Kulon Progo Dinilai Layak Jadi Barometer Jemparingan Skala Nasional

Lomba Jemparingan tingkat nasional ini diikuti hingga 1.474 peserta dari seluruh Indonesia.

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
JEMPARINGAN - Peserta Gladhen Ageng Jemparingan saat beraksi di Alun-alun Wates, Kulon Progo, Minggu (26/10/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo melalui Dinas Pariwisata (Dispar) menggelar Gladhen Ageng Jemparingan 2025 di Alun-alun Wates, Minggu (26/10/2025).

Lomba Jemparingan tingkat nasional ini diikuti hingga 1.474 peserta dari seluruh Indonesia.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Jemparingan Bandul Nusantara, Joko Mursito menjelaskan Jemparingan yang dilombakan menjadikan Bandul sebagai sasarannya.

"Ada yang sasarannya berbentuk lingkaran, kalau ini bentuknya bandul," kata Joko yang juga Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulon Progo ini.

Ia mengatakan Kulon Progo menjadi tempat yang istimewa bagi Jemparingan.

Sebab, lomba Jemparingan nasional pertama diselenggarakan di Kulon Progo pada 2017 silam.

Sejak saat itu, Jemparingan yang merupakan olahraga tradisional panahan ini semakin berkembang.

Menurut Joko, ada banyak paguyuban yang terbentuk dari berbagai wilayah di Indonesia.

"Bisa dikatakan Kulon Progo menjadi barometer pengembangan Jemparingan di Indonesia," ujarnya.

Joko mengatakan tiap paguyuban memiliki tujuan berbeda dalam melakukan Jemparingan.

Ada yang murni karena olahraga, namun ada pula yang menjadikannya daya tarik wisata.

Meski begitu, setiap paguyuban wajib mengikuti pakem Jemparingan sesuai asalnya, yaitu Kesultanan Yogyakarta.

Sebab, awalnya Jemparingan hanya diperuntukkan bagi prajurit Kraton Yogyakarta, baru di era 1980 hingga 1990 masyarakat umum diizinkan untuk ikut Jemparingan.

Pelaksanaan Gladhen Ageng Jemparingan tahun ini pun berhasil memecahkan rekor peserta terbanyak.

Rekor tersebut diharapkan semakin mengangkat Jemparingan sebagai salah satu olahraga tradisional yang semakin dikenal publik.

"Kegiatannya bisa dijadikan sebagai promosi wisata dan budaya sekaligus mengembangkan nilai-nilai budaya kemataraman," jelas Joko.

Sebagai Sekjen Jemparingan Bandul Nusantara, ia turut mengapresiasi Pemkab Kulon Progo yang terus melestarikan Jemparingan.

Termasuk Paniradya Keistimewaan DIY yang memberikan dukungan lewat Dana Keistimewaan (Danais) DIY.

Gladhen Ageng Jemparingan pun disambut antusias oleh ribuan peserta, meski di tengah guyuran hujan.

Tak hanya dewasa, pesertanya pun ada yang dari anak-anak, di mana seluruhnya mengenakan busana Gragak Mataram.

Seperti Vinza, peserta dari Kota Yogyakarta. Ia melihat cuaca hujan justru menjadi tantangan tersendiri bagi penjemparing atau pemanah.

Sebab ia harus menyiapkan strategi matang agar bisa memanah secara tepat sasaran.

"Tahun lalu saya juga ikut dan kondisinya juga hujan begini meski hanya sebentar," kata pria yang sudah ketiga kalinya menjadi peserta Gladhen Ageng Jemparingan.

Vinza mengatakan Gladhen Ageng Jemparingan menjadi agenda tahunan yang paling ditunggu bagi para penjemparing.

Tak hanya dari DIY, tapi juga dari seluruh Indonesia.

Ia pun ikut bersyukur gelaran tahun ini berhasil memecahkan rekor MURI bahkan rekor dunia dengan peserta terbanyak.

Ia berharap rekor tersebut bisa membawa manfaat bagi promosi Jemparingan.

"Semoga Jemparingan bisa tetap dilestarikan agar tetap eksis ke depannya," ujar Vinza.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved