Menggali Batas Baru Seni Pertunjukan, ICPA Ke-7 ISI Yogyakarta Jelajahi Intermedialitas dan Era AI
Konferensi internasional ini menjadi platform krusial untuk mendiskusikan transformasi radikal seni pertunjukan di tengah gelombang revolusi digital.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggulirkan The 7th International Conference on Performing Arts (ICPA) 2025, Jumat (3/10/2025).
Digelar di Concert Hall ISI Yogyakarta, konferensi internasional ini menjadi platform krusial untuk mendiskusikan transformasi radikal seni pertunjukan di tengah gelombang revolusi digital.
Adapun ICPA 2025 mengusung tema provokatif: 'Intermedialitas dalam Seni Pertunjukan: Teater, Film, Teknologi, dan Industri Kreatif di Era Kecerdasan Buatan (AI)'.
Acara puncak konferensi didahului dengan pembukaan yang memukau, sebuah produksi megah dari Program Studi Teater Musikal FSP, yaitu 'Peluk Terakhir Kunti', karya Dr. Yosef Adityanto Aji, M.Sn.
Pementasan yang menarik ratusan tamu, termasuk Rektor dan Dekan, secara simbolis menunjukkan bagaimana praktik artistik mutakhir telah berdialog dengan teknologi dan narasi modern, menyiapkan panggung ideal bagi diskusi akademis yang akan berlangsung.
Rektor ISI Yogyakarta, Dr. Irwandi, S.Sn., M.Sn., berharap ICPA kali ini dapat memberikan dampak nyata (impactful) bagi seluruh civitas akademika, tidak hanya dosen dan mahasiswa, tetapi juga masyarakat luas.
"Ajang ini harus memperluas khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi perkembangan seni pertunjukkan di era global, agar para akademisi dan mahasiswa kian dapat beradaptasi dan memanfaatkan teknologi dalam penciptaan karya-karya baru," ujarnya.
Seminar utama ICPA 2025 mempertemukan akademisi dan praktisi seni dari berbagai belahan dunia, termasuk Dag Sigurd Yngvesson, PhD (University of Nottingham Malaysia Campus), Assoc. Prof. Tomilin Dmitry Valentinovich (The University of Theaterical Arts), Prof. He Qing Xin (Guangxi Arts University), dan Prof. Steve Dixon (LaSalle College of the Arts, University of the Arts Singapore).
Salah satu pembicara dari ISI Yogyakarta, Dr. Hirwan Kuardhani, M.Hum., memberikan paparan mendalam mengenai tantangan yang dihadapi institusi kesenian.
Ia menyoroti, bahwa perkembangan teknologi digital selama empat dekade terakhir telah membuat istilah dramaturgi menjadi lebih fleksibel dan longgar dalam konteks seni pertunjukan.
Hirwan Kuardhani menjelaskan bahwa seni pertunjukan dewasa ini harus dipahami sebagai "kinerja seni" yang meluas maknanya.
Dunia riset dan teknologi mengalami perubahan mendasar, yang memaksa institusi seni untuk terus mengembangkan inspirasi dan imajinasi baik dalam penelitian maupun praktik penciptaan karya.
"Seni pertunjukan, khususnya teater di Indonesia, kini secara aktif terinspirasi dari beragam gagasan kultural dan teknologi, menjadikannya sebuah kinerja yang relevan bagi kepentingan masyarakat di era AI," ungkapnya.
Dekan FSP ISI Yogyakarta, Dr. I Nyoman Cau Arsana, S.Sn., M.Hum., memandang ICPA 2025 sebagai momentum penting untuk pengembangan dunia seni pertunjukan di masa kini dan masa depan.
Konferensi ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang presentasi, tetapi juga wadah kolaborasi yang menghasilkan kerangka kerja baru bagi industri kreatif.
seni pertunjukan
ISI Yogyakarta
Intermedialitas
International Conference on Performing Arts (ICPA)
Dari Gulma Menjadi Berkah: Eceng Gondok Disulap Jadi Produk Anyaman Bernilai Ekonomi Tinggi |
![]() |
---|
Yogyakomtek 2025 Digelar dengan Konsep Festival, Gandeng Tiga Perguruan Tinggi |
![]() |
---|
Indonesia’s Sketching Jogja, Ruang Bebas Ekspresi Melalui Sketsa |
![]() |
---|
Kanwil Kemenkumham DIY dan ISI Yogyakarta Jajaki Kerja Sama Pendaftaran Paten |
![]() |
---|
ISI Yogyakarta Wisuda 689 Lulusan, Rektor Tekankan Seni sebagai Penggerak Ekonomi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.