Pelecehan Seksual

Pimpinan di Kantormu Pelaku Pelecehan Seksual, Laporkan, Lindungi Korban!

Pimpinan di Kantormu Pelaku Pelecehan Seksual, Laporkan, Lindungi Korban!

Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
Tribunjogja/ai
Ilustrasi Kasus Pelecehan Seksual di lingkungan kantor. Pimpinan di Kantormu Pelaku Pelecehan Seksual, Laporkan, Lindungi Korban! 
  • Pimpinan di Kantormu Pelaku Pelecehan Seksual, Laporkan, Lindungi Korban!

TRIBUNJOGJA.COM - Kasus pelecehan seksual bisa terjadi di berbagai lingkungan yang kadang tak terduga dan dianggap sebagai lingkungan yang aman. 

Pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan tempat tinggal, sekolah, kampus hingga lingkungan kerja. Salah satu contoh pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan kerja dan kaum hawa kerap menjadi korbannya. 

Pelecehan seksual tersebut bisa berupa verbal tanpa sentuhan fisik hingga dengan sentuhan fisik dengan beragam dalih pelaku melakukannya. 

Salah satu modus yang digunakan pelaku adalah menjalin pertemanan yang lebih akrab dengan mengajak korban pergi berdua makan atau sekedar jalan jalan.

Pelaku berusaha membuat korban percaya bahwa ia memposisikan hubungan yang mereka jalin hanya sebatas layaknya hubungan kakak adik atau sebatas rasa kasih sayang bapak kepada anaknya.

Di momen inilah, pelaku kemudian melancarkan aksinya dengan melakukan sentuhan fisik secara tiba tiba sehingga membuat korban tercengang dan kaget. 

"Pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan manapun, salah satunya tempat kerja. Korban pelecehan seksual terpaksa memilih mengunci peristiwa pelecehan yang dialaminya rapat rapat. Korban pelecehan seksual cenderung memilih menghindari dampak lebih buruk bila kasus tersebut diungkap di lingkungan kerjanya. Bila diungkap, salah satu konsekuensi yang harus dihadapi adalah terjadi keRibuTan yang justru membuat korban mengalamI trauma berkepanjangan. Mirisnya lagi, korban memilih resign atau keluar dari tempat kerjanya, lantaran merasa takut bila kasus pelecehan ini dibongkar akan ada stigma negatif tertuju pada dirinya"

Baca juga: Oknum Guru Ngaji di Jogja Lakukan Tindak Asusila pada Gadis 17 Tahun

Baca juga: Ini SOP Baru di Rumah Sakit untuk Cegah Kasus Pelecehan Seksual

Korban pelecehan seksual di lingkungan kerja kadang memilih menyimpan rapat rapat kasus pelecehan seksual yang dialaminya, bahkan akhirnya memilih resign atau keluar dari pekerjaannya lantaran mengalami trauma atau ketidaknyamanan yang hebat karena masih sering bertemu pelaku.

Parahnya lagi, pelaku adalah seorang pimpinan di tempat kerja korban. Korban memiliki risiko lebih besar bila mengungkap kasus tersebut karena ada relasi kuasa baik langsung maupu tidak langsung. 

Mungkin sebagian besar rekan kerja atau karyawan di lingkungan kantor tersebut bakal tak percaya bila pimpinan tersebut pelaku pelecehan seksual, bahkan bisa jadi, beberapa di antaranya bakal menyalahkan korban dan melakukan pembelaan terhadap pelaku yang dianggap sebagai junjungannya.

Pelaku dan anak buahnya yang selalu menganggap pelaku adalah sosok yang baik hati itu lupa, keluarga mereka bahkan suatu saat kelak bisa saja diposisi korban.

Pelaku pelecehan seksual bisa dibuat jera, tinggal menunggu waktu korban bila sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri bakal segera melaporkan kasus pelecehan yang menimpa dirinya dengan tujuan supaya pelaku kapok dan tidak ada korban lainnya.

Mungkin tidak semua korban pelecehan seksual berani melaporkan pelaku dengan beragam alasan. 

Beberapa alasan mereka memilih diam adalah adanya relasi kuasa bila kasus terjadi di lingkungan kantor dilakukan oleh atasan, pimpinannya sendiri atau yang memiliki jabatan lebih kuat daripada korban.

Ditambah lagi, tidak adanya saksi mata bila telah terjadi tindakan pelecehan seksual, hal ini semakin mempersulit korban yang ingin melaporkan kejadian tersebut. 

Pelaku pelecehan seksual boleh tidur nyenyak dan tak merasa bersalah atas tindakan yang ia lakukan dengan dalih kebaikan.


UU Ketenagakerjaan 

Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.

Adapun jerat pidana bagi pelaku menurut Pasal 6 huruf c UU TPKS adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Sedangkan menurut KUHP lama yang masih berlaku dan KUHP baru yakni UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, pelecehan seksual atau perbuatan cabul yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan, dapat dijerat dengan pasal berikut ini:

Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP    Pasal 418 ayat (2) huruf a UU 1/2023
Dipidana dengan pidana yang sama (yaitu pidana penjara paling lama 7 tahun).

1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun:

a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga. 

Di dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Setiap pekerja, baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja, termasuk kekerasan yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

 

***diolah dari beragam sumber***

 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved