Jeritan Buruh di Yogyakarta

Buruh DIY Tuntut UMP 2026 Naik 50 Persen, Ini Tanggapan Pemda DIY

Perhitungan KHL tidak bisa dilakukan secara sepihak karena harus mengikuti kaidah dan metodologi yang ditetapkan secara nasional.

|
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
AUDIENSI - Asisten Sekda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana (kiri) dan Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan (kanan), dalam audiensi membahas usulan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (14/10/2025). 

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Ariyanto Wibowo, mengatakan pemerintah masih menunggu pedoman resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menghitung UMP 2026.

“Yang jelas, secara umum upah minimum pasti akan naik. Hanya saja, persentase dan besarannya belum diketahui," ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah daerah menilai peningkatan kesejahteraan pekerja tidak semata bergantung pada nominal upah.

Tri Saktiyana mengatakan Pemda DIY tengah mendorong kebijakan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan melalui berbagai skema di luar komponen gaji pokok.

“Kami memang sedang mendorong upaya peningkatan kesejahteraan di luar komponen upah langsung. Jadi tidak hanya bergantung pada gaji pokok, tetapi juga lewat penghasilan tambahan,” ujarnya.

“Misalnya, pekerja bisa memiliki usaha sampingan, atau anggota keluarganya — seperti istri — memiliki kegiatan ekonomi tambahan. Selain itu, kami juga berupaya mengurangi beban pengeluaran, misalnya lewat program pendidikan dan kesehatan yang lebih terjangkau.”

Ariyanto menambahkan bahwa pemerintah juga terus menyediakan berbagai pelatihan peningkatan keterampilan (upskilling dan reskilling) bagi pekerja untuk membuka peluang ekonomi baru.

“Pelatihan ini tidak selalu berarti mengganti pekerjaan, tetapi memperluas kemampuan di bidang yang sudah digeluti,” ujarnya. 

“Misalnya, pekerja sektor manufaktur bisa mendapatkan pelatihan wirausaha kecil, penjualan daring, atau pengolahan produk.”

Ia menilai kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja sangat penting untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan.

“Kalau kita bisa duduk bersama, pasti muncul solusi konkret yang adil bagi semua pihak,” kata Ariyanto. 

“Selama komunikasi antar-pihak masih terjalin dengan baik, kami yakin kesejahteraan pekerja bisa meningkat tanpa mengorbankan daya saing usaha di DIY.”

Diberitakan sebelumnya, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuntut pemerintah daerah dan pusat menjadikan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar resmi dalam menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2026.

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, menegaskan bahwa buruh di Yogyakarta telah lama menghadapi kesenjangan antara penghasilan dan kebutuhan dasar.

Berdasarkan survei KHL yang dilakukan MPBI DIY, kebutuhan hidup layak di Kota Yogyakarta mencapai Rp4.449.570, di Kabupaten Sleman sebesar Rp4.282.812, di Kabupaten Bantul Rp3.880.734, di Kabupaten Kulon Progo Rp3.832.015, dan di Kabupaten Gunungkidul Rp3.662.951.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved