Masyarakat Sadar Wisata Sleman Gelar Diakusi, Desak Usut Tuntas Kasus Dana Hibah Pariwisata

Diskusi ini menjadi ruang untuk menyoroti proses hukum kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020 di Kabupaten Sleman

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
DISKUSI - Para kelompok sadar wisata Sleman dan aktivis serta pakar hukum desak usut tuntas kasus hibah pariwisata, Senin (28/10/2025) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Masyarakat Sadar Wisata Sleman bersama para pakar hukum dan aktivis antikorupsi menggelar diskusi publik bertajuk Usut Tuntas Dalang Hibah Pariwisata, di Pendopo Candi Gebang, Senin (27/10/2025).

Forum tersebut digagas Masyarakat Sleman Sadar Wisata.

Diharapkan diskusi ini menjadi ruang untuk menyoroti proses hukum kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020 di Kabupaten Sleman yang sedang berjalan agar dikawal secara adil, transparan dan proporsional.

"Forum ini bukan untuk menghakimi siapa pun, melainkan untuk memastikan bahwa proses hukum terhadap kasus ini berjalan terbuka dan objektif," ungkap ketua panitia penyelenggara, Arif Reksa Pambudi, yang desanya juga menerima dana hibah pariwisata.

Pegiat pariwisata yang pernah menerima hibah mengaku khawatir dan resah atas kasus yang menjerat SP tersebut. 

Apalagi dana hibah diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pegiat pariwisata di desa wilayah Sleman.

"Kami berharap diskusi publik ini, bisa menjadi pencerah bagi kami agar tidak lagi resah. Semoga kasusnya diusut tuntas, sampai terang dan dengan objektif," tandasnya.

Kasus ini berawal dari penetapan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo (SP), sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sleman dalam dugaan korupsi dana hibah pariwisata senilai Rp10,9 miliar. 

Dugaan tersebut berakar pada Peraturan Bupati (Perbup) Sleman Nomor 49 Tahun 2020 yang diduga memperluas kriteria penerima hibah di luar ketentuan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Keputusan Menteri Nomor KM/704/PL.07.02/M-K/2020 tertanggal 9 Oktober 2020.

Kejaksaan menjerat SP dengan Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan, yang mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan lebih dari satu pihak. 

Namun hingga kini, SP masih menjadi satu-satunya tersangka dalam perkara tersebut.

Aktivis antikorupsi dari Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba, menegaskan bahwa Kejaksaan harus membuka secara terang benderang semua pihak yang diduga terlibat.

"Kasus ini jangan berhenti pada Pak SP saja. Kalau pakai Pasal 55, harus jelas siapa yang turut serta. Kejaksaan jangan menggantungkan nasib SP sendirian sebagai tersangka," ungkap Kamba.

Kamba juga mempertanyakan apakah dana hibah tersebut digunakan secara proporsional atau justru mengandung motif politik.

Jika kasus ini sampai ke pengadilan, prosesnya bisa panjang karena lebih dari 300 penerima hibah berpotensi menjadi saksi.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved