Kisah Inspiratif

Kisah Driver Ojek Online Penyandang Disabilitas Tuli di Yogyakarta

Kerasnya etos kerja yang ia tunjukkan sebagai driver ojek online adalah respons terhadap pahitnya penolakan berulang dari sektor formal.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
(MG Axel Sabina Rachel Rambing)
Yoga (32), penyandang disabilitas tuli yang bekerja sebagai ojek online khusus makanan di Yogyakarta (07/10/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM -- Pagi hingga malam, jalanan Yogyakarta adalah ladang pencaharian bagi Yoga (32), seorang penyandang disabilitas Tuli yang memilih jalur independen sebagai mitra ojek online.

Keputusan ini bukanlah pilihan, melainkan adaptasi cerdas setelah tembok tebal diskriminasi karir berulang kali meruntuhkan harapannya.

Bagi Yoga, pekerjaan ini adalah benteng pertahanan terakhir melawan rasa takut terbesarnya yaitu tak ingin hidup bergantung pada orang lain. 

Ia tidak ingin merepotkan orang tuanya dan memegang teguh pesan sang Ibu untuk banyak bekerja agar mandiri. 

Sebagai driver Tuli khusus pengantar makanan, interaksi dengan penjual atau pelanggan hanya ia lakukan dengan mengandalkan kolom percakapan pada aplikasi diimbangi dengan senyuman saat bertemu.

Ia menjunjung tinggi nilai kesopanan dan keramahan, baginya itu adalah hal yang penting dalam melayani.

Alasan lain Yoga merasa nyaman dengan pekerjaan ini adalah ia menyukai ritme yang cepat dalam bekerja.

“Semua (driver) fokus sama pekerjaan masing-masing, memanfaatkan waktu maksimal untuk mengumpulkan orderan” jelasnya.

Baginya, waktu sangat berharga dan ia hanya perlu mengandalkan dirinya semaksimal mungkin dalam pekerjaan ini.

Pria yang hobi memasak ini tidak menyia-nyiakan waktu luangnya sedikitpun.

Saat akhir pekan, ia masih membantu mempersiapkan menu makanan untuk dijual di angkringan milik temannya.

Yoga memanfaatkan keahlian memasak yang ia pelajari dari ibunya untuk membuat sate puyuh dan sate usus jumbo.

Dua pekerjaan ini dilakukan Yoga tanpa keluhan. Ketika ditanya apakah ia tidak lelah, ia menjawab tegas "Nggak pernah capek. Biasa aja" sebutnya (07/10/2025). 

Kehidupan ganda ini membuktikan etos kerja yang jauh di atas rata-rata. Sebuah ketekunan luar biasa yang sayangnya harus diarahkan ke sektor informal, hanya karena pintu pekerjaan formal terus tertutup baginya.

Ketika Janji Kesetaraan Tak Menyentuh Kenyataan

Di mata negara, perusahaan swasta seharusnya merekrut minimal 1 persen penyandang disabilitas, sementara perusahaan negara atau daerah merekrut minimal 2 persen .

Ini merupakan sebuah janji kesetaraan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, tepatnya pada pasal 53 ayat 1 dan 2.

Namun, bagi Yoga, janji itu hanyalah data di atas kertas.

Kerasnya etos kerja yang ia tunjukkan sebagai driver ojek online sekaligus penjual di angkringan adalah respons terhadap pahitnya penolakan berulang dari sektor formal.

Yoga mengungkapkan ia telah berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Enam kali mengikuti job fair, puluhan kali mengirim berkas lamaran pekerjaan. 

Namun, hasilnya selalu nihil. "Semua syarat sudah lengkap, tapi tidak ada kejelasan” ujarnya getir (07/10/2025).

Ironisnya, di balik pekerjaan harian yang ia jalani, tersimpan potensi dan cita-cita yang terpaksa dikubur. 

Yoga, yang merupakan lulusan SMA, pernah meraih Juara 2 dan Juara 3 lomba Desain Grafis saat sekolah. 

Namun, keahlian itu kini terhenti karena laptop dan komputernya rusak. Potensi yang sejak lama ditinggalkan membuatnya tak berani untuk kembali melangkah ke ranah tersebut.

Yoga juga memiliki cita-cita untuk menjadi guru dan mengajar di SLB (Sekolah Luar Biasa). Pria ini bercerita bahwa ia senang melihat anak-anak belajar dan memiliki semangat untuk mencari tahu.

Impian ini sempat ia perjuangkan dengan cara menempuh pendidikan ke jenjang sarjana satu di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, DIY.

Sayangnya, perjuangan itu harus terhenti di tengah jalan dengan alasan biaya kuliah yang mahal.

Meski begitu Yoga tetap melanjutkan pesan dari sang Ibu untuk bekerja keras dan hidup mandiri. 

Hobi memasak, ia salurkan jadi pekerjaan sampingan di angkringan milik teman, dan disatu sisi, menjadi driver ojek online tetap jadi ladang pencaharian utamanya.

Kisah Yoga menunjukkan kenyataan pahit, ia punya potensi besar dan semangat kerja keras yang luar biasa untuk hidup mandiri.

Sayangnya, semua kemampuan itu hanya dihargai di jalanan sebagai driver ojek online.

Pintu-pintu kantor yang seharusnya menerima penyandang disabilitas sesuai aturan negara justru terus terkunci, dan mengabaikan ketekunannya. (MG|AXEL SABINA RACHEL RAMBING)

Baca juga: Viral Ojek Online Disabilitas yang Tak Mau Lawan Arus

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved