawah pengaruh obat-obatan terlarang,” kata Christiano.

Mahasiswa UGM yang Harus Menunda Mimpi

Dalam sidang itu pula, Christiano menjelaskan bahwa dirinya merupakan mahasiswa aktif Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.

“Selama tiga tahun sudah saya tempuh proses belajar mengajar dengan sungguh-sungguh. Saya telah diterima di Groningen University, Belanda, untuk program pertukaran pelajar Agustus–Desember 2025. Namun karena musibah ini, dengan berat hati saya harus membatalkan keberangkatan dan mengundurkan diri dari UGM, kampus yang saya banggakan,” ungkapnya.

Selain berprestasi di bidang akademik, Christiano juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA), Persekutuan Mahasiswa Kristen FEB UGM, serta Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi UGM (HIPMI PT UGM).

 


“Saya pribadi yang mandiri, bukan anak manja. Saat libur kuliah, saya selalu mengisi waktu dengan magang di berbagai instansi seperti Astra Group, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia,” tulisnya dalam pleidoi itu.

 


Beban Keluarga dan Harapan untuk Pulang

Christiano juga mengungkap perannya dalam keluarga besar yang memegang erat nilai dan adat Batak.

“Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak saya memiliki kondisi berkebutuhan khusus, dan adik saya sedang kuliah di Universitas Indonesia. Sebagai cucu laki-laki tertua, saya diberi tanggung jawab besar untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan marga Tarigan,” ujarnya.

Ia menambahkan, peristiwa yang dialaminya bukan hanya membuatnya kehilangan kesempatan akademik, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam.

“Orang tua saya sampai membawa saya menjalani hipnoterapi dan pengobatan trauma mata. Karena gagal berangkat ke Belanda, kami kini mempertimbangkan rencana studi ke Australia,” kata Christiano.

Menutup nota pembelaannya, Christiano kembali menyampaikan rasa syukur dan harapan agar keadilan berpihak pada kebenaran.

“Saya selalu taat dan ikhlas menjalani semua proses yang ada. Bila banyak yang berkata ‘no viral, no justice’, justru membuat saya diperlakukan tidak adil. Begitu banyak masyarakat menghujat tanpa memahami fakta yang sebenarnya terjadi,” ujarnya.

“Begitu besar harapan saya agar bisa berkumpul kembali bersama keluarga, merasakan hangatnya suasana rumah dan pelukan orang terkasih,” tambahnya.

Ia mengakhiri dengan doa untuk majelis hakim.

“Saya doakan semoga Majelis Hakim diberikan hikmat dan kebijaksanaan oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan yang seadil-adilnya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Damai sejahtera bagi kita semua," tutup Christiano.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved