Bantul Susun Langkah Strategis Pelestarian Naskah Kuno, Pakualaman Dorong Alih Wahana ke Batik
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menilai naskah kuno merupakan bagian vital peradaban yang masih menyimpan potensi temuan besar.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul menegaskan penyusunan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan naskah kuno yang tersebar di wilayahnya.
Melalui Dinas Perpustakaan dan Arsip, forum grup diskusi (FGD) bertema “Pelestarian Warisan Budaya Tertulis” dihelat di Yogyakarta, Rabu (20/8/2025) kemarin, guna memetakan prioritas kerja mulai dari inventarisasi, perawatan, hingga pemanfaatan naskah bagi publik.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menilai naskah kuno merupakan bagian vital peradaban yang masih menyimpan potensi temuan besar.
“Boleh jadi ada ratusan, bahkan mungkin ribuan naskah kuno yang belum kita temukan, atau sudah kita temukan tapi kita tidak tahu cara merawatnya. Selain itu, kita juga perlu menumbuhkan kesadaran bahwa naskah kuno penting keberadaannya,” ujarnya.
Hasil FGD ditargetkan merumuskan peta jalan pelestarian yang operasional, termasuk standar perawatan dan strategi edukasi publik.
Bunda Literasi DIY, GKBRAyA Paku Alam, menekankan setiap program pengelolaan dan pelestarian naskah wajib melibatkan ahli sesuai bidangnya.
“Upaya dalam melakukan pengelolaan maupun pelestarian naskah kuno harus terus berlanjut dan perlu semakin digiatkan lagi,” kata Gusti Putri.
Ia mengingatkan, pelestarian harus dikerjakan dengan standar operasional prosedur dan disiplin tinggi agar hasilnya berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Baca juga: Program Strategis Pemerintah Pusat Dongkrak Ekonomi DIY, Perputaran Capai Triliunan pada 2026
Menurutnya, setiap kabupaten/kota di DIY memiliki potensi pernaskahan yang besar dan bisa diturunkan ke beragam bentuk kegiatan: bedah naskah, alih aksara, alih bahasa, kajian, pameran, pembuatan replika, hingga alih wahana.
“Pastikan bahwa naskah kuno tidak lagi asing bagi masyarakat dan bisa dipelajari oleh semua kalangan,” tegasnya.
Gusti Putri memaparkan contoh praktik di Kadipaten Pakualaman yang telah melakukan inventarisasi dan katalogisasi menyeluruh, perawatan tradisional, hingga penyelamatan teks melalui digitalisasi.
Kendala utama akses—aksara dan bahasa Jawa klasik—ditanggapi lewat alih wahana agar isi naskah lebih mudah dipahami generasi kini.
Salah satu bentuk alih wahana yang dikembangkan adalah penerjemahan iluminasi dan pesan moral naskah ke motif batik. Prosesnya meliputi pengkajian, interpretasi ulang, dan pemindahan medium secara terukur.
Sejauh ini, hadir Seri Asthabrata, Seri Pepadan, Seri Piwulang Astri, dan Seri Nges Ruming Puri sebagai penanda bahwa nilai-nilai dalam naskah dapat dihidupkan kembali tanpa mengorbankan integritas teks sumber.
FGD diharapkan melahirkan langkah konkret di Bantul, pendataan sumber-sumber naskah (koleksi keluarga, pesantren, komunitas), prosedur konservasi berbasis risiko, protokol digitalisasi, serta skema pemanfaatan edukatif.
Halim menegaskan, pemahaman terhadap isi naskah akan memperkaya pembacaan masyarakat atas jati diri budaya.
“Melalui naskah kuno kita akan semakin bisa memahami peradaban serta tidak akan kehilangan jejak para pendahulu,” katanya.
Gusti Putri menambahkan, keberlanjutan adalah kunci.
“Kami melakukannya karena naskah beraksara Jawa dan berbahasa Jawa menjadi kendala untuk dipahami bagi generasi masa kini. Apalagi kondisi fisik yang rapuh menjadikan naskah kuno tidak bisa disentuh sembarang orang,” ujarnya.
Dengan kerangka kerja yang menekankan kolaborasi—pemerintah daerah, pakar pernaskahan, pengelola koleksi, hingga komunitas—Bantul menggeser fokus dari sekadar pelestarian fisik ke pemaknaan dan pemanfaatan yang terukur bagi publik.
Agenda pasca-FGD mencakup penyusunan SOP, panduan teknis perawatan, dan pola kemitraan untuk memperluas akses aman pada koleksi, termasuk melalui pameran tematik dan produk turunan yang bertanggung jawab secara akademik.
Intinya, pelestarian naskah kuno di DIY bergerak dari wacana menuju ekosistem kerja yang berkesinambungan: pendataan—perawatan—digitalisasi—alih wahana—diseminasi.
Bantul mengambil peran memperkuat fondasi, sementara Pakualaman menunjukkan contoh praktik yang bisa direplikasi. (*)
75 Lurah di Bantul Akan Ikuti Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan |
![]() |
---|
Aktivasi IKD di Bantul Capai 19,76 persen, DPRD dan Disdukcapil Gencarkan Sosialisasi |
![]() |
---|
Pemkab Bantul Catat Sekitar 3000 Tenaga Honorer Berpotensi Jadi PPPK Paruh Waktu |
![]() |
---|
Asal Usul Motif Batik Riris Pandan Mojo Arum Desa Jarum Klaten |
![]() |
---|
Hotel Zigna Kampung Batik Solo Berkunjung ke Tribun Jogja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.