JJLS Kulon Progo

Kisah Warga Kulon Progo Menunggu Uang Ganti Rugi JJLS Tak Kunjung Cair

Warga Kalurahan Karangwuni di Kapanewon Wates, Kulon Progo gelisah dengan kelanjutan proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melewati wilayahnya

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
PATOK JJLS: Andi, warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, menunjukkan patok penanda proyek JJLS di lahan miliknya, Jumat (25/07/2025). 

Warga Kalurahan Karangwuni di Kapanewon Wates, Kulon Progo gelisah dengan kelanjutan proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melewati wilayahnya. Sebab hingga saat ini ratusan warga belum menerima Uang Ganti Rugi (UGR) atas lahannya yang terdampak proyek.

TIDAK JELAS: Patok penanda proyek JJLS yang berada di dekat Kantor Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, Rabu (25/07/2025). Hingga kini belum ada kejelasan terkait kelanjutan dari proyek tersebut.
TIDAK JELAS: Patok penanda proyek JJLS yang berada di dekat Kantor Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, Rabu (25/07/2025). Hingga kini belum ada kejelasan terkait kelanjutan dari proyek tersebut. (TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando)

EKO Yulianto, warga Karangwuni mengatakan mereka terus menanti pencairan ganti rugi selama 6 tahun lamanya. Terhitung sejak Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek JJLS diterbitkan.

"Kami sudah menunggu bertahun-tahun, kok tidak ada pencairan," kata Eko ditemui di Karangwuni pada Jumat (25/07/2025).

Padahal, warga Karangwuni sudah mengikuti semua tahapan. Mereka juga sudah menerima jika lahannya harus terdampak oleh proyek JJLS, yang saat ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Eko, tim appraisal sudah melakukan pengukuran dan penaksiran nilai lahan warga yang terdampak. 

Nilai UGR untuk setiap warga yang lahannya terdampak pun sudah keluar, sehingga saat ini tinggal nunggu pencairan.

Warga yang sudah hakulyakin akan menerima pencairan pun memutuskan membeli lahan untuk bangunan rumah yang baru. 

Biayanya mengandalkan pinjaman dari bank, dengan sertifikat tanah sebagai jaminan.

"Harapan warga, begitu menerima pencairan UGR bisa langsung melunasi pinjaman di bank," jelas Eko.

Namun sampai kini tidak ada kejelasan terkait pencairan UGR dari pihak terkait, sampai status IPL sudah habis. 

Adapun IPL JJLS diterbitkan tahun 2019 dan hanya berlaku selama 2 tahun.

Alhasil, warga yang sudah telanjur menggadaikan sertifikat tanah demi pinjaman di bank pun nasibnya kini seakan digantung. Mereka pun tidak berani berbuat banyak karena khawatir dampak kerugian yang ditimbulkan.

Eko merasa ada kejanggalan dalam proses pencairan UGR. Pasalnya, pencairan UGR untuk Karangwuni justru dilakukan sebagian terhadap lahan di sisi barat, sedangkan yang sisi timur belum dilakukan.

"Padahal yang di Kalurahan Garongan, Kapanewon Panjatan di sisi timur Karangwuni UGR-nya sudah beres, harusnya kan sisi timur Karangwuni dulu, kok ini langsung lompat ke sisi barat," ujarnya.

Warga pun sudah menempuh berbagai upaya agar hak mereka bisa segera dipenuhi.

Mereka telah melakukan audiensi secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten sampai provinsi.

Berdasarkan informasi yang diterima dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, pencairan UGR dijanjikan bisa terlaksana pada Agustus mendatang. Eko mengaku tidak serta-merta percaya dengan janji tersebut.

Sebab ia merasa kejanggalan-kejanggalan di lapangan perlu ikut ditangani. Meski begitu, ia bersama warga saat ini menunggu realisasi janji sesuai waktu yang ditentukan, sembari menyiapkan langkah-langkah lebih lanjut.

"Kami perlu kejujuran dan transparansi dari pemerintah, termasuk kejelasan status pencairan UGR," kata Eko.

Ia pun siap menolak jika nantinya pemerintah memutuskan akan menerbitkan IPL baru. Sebab itu artinya mereka harus kembali menjalani proses mulai dari awal.

Menurut Eko, IPL lama tetap bisa digunakan sebagai acuan nilai UGR.

 Namun perlu diperhitungkan pula perubahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan kerugian warga yang sudah menanti selama 6 tahun.

"Apalagi kami sudah mengikuti semua tahapan tapi sekarang malah dipersulit pemerintah sendiri," katanya.

Salah satu warga Karangwuni yang tanah dan bangunannya terdampak adalah Andi Sumiarjo. Lahan yang terdampak luasnya 134 meter persegi dengan nilai UGR lebih dari Rp 400 juta.

Ia mengatakan bahwa sudah ada penandatanganan dari pihak bank, yang menandakan kesepakatan akan luas lahan yang terdampak dan nilai kerugian yang diterima.

 Adanya kesepakatan itu membuat warga yakin UGR segera diterima.

"Seperti di Garongan, begitu tanda tangan langsung pencairan kurang dari sebulan," jelas Andi ditemui di rumahnya.

Status IPL yang sudah habis pun membuat ia bersama warga lainnya semakin kebingungan. Sebab mereka khawatir jika membongkar bangunan akan berdampak pada nilai UGR yang akan diterima.

Andi berharap masalah UGR segera dibereskan, termasuk kejelasan status lahan yang akan digunakan. Ia menilai sebaiknya lahan tersebut dikembalikan lagi ke warga.

 "Sekarang ini mau tidak mau kami hanya bisa menunggu kejelasan," ujarnya.

Tanggapan Pak Lurah 

PROTES WARGA: Spanduk berisi protes dari warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, di tepi Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), Jumat (25/07/2025). Protes berkaitan dengan tidak jelasnya pencairan Uang Ganti Rugi (UGR) proyek JJLS.
PROTES WARGA: Spanduk berisi protes dari warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, di tepi Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), Jumat (25/07/2025). Protes berkaitan dengan tidak jelasnya pencairan Uang Ganti Rugi (UGR) proyek JJLS. (TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando)

Lurah Karangwuni, Anwar Musadad mengungkapkan ada 487 bidang tanah milik warganya yang terdampak proyek JJLS. Total nilainya mencapai Rp 147,6 miliar.

"Yang terbayarkan UGR-nya baru sebanyak 46 bidang dengan nilai tanah Rp 24,5 miliar," kata Anwar ditemui di Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulon Progo, Jumat (25/07/2025).

Ia mengatakan tidak hanya Karangwuni yang bermasalah dengan pencairan UGR, tetapi juga Kalurahan Glagah dan Palihan di Kapanewon Temon. Seluruh lahan warga yang terdampak di sana bahkan sama sekali belum menerima pencairan UGR.

Anwar menengarai masalah pencairan UGR salah satunya karena peralihan aset proyek JJLS ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Adapun jalan yang ada saat ini sebelumnya berstatus Jalan Provinsi yang kemudian beralih menjadi Jalan Nasional.

Selain itu, ada perbedaan dalam hal kewenangan. Sebab Anwar mengungkapkan bahwa proses pengadaan tanah mengandalkan Dana Keistimewaan (Danais), yang selanjutnya menjadi UGR untuk warga terdampak.

"Informasinya alokasi dari Danais sudah ada, tapi dari pusatnya yang belum beres," ujarnya.

UGR yang tak kunjung cair memicu persoalan sosial di masyarakat. Menurut Anwar, banyak warganya yang saat ini kebingungan karena mereka sudah telanjur mengajukan pinjaman ke bank.

Pinjaman tersebut ditujukan untuk membangun rumah di lahan yang baru. Pertimbangannya, saat proyek dimulai warga tidak akan kebingungan lagi untuk mencari tempat tinggal baru.

Mereka pun berani mengajukan pinjaman karena sudah ada nilai UGR dari tim appraisal, bahkan sudah menandatangani kesepakatan dengan pihak bank. Nahasnya, hingga kini tidak ada kejelasan perihal pencairan.

"Warga itu sampai datang ke rumah saya, curhat soal beban bunga pinjaman bank yang terus membengkak," ungkap Anwar.

Pencairan UGR awalnya dijanjikan rampung sebelum masa berlaku IPK berakhir. IPL JJLS sendiri terbit tahun 2019 namun masa berlakunya sudah habis pada 2022 lalu, dan sampai kini belum ada pencairan UGR.

Anwar menilai habisnya masa berlaku IPL menandakan lahan sepenuhnya kembali menjadi hak warga. Maka warga pun seharusnya tidak perlu khawatir jika ingin kembali memanfaatkan lahan tersebut.

"Seharusnya dari pihak berwenang juga berkomunikasi langsung dengan warga saat masa IPL habis, jangan lewat Lurah saja," ujarnya.

Anwar sebagai Lurah pun mengaku tidak bisa berbuat banyak karena proyek JJLS sepenuhnya jadi wewenang pusat. Namun ia setidaknya sudah melakukan berbagai upaya agar keluhan warganya didengarkan.

Terakhir upaya dilakukan sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY. Pihaknya memanfaatkan kegiatan Sambung Rasa yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi.

"Lewat sambung rasa itulah kami bersama warga menyuarakan permasalahan yang saat ini terjadi," jelas Anwar.

Di tingkat kabupaten, upaya juga dilakukan lewat DPRD hingga bertemu langsung dengan Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan. Pertemuannya dilakukan belum lama ini.

Agung mengaku pihaknya saat ini hanya bisa mendampingi aspirasi warga Karangwuni sesuai permintaan mereka. Alasannya, proyek JJLS menjadi kewenangan pusat sehingga Pemkab Kulon Progo hanya bisa jadi perantara. "Kami akan melakukan pendampingan secara berjenjang," katanya.

Asal Usul Proyek JJLS

Berdasarkan catatan dari laman pu.go.id, proyek Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) adalah keputusan politik nasional.

Proyek itu telah disepakati dan diputuskan bersama antara Eksekutif dengan Legeslatif ditingkat pusat.

JJLS sendiri akan membentang melalui lima provinsi dari Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY hingga Jawa Timur.

Oleh sebab itu lima Gubernur telah menyepakati proyek JJLS pada 18 Februari 2004 kemudian menjadi keputusan politik nasional, karena telah pula disetujui Dep.Kimpraswil (saat ini Dep.PU) dan DPR-RI.

Pada 2024 dari semua provinsi yang akan dilalui JJLS, hanya Yogyakarta yang sudah merespon dengan langkah kongkrit berupa pengkajian dan lokakarya, hal itu diungkapkan oleh Erman Soeparno, yang pada masa itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR-RI dari Fraksi PKB.

Pernyataan Erman Soeparno diungkapkan ketika melakukan kunjungan kerja di Yogyakarta.

Khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, JJLS akan melintasi Kabupaten Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul.

JJLS itu dari Banten hingga Jawa Timur, diperkirakan bakal menelan anggaran lebih kurang Rp3 Triliun dan selesai dalam jangka waktu 5 tahun.

Program Jangka Panjang dan Pendek 

1. Program Jangka Pendek (2005–2007) 

Pemanfaatan jalan eksisting dengan pelebaran hingga 7 m untuk menghubungkan Congot (batas Jateng)–Duwet (batas Jatim) sepanjang 130,3 km.

2. Program Jangka Panjang (2008–2025)

Pembangunan badan jalan 24 m (aspal 2×7 m), pembangunan terowongan serta jembatan sepanjang total 117,6 km di Daerah Istimewa Yogyakarta.  (Alx)

Baca juga: PROGRES Terbaru Pembangunan JJLS Kelok 18 Penghubung Bantul-Gunungkidul

 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved