Mayoritas UMKM Gunungkidul Masih Bertahan di Level Mikro, Ini Penyebabnya 

Dari total sekitar 21 ribu UMKM, baru sekitar 2.000 pelaku usaha yang berhasil naik kelas ke kategori kecil.

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Gunungkidul 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL – Dinas Perindustrian Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Kabupaten Gunungkidul  menyebut mayoritas pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayahnya  masih bertahan di level mikro.

Dari total sekitar 21 ribu UMKM, baru sekitar 2.000 pelaku usaha yang berhasil naik kelas ke kategori kecil.

Kepala Dinas Perindustrian Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Gunungkidul, Supartono, tidak menampik bahwa capaian tersebut belum ideal.

Menurutnya, salah satu faktor penghambat adalah masih kuatnya sikap individualis di kalangan pelaku usaha mikro maupun kecil.

“Banyak UMKM berjalan sendiri-sendiri. Padahal kalau ada pesanan dalam jumlah besar, seharusnya bisa saling menopang dan kolaborasi. Ini yang membuat sebagian usaha sulit berkembang,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Jumat (3/10/2025).

Dia menambahkan faktor lain yang turut menjadi penghambat naik kelasnya pelaku usaha masih terkendala persoalan mendasar, seperti jejaring bisnis yang lemah, keterbatasan akses permodalan, hingga rendahnya pemanfaatan teknologi digital.

Supartono menjelaskan, lemahnya jejaring bisnis membuat banyak UMKM hanya berputar di lingkaran pasar yang sangat terbatas.

Produk yang dihasilkan seringkali hanya dipasarkan di sekitar lingkungan tempat tinggal, sehingga sulit menjangkau pasar yang lebih luas.

 “Akibatnya, meski produknya bagus, nilai jualnya tidak berkembang karena lingkup pemasarannya sempit,” ucapnya.

Selain itu, keterbatasan akses permodalan juga menjadi kendala klasik. Menurutnya, sebagian besar pelaku UMKM masih mengandalkan modal sendiri dalam jumlah kecil. Sementara untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, sering terbentur dengan syarat administrasi maupun agunan yang tidak dimiliki. 

“Banyak UMKM akhirnya jalan di tempat karena tidak mampu menambah kapasitas produksi,” jelasnya.

Faktor berikutnya adalah rendahnya pemanfaatan teknologi digital.

Di tengah perkembangan pasar online yang begitu cepat, masih banyak pelaku usaha di Gunungkidul yang belum terbiasa menggunakan platform digital untuk pemasaran maupun transaksi.

“Padahal, tanpa masuk ke pasar digital, UMKM akan kalah bersaing dengan produk luar daerah yang lebih agresif,” ujarnya.

Supartono menekankan, tiga persoalan mendasar tersebut saling terkait dan tidak bisa diselesaikan secara parsial.

Jejaring yang kuat bisa membuka akses permodalan, sementara pemanfaatan teknologi akan memperluas pasar. 

“Kalau tiga hal ini bisa diperkuat, kami yakin jumlah UMKM yang naik kelas akan meningkat lebih signifikan,” ucapnya.
 
Dia mengatakan sebagai upaya menghadapi kendala tersebut, pemerintah mendorong pembentukan Forum UMKM tingkat kabupaten yang diharapkan mampu memperkuat jejaring antar pelaku usaha sekaligus menghapus sekat antara mikro dan kecil.

Melalui forum tersebut, diharapkan muncul kerja sama nyata, mulai dari pemenuhan pesanan bersama hingga promosi produk lokal secara kolektif.

Supartono menerangkan, forum ini juga akan digerakkan melalui program Inspirasi (Inovasi Perlindungan dan Pemberdayaan Usaha Mikro Berdaya Saing Menuju Naik Kelas).

Program tersebut diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan memperluas pasar UMKM, meskipun ia menegaskan keberhasilan tetap bergantung pada kesiapan para pelaku usaha sendiri.

“Forum hanyalah wadah. Yang lebih penting adalah kemauan pelaku UMKM untuk membuka diri, berkolaborasi, dan beradaptasi dengan tantangan zaman,” tuturnya.

Dia menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk terus memberi ruang bagi UMKM agar lebih berdaya.

Mulai dari fasilitasi pelatihan, pameran produk, hingga pembentukan forum usaha bersama yang bisa menjadi sarana tukar informasi antar pelaku. 

“Langkah-langkah ini kami arahkan agar UMKM tidak hanya bertahan, tapi benar-benar tumbuh,” katanya.

Menurutnya, dengan jumlah pelaku usaha yang besar, Gunungkidul sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat.

Namun potensi itu tidak akan berarti jika hanya berhenti di level mikro. 

“Target ke depan adalah semakin banyak UMKM yang naik kelas, sehingga kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat juga semakin nyata," ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Gunungkidul, Lasarus Arintoko menyampaikan bahwa rendahnya jumlah UMKM yang naik kelas harus menjadi evaluasi serius bagi pemerintah daerah.

Menurutnya, meski sudah ada berbagai program, nyatanya sebagian besar pelaku usaha masih bertahan di level mikro.

“Artinya ada yang belum tepat sasaran. Pemerintah perlu mengkaji ulang efektivitas program yang dijalankan, agar benar-benar menyentuh kebutuhan riil pelaku UMKM di lapangan,” ujarnya.

DPRD juga menekankan pentingnya dukungan kebijakan yang lebih konkret, terutama terkait akses permodalan.

Ia menilai skema kredit lunak maupun bantuan modal usaha harus diperluas agar pelaku UMKM tidak lagi terhambat masalah finansial. 

“Banyak UMKM sudah punya produk bagus, tapi mentok karena tidak punya tambahan modal untuk produksi lebih besar,” jelasnya.

Selain itu, DPRD mendorong agar forum UMKM yang akan dibentuk tidak berhenti pada seremoni belaka, melainkan benar-benar difungsikan sebagai wadah kerja sama.

“Kami akan mengawal supaya forum ini bisa berjalan efektif, bukan sekadar formalitas. Harapannya UMKM di Gunungkidul tidak hanya bertahan, tapi juga bisa berkembang lebih jauh,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved