Marak Keracunan MBG, Orang Tua Siswa di DIY Pertanyakan Transparansi Program Makan Bergizi Gratis

Orang tua menilai tindak lanjut yang dilakukan belum menyentuh akar persoalan, yakni transparansi pengawasan vendor hingga penegakan hukum

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja/Ahmad Syarifudin
KERACUNAN MBG : Foto dok ilustrasi. Sejumlah siswa dibawa ke Puskesmas Mlati II setelah mengalami gejala diduga akibat keracunan menu MBG yang disantap kemarin. Namun baru merasakan gejala pada Rabu (13/8/2025) hari ini 

TRIBUNJOGJA.COM - Sejumlah orang tua siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta mempertanyakan akuntabilitas pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah. 

Mereka menilai setiap kali muncul kasus makanan basi, berulat, hingga dugaan keracunan, publikasi justru lebih sering menyinggung nama sekolah, bukan pihak penyedia atau dapur yang bertanggung jawab.

“Kenapa setiap ada makanan basi, belatung, dan kasus keracunan MBG yang dipublikasikan selalu nama sekolah yang disebut, bukan nama dapur, supplier, atau vendor? Dan kenapa pelaksanaan MBG yang basi, ada belatung, dan menyebabkan keracunan tidak diproses lebih lanjut atau semacam punishment?," ungkap Dwi, orang tua siswa.

Pernyataan tersebut mencerminkan kekecewaan sebagian orang tua yang merasa sekolah seolah-olah dijadikan pihak pertama yang disorot publik, meskipun mereka hanya sebagai penerima program.

Sementara, penyedia layanan makan yang bertanggung jawab langsung atas kualitas makanan jarang disebutkan.

Sejumlah kasus dugaan keracunan maupun temuan makanan tidak layak konsumsi dari program MBG sebelumnya memang sempat muncul di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta.

Namun, orang tua menilai tindak lanjut yang dilakukan belum menyentuh akar persoalan, yakni transparansi pengawasan vendor serta penegakan hukum terhadap kelalaian yang merugikan siswa.

Bagi orang tua, persoalan ini bukan sekadar menyangkut nama baik sekolah, melainkan juga menyangkut keselamatan anak-anak.

“Kalau anak sampai sakit karena makanan basi, tentu yang paling dirugikan adalah kami sebagai orangtua. Kami ingin ada kepastian, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana jaminan kualitas makanan itu ke depan,” sambung Dwi.

Ia juga mendesak pemerintah daerah maupun kementerian terkait agar lebih terbuka dalam menyebut siapa penyedia jasa, bagaimana mekanisme pengawasan mutu makanan, serta langkah hukum bila terjadi pelanggaran.

Tanpa itu, program MBG yang bertujuan baik dikhawatirkan justru kehilangan kepercayaan publik.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved