Dari Gulma Menjadi Berkah: Eceng Gondok Disulap Jadi Produk Anyaman Bernilai Ekonomi Tinggi
Pemanfaatan eceng gondok tidak hanya membuka peluang usaha mikro, tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Siapa sangka, tanaman eceng gondok yang kerap dianggap sebagai gulma pengganggu perairan, kini menjelma menjadi sumber ekonomi kreatif yang menjanjikan.
Di tangan para pengrajin terampil, tanaman air ini diolah menjadi produk anyaman bernilai seni tinggi seperti tas, keranjang, tempat tisu, alas meja, hingga furnitur kecil seperti stool dan meja kopi.
Pertumbuhan eceng gondok yang cepat memang kerap menutupi permukaan sungai, danau, atau waduk, menghambat aliran air, serta mengganggu ekosistem perairan.
Namun, berkat sentuhan kreativitas dan kepedulian terhadap lingkungan, tanaman ini kini menjadi solusi, bukan lagi masalah.
Pemanfaatan eceng gondok tidak hanya membuka peluang usaha mikro, tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Dengan memanen secara rutin, kondisi perairan tetap bersih dan ekosistem tetap seimbang.
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, proses produksi dilakukan secara teliti dan berkelanjutan.
Eceng gondok dipilih dari sumber yang dikelola dengan baik, kemudian dikeringkan hingga seratnya kuat dan tahan lama.
Batang yang telah siap kemudian dianyam menjadi berbagai bentuk, sesuai desain dan kebutuhan pasar.
Penggunaan teknik anyaman efisien, alat-alat ramah lingkungan, serta penerapan standar kualitas menjadi faktor utama agar produk mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Di balik kesuksesan ini, pemberdayaan masyarakat lokal memegang peran penting.
Warga desa di sekitar sumber bahan baku dilatih untuk menguasai teknik anyaman, pengembangan desain, hingga manajemen usaha.
Baca juga: Kisah Perjuangan Mahasiswi Kejar Laptopnya yang Dicuri Hingga Ketemu di Tukang Servis Elektronik
Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan, tapi juga memperluas peluang pendapatan keluarga.
Keberhasilan inisiatif ini diperkuat melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tahun Pendanaan 2025 dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Program ini dilaksanakan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dimulai sejak 17 September hingga awal Desember 2025, di bawah kepemimpinan Riza Septriani Dewi bersama tim ahli kriya dan desain produk.
Dalam implementasinya, ISI Yogyakarta menjalin kemitraan strategis dengan Cempaka Craft yang berlokasi di Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulon Progo, milik pengrajin Heri Prazogie Sulistyo Dono.
Kolaborasi ini bertujuan memperkuat kapasitas produksi, meningkatkan kualitas produk, serta memperluas jaringan pemasaran hingga ke tingkat internasional.
Kini, eceng gondok tak lagi dipandang sebelah mata.
Dari desa-desa di Kulon Progo, lahir produk anyaman ramah lingkungan yang menjadi simbol inovasi, kreativitas, dan kepedulian terhadap alam.
Dengan dukungan dari akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha lokal, industri kerajinan eceng gondok siap menembus pasar global. (*)
Yogyakomtek 2025 Digelar dengan Konsep Festival, Gandeng Tiga Perguruan Tinggi |
![]() |
---|
Indonesia’s Sketching Jogja, Ruang Bebas Ekspresi Melalui Sketsa |
![]() |
---|
Kanwil Kemenkumham DIY dan ISI Yogyakarta Jajaki Kerja Sama Pendaftaran Paten |
![]() |
---|
ISI Yogyakarta Wisuda 689 Lulusan, Rektor Tekankan Seni sebagai Penggerak Ekonomi |
![]() |
---|
Rektor ISI ke Mahasiswa Baru: Jangan Hanya Jadi Mahasiswa Kupu-kupu, Kuliah Pulang Kuliah Pulang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.