TRIBUNJOGJA.COM, NEW YORK – Jurnalis kawakan AS, Seymour Hersh menjelaskan, AS meledakkan pipa Nord Stream di Laut Baltik demi alasan politik.
Presiden AS Joe Biden menurut Hersh, memerintahkan penghancuran pipa Nord Stream untuk memastikan Jerman tidak dapat berubah pikiran ikut sanksi terhadap Rusia.
Washington juga ingin memaksa Jerman aktif mengirimkan senjata ke Ukraina. Hal ini dikemukakan Seymour Hersh dalam wawancara di kanal “Going Underground”, Kamis (23/2/2023).
Awal bulan ini, Hersh menerbitkan sebuah artikel yang menyalahkan AS dan Norwegia atas serangkaian ledakan yang melumpuhkan Nord Stream 1 dan Nord Stream 2.
Ini jaringan pipa di bawah Laut Baltik yang dibangun untuk memasok gas alam Rusia ke Jerman dan Eropa Barat.
Baca juga: China Dukung Rusia Bentuk Komisi Investigasi PBB Usut Peledakan Nord Stream
Baca juga: Seymour Hersh : Hanya 6 dari 8 Bom Meledak di Pipa Nord Stream
Baca juga: Peledakan Nord Stream Punya Konsekuensi Sangat Serius bagi Eropa
Dalam wawancara di kanal “Going Underground” yang dipandu Afshin Rattansi, Hersh mengatakan komunitas intelijen AS menyusun rencana tersebut pada akhir 2021, sebelum meningkatnya permusuhan di Ukraina.
Namun, ketika Biden dan Wakil Menteri Luar Negeri Victoria Nuland secara terbuka berbicara tentang menghentikan dan mengakhiri Nord Stream 2, Hersh mengklaim kalangan mata-mata itu kesal.
“Karena itu seharusnya menjadi operasi rahasia," kata Hersh.
"Orang-orang yang melakukan hal ini di komunitas intelijen, awalnya mereka menganggap itu ide yang bagus," kata Hersh kepada Rattansi.
Menurut ceritanya, bom ditanam pada bulan Juni, selama latihan angkatan laut BALTOPS 2022 yang dijadwalkan di pulau Bornholm, Denmark.
Bom diledakkan mundur dari jadwal awal, yaitu meledak pada 26 September 2022, karena Ukraina menghadapi masalah serius di medan perang.
"Itu tidak akan membantu perang. Untuk apa dia melakukannya, untuk apa mencegah Jerman dan Eropa Barat, seandainya musim dingin datang dengan cepat, untuk membuka saluran pipa,” kata Hersh.
Alasan untuk misi tersebut adalah memastikan Eropa terus mendukung NATO dan terus menyalurkan senjata ke Ukraina.
Hersh mengatakan perang ini merupakan perang proksi melawan Rusia, yang sedang diperjuangkan AS dan NATO saat ini.
Ditanya apakah Moskow tahu keterlibatan Amerika, karena sebelumnya berfokus pada Inggris, Hersh mengatakan dia belum berbicara dengan siapa pun di Rusia.
Satu hal yang bisa dia katakan adalah “benar-benar gila” bagi Rusia untuk meledakkan pipanya sendiri. Hampir semua orang di bisnis pipa menurutnya setuju dengan penilaian itu.
Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri semuanya menolak artikel Hersh sebagai "fiksi" dan menyangkal semua tuduhan keterlibatan AS dalam serangan di Nord Stream.
Rusia telah menyerukan penyelidikan independen PBB atas apa yang digambarkannya sebagai tindakan terorisme internasional.
Sikap Dubes Rusia di PBB
Penghancuran pipa Nord Stream adalah tindakan terorisme internasional dan perlu ditangani untuk menghindari "kekacauan" di laut lepas.
Pernyataan dikemukakan Dubes Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, kepada Dewan Keamanan PBB Selasa.
Rusia menuduh Jerman, Swedia, dan Denmark menutup-nutupi untuk melindungi AS, dan mengatakan hanya akan mempercayai penyelidikan PBB.
Nebenzia merujuk pada artikel dan pernyataan Hersh oleh beberapa pejabat AS yang mengancam pipa – dari Presiden Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, hingga “ibu baptis kudeta anti-konstitusional di Ukraina,” Wakil Menteri Luar Negeri untuk Urusan Politik Victoria Nuland.
Dia juga mengemukakan tweet terkenal oleh mantan menteri luar negeri Polandia Radek Sikorski dan dugaan teks oleh Liz Truss, PM Inggris pada saat itu – semuanya menunjukkan AS dan sekutunya memiliki motif, serta sarana dan kesempatan untuk menghancurkan Nord Stream.
Menurut Nebenzia, Rusia tidak mempercayai investigasi yang saat ini dilakukan oleh Swedia, Denmark, dan Jerman, karena mereka semua menolak untuk membagikan temuan mereka atau langsung mengabaikan pertanyaan Moskow.
"Cukup jelas," katanya, mereka menutupi “kakak Amerika mereka." Jika negara-negara barat memblokir permintaan Rusia untuk penyelidikan PBB, itu hanya akan menambah kecurigaan mereka.
Sebelum Nebenzia berpidato di Dewan Keamanan, mantan diplomat AS Rosemary DiCarlo – saat ini Wakil Sekjen Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian – berpendapat badan dunia itu “tidak dalam posisi untuk memverifikasi atau mengonfirmasi” apa pun.
Ia mendesak semua orang untuk menahan diri dan menghindari tuduhan yang dapat meningkatkan ketegangan yang sudah meningkat di wilayah tersebut.
Dewan Keamanan juga mendengar dari Profesor Jeffrey Sachs dan pensiunan analis CIA Ray McGovern, yang keduanya bersaksi tentang bonafiditas Hersh.(Tribunjogja.com/RussiaToday/xna)