Dinkes DIY Minta Penyedia Patuh Prosedur agar Program MBG Tak Timbulkan Masalah

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menegaskan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada dasarnya aman dijalanka

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Tangkapan layar jangkrik dalam MBG di SMP N 2 Sewon, Bantul. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menegaskan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada dasarnya aman dijalankan.

Namun, keamanan hanya bisa terjamin apabila penyedia makanan benar-benar patuh pada standar sanitasi dan prosedur pengolahan.

Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, mengatakan sejumlah kasus keracunan yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut hendaknya menjadi bahan evaluasi bersama. 

Ia menyebutkan, tanggung jawab utama ada pada penyedia makanan yang ditunjuk pemerintah pusat melalui pihak ketiga.

“Yang perlu disadari bersama adalah penyedia makanan wajib mengikuti prosedur yang ada. Kalau sampai ada ulat, telur lalat, atau bahkan jangkrik di dalam menu, tentu muncul pertanyaan besar: siapa yang mengawasi? Sebenarnya, pengawasan pertama ada di internal, yaitu penyedia makanan dan timnya sendiri. Untuk pengawasan eksternal ada Badan POM, Dinas Kesehatan, dan pihak terkait lain yang ikut mengawal,” ujar Pembajun.

Beberapa waktu terakhir, program MBG di beberapa sekolah kembali menuai sorotan publik.

Di SMPN 2 Sewon, Bantul, ditemukan tiga kasus berbeda di kelas yang sama, mulai dari ulat di sayur, telur lalat, hingga jangkrik di dalam tahu.

Sebelum itu, di Sleman, 137 siswa dan 2 guru SMPN 3 Berbah diduga keracunan setelah menyantap menu MBG.

Baca juga: Temuan Ulat Hingga Jangkrik di Menu MBG, Pemkab Bantul: Kami Tidak Punya Wewenang Menegur

Kejadian-kejadian itu menimbulkan pertanyaan mengenai standar pengolahan dan distribusi makanan di sekolah.

Pembajun menjelaskan, banyak faktor yang dapat memicu keracunan makanan, mulai dari bahan mentah yang tidak dicuci bersih, proses pengolahan yang tidak higienis, sarana dan prasarana dapur yang kurang layak, hingga cara pengangkutan makanan dari dapur ke sekolah.

“Pengolahan itu harus higienis. Alat masaknya seperti apa, lingkungannya bagaimana, itu semua menentukan. Kemudian saat diangkut dari dapur ke sekolah, apakah makanannya dikemas dengan baik atau tidak. Lama penyimpanan juga berpengaruh. Ada jenis makanan yang memang harus segera dimakan, ada juga yang bisa lebih tahan lama. Semua faktor ini perlu diperhatikan secara serius,” tuturnya.

Ia menekankan, penyedia makanan harus memenuhi standar sanitasi dan memperoleh sertifikasi kelayakan.

“Kalau penyedia sudah tersertifikasi, insya Allah aman. Tapi sekali lagi, kewenangan untuk memilih penyedia bukan di kami,” tambahnya.

Muncul usulan dari sejumlah pihak agar program MBG diganti dengan bantuan uang tunai. Namun, Pembajun meragukan efektivitas opsi tersebut.

“Kalau diganti uang, apakah bisa diyakinkan uang itu benar-benar dibelanjakan sesuai kebutuhan anak? Tujuan utama program ini adalah memastikan anak mendapat makanan sehat dan bergizi, bukan sekadar menerima uang,” ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved