Pemkab Sleman Tutup Paksa Peternakan Babi di Tlogoadi
Kedatangan petugas gabungan ini merupakan tindak lanjut, setelah bulan Juni lalu menutup paksa tiga usaha peternakan babi itu.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Namun ia meminta kepada pelaku usaha agar tetap mengurus perizinan usaha sesuai prosedur yang berlaku dan menaati peraturannya.
"Kami pada prinsipnya tidak pernah diberikan perintah, untuk membatasi usaha. Usaha di Sleman terbuka. Sleman ramah tapi sesuai peraturan yang berlaku," tegasnya.
Pantauan di lokasi, petugas gabungan dari Satpol PP Sleman, Pemkab Sleman dan TNI-Polri datang sekira pukul 10.45 WIB.
Ketika mendatangi peternakan milik Suhadi yang berada di belakang rumah, sempat terjadi perdebatan karena pihak keluarga pemilik mempertanyakan dasar hukum penutupan.
Bahkan tidak mau menandatangani berita acara yang disodorkan dari petugas.
Menurut Shavitri, penolakan tersebut tidak berpengaruh dengan keputusan penutupan. Pihaknya akan tetap mengawasi lokasi peternakan tersebut.
"Tidak menandatangani berita acara nggak masalah. Kami tetap melakukan pengawasan," katanya.
Koordinator Tim Kerja Bina Usaha Peternakan, DP3 Sleman Esni Jarot mengatakan tindakan penutupan peternakan babi ini dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan.
Saat memberikan rekomendasi teknis, pihaknya mengaku telah menyebutkan secara gamblang mengenai dasarnya, bahkan hingga ke pasalnya.
"Yang jelas, jangan menggangu lingkungan. Pengelolaan limbah harus baik sehingga tidak mengganggu lingkungan. Karena waktu itu aduannya adalah bau. Walaupun peternakan ini sudah puluhan tahun, tetapi harus menyesuaikan dengan aturan sekarang," katanya.
Pascapenutupan, seandainya pemilik ingin membuka lokasi tersebut untuk usaha peternakan lain maka Ia menekankan harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Misalnya lokasi tersebut ingin digunakan untuk peternakan sapi.
Padahal di seputar lokasi tersebut sudah ada kandang kelompok yang difasilitasi oleh pemerintah Kalurahan di Tanah Kas Desa.
Maka pemilik bisa berkoordinasi dengan kandang kelompok agar tidak menimbulkan problem lagi.
"Misalnya ingin memelihara sapi di lokasi (belakang rumah), bagaimana dengan kandang kelompok yang sudah ada di luar. Mereka nanti meri (iri). Wah itu bisa (beternak) di rumah, saya juga pengen di rumah. Nanti malah timbul gangguan lagi," ujar dia.
Tribun Jogja sudah mencoba konfirmasi lagi ke Suhadi, satu di antara peternak yang usahanya ditutup paksa. Alasan mengapa tidak mau menandatangani berita acara. Namun keluarga yang bersangkutan tidak berkenan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.