Berita Jogja Hari Ini

Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang

Gubernur DIY Sri Sultan HB X buka suara soal maraknya kasus keracunan MBG. Apa sanksi SPPG menurut UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen?

DOK. Freepik
Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang 

Satu orang pelajar dirawat di UKS, empat pelajar lainnya dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari.

Guru Bimbingan Konseling MTsN Wonosari, Taufik Febrianto mengatakan, beberapa siswa mengalami muntah dan mual setelah mengonsumsi MBG.

"Setelah makan, anak-anak mengeluh, sebenarnya ada lima anak yang mengeluh. Namun, satu anak ini ketakutan karena mendengar harus dibawa ke UGD jadi takut, sehingga hanya empat yang dibawa ke RSUD Wonosari. Sedangkan, yang satunya dirawat di UKS," tuturnya saat ditemui wartawan di sekolah, pada Kamis (4/9/2025).

Sampai saat ini, hasil uji laboratorium kasus keracunan MBG di MTsN Wonosari belum dirilis.

Baca juga: 3 Kasus Keracunan Massal Terjadi Dalam Waktu Sebulan Terakhir di DIY, Begini Tanggapan Kepala BGN

6. Semin, Gunungkidul (19 korban)

Pada Senin, 15 September 2025, sebanyak 19 pelajar di Kalurahan Padanan, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul, diduga mengalami keracunan usai menyantap menu MBG.

Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, mengungkapkan 19 pelajar yang mengalami gejala keracunan MBG terdiri dari 15 pelajar SD, 3 pelajar SMP, dan 1 pelajar SMA.

“Gejala yang dialami meliputi muntah, nyeri perut, pusing, dan demam," kata Ismono saat dikonfirmasi pada Selasa (16/9/2025).

Ia mengatakan, semua pelajar yang mengalami gejala keracunan langsung dilarikan ke Puskesmas Semin I untuk mendapatkan perawatan. 

"Dan hari ini, semua siswa sudah kembali sehat serta beraktivitas di sekolah," ucapnya.

Ia menerangkan, Dinas Kesehatan telah mengamankan sampel makanan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk pemeriksaan laboratorium di Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi (BLKK) Yogyakarta. 

Jenis sampel yang diperiksa meliputi nasi, tumis wortel, melon, semur tahu, ayam karage, dan air minum.

“Kami masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan penyebab pasti kasus ini,” tutur Ismono.

Baca juga: Anggaran MBG Rp76,3 Miliar dari APBD Sleman Dialihkan untuk Pelayanan Dasar, Ini Rinciannya

Pemerintah tak punya wewenang memberi sanksi SPPG

Kepala Dinkes Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengatakan, pihaknya tidak punya wewenang untuk memberi sanksi kepada SPPG yang terlibat dalam kasus keracunan MBG

"Sebab yang punya kewenangan langsung terhadap SPPG hanya pemerintah pusat, kami di daerah tidak punya kewenangan," ungkap Budi, Jumat (01/08/2025).

Dinkes Kulon Progo hanya dilibatkan sebelum SPPG beroperasi, seperti mendampingi juru masak, serta memastikan keamanan kondisi dapur hingga alur pengolahan makanan.

Senada, Bupati Kulon Progo Agung Setyawan juga menyatakan tidak bisa melarang atau bahkan membekukan operasional SPPG usai terjadi kasus keracunan. Sebab, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk itu.

Namun, kata dia, pihaknya bisa melakukan pembinaan terhadap SPPG agar lebih berhati-hati dalam mengolah dan menyiapkan makanan MBG

"Kami di daerah saat ini fokus untuk penanganan pada pelajar yang mengalami keracunan," jelas Agung.

Respons pemerintah pusat

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pada Jumat, 19 September 2025 mengatakan, ada sanksi bagi SPPG yang lalai dalam melaksanakan prosedur operasional standar (SOP) program MBG.

“Harus, harus (ada sanksi) dan sanksi kalau memang itu adalah faktor-faktor kesengajaan atau lalai dalam melaksanakan SOP tentunya akan ada sanksi kepada SPPG yang dimaksud,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025), seperti dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.tv.

“Tetapi juga sanksi yang akan diterapkan jangan sampai kemudian itu mengganggu dari sisi operasional sehingga mengganggu penerima manfaat untuk tidak mendapatkan MBG ini,” imbuhnya.

Pada kesempatan sama, ia minta maaf atas nama pemerintah pusat terkait kasus-kasus keracunan MBG yang terjadi di sejumlah daerah.

“Kami atas nama pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional (BGN) memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah yang tentu saja itu bukan sesuatu yang kita harapkan dan bukan suatu kesengajaan,” katanya.

“Namun demikian, tentu saja ini menjadi bahan evaluasi dan catatan,” ujar Prasetyo.

“Kami telah berkoordinasi dengan BGN termasuk dengan pemerintah daerah untuk yang pertama adalah, memastikan bahwa seluruh yang terdampak harus mendapatkan penanganan secepat mungkin dan dengan sebaik-baiknya,” imbuhnya.

“Yang kedua tentu harus dilakukan upaya evaluasi termasuk mitigasi, perbaikan,” kata Prasetyo.

Sanksi kasus keracunan MBG menurut Undang-Undang

Ilustrasi foto Hukum, Undang-Undang, Jaksa, Pengadilan, RUU
Ilustrasi foto Hukum, Undang-Undang, Jaksa, Pengadilan, RUU (PEXELS/Sora Shimazaki)

Sanksi atas kasus keracunan makanan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan).

KLIK DI SINI untuk mengakses UU Perlindungan Konsumen

KLIK DI SINI untuk mengakses UU Pangan

UU Perlindungan Konsumen Pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

UU Perlindungan Konsumen Pasal 19

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 m(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

UU Perlindungan Konsumen Pasal 60 

(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

UU Perlindungan Konsumen Pasal 62

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

UU Pangan Pasal 64 Ayat 1

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan.

UU Pangan Pasal 134

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 

UU Pangan Pasal 71 Ayat 2

Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan wajib: 

a. memenuhi Persyaratan Sanitasi; dan 

b. menjamin Keamanan Pangan dan/atau keselamatan manusia. 

UU Pangan Pasal 135

Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(Tribunjogja.com/Alifia Nuralita Rezqiana/Alexander Aprita/Ahmad Syarifudin/Nanda Sagita Ginting/R.Hanif Suryo Nugroho)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved