Pemkab Sleman Tutup Paksa Peternakan Babi di Tlogoadi
Kedatangan petugas gabungan ini merupakan tindak lanjut, setelah bulan Juni lalu menutup paksa tiga usaha peternakan babi itu.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Tiga peternakan babi di wilayah Tlogoadi, Mlati, Kabupaten Sleman kini telah kosong. Tak ada babi.
Hal itu terungkap setelah petugas gabungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mendatangi kandang ternak babi di wilayah Nglarang tersebut, pada Rabu (9/7/2025).
Kedatangan petugas gabungan ini merupakan tindak lanjut, setelah bulan Juni lalu menutup paksa tiga usaha peternakan babi itu.
Padahal sebelumnya terdapat 126 ekor babi dari tiga peternakan antara lain Suhadi 80 ekor, Tukiman 40 ekor dan Fransisca Sukariyem 6 ekor. Kini para peternak telah mengevakuasi babi secara mandiri.
Kasatpol PP Kabupaten Sleman, Shavitri Nurmala Dewi mengatakan penutupan tiga peternakan babi di Kalurahan Tlogoadi tersebut karena pemerintah menindaklanjuti aduan masyarakat yang resah.
Sebab, peternakan babi yang sudah berdiri sejak 40 tahun lalu itu menimbulkan bau dan dianggap meresahkan lingkungan.
"Kami sudah mediasi persoalan ini, melibatkan tokoh masyarakat dengan seluruh instansi pengampu," kata Shavitri, di Padukuhan Nglarang, Tlogoadi, Rabu.
Menurutnya, secara teknik dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman telah menyarankan perbaikan tempat pengelolaan kandang supaya tidak berbau.
Akan tetapi dari pihak peternak ternyata tidak membuat laporan progres perbaikan sesuai tenggat waktu yang disepakati.
Di sisi lain warga yang resah tetap menolak, karena keberadaan peternakan babi tersebut dekat pemukiman, tidak berizin dan tidak melaporkan perbaikan pengelolaan kandangnya sesuai yang disepakati.
Akhirnya pemerintah mengambil langkah tegas dengan menutup paksa.
Shavitri mengatakan Satpol PP menutup peternakan babi tersebut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.
"Jadi ini penangan aduan masyarakat terkait keresahan masyarakat. Mulai dari bau, ada juga beberapa indikasi lain yang membuat petani gatal-gatal dan sebagainya," terang dia.
Shavitri menegaskan, Satpol PP Sleman tidak pernah membatasi masyarakat untuk berusaha.
Ia meyakinkan bahwa Sleman tetap ramah investasi.
Namun ia meminta kepada pelaku usaha agar tetap mengurus perizinan usaha sesuai prosedur yang berlaku dan menaati peraturannya.
"Kami pada prinsipnya tidak pernah diberikan perintah, untuk membatasi usaha. Usaha di Sleman terbuka. Sleman ramah tapi sesuai peraturan yang berlaku," tegasnya.
Pantauan di lokasi, petugas gabungan dari Satpol PP Sleman, Pemkab Sleman dan TNI-Polri datang sekira pukul 10.45 WIB.
Ketika mendatangi peternakan milik Suhadi yang berada di belakang rumah, sempat terjadi perdebatan karena pihak keluarga pemilik mempertanyakan dasar hukum penutupan.
Bahkan tidak mau menandatangani berita acara yang disodorkan dari petugas.
Menurut Shavitri, penolakan tersebut tidak berpengaruh dengan keputusan penutupan. Pihaknya akan tetap mengawasi lokasi peternakan tersebut.
"Tidak menandatangani berita acara nggak masalah. Kami tetap melakukan pengawasan," katanya.
Koordinator Tim Kerja Bina Usaha Peternakan, DP3 Sleman Esni Jarot mengatakan tindakan penutupan peternakan babi ini dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan.
Saat memberikan rekomendasi teknis, pihaknya mengaku telah menyebutkan secara gamblang mengenai dasarnya, bahkan hingga ke pasalnya.
"Yang jelas, jangan menggangu lingkungan. Pengelolaan limbah harus baik sehingga tidak mengganggu lingkungan. Karena waktu itu aduannya adalah bau. Walaupun peternakan ini sudah puluhan tahun, tetapi harus menyesuaikan dengan aturan sekarang," katanya.
Pascapenutupan, seandainya pemilik ingin membuka lokasi tersebut untuk usaha peternakan lain maka Ia menekankan harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Misalnya lokasi tersebut ingin digunakan untuk peternakan sapi.
Padahal di seputar lokasi tersebut sudah ada kandang kelompok yang difasilitasi oleh pemerintah Kalurahan di Tanah Kas Desa.
Maka pemilik bisa berkoordinasi dengan kandang kelompok agar tidak menimbulkan problem lagi.
"Misalnya ingin memelihara sapi di lokasi (belakang rumah), bagaimana dengan kandang kelompok yang sudah ada di luar. Mereka nanti meri (iri). Wah itu bisa (beternak) di rumah, saya juga pengen di rumah. Nanti malah timbul gangguan lagi," ujar dia.
Tribun Jogja sudah mencoba konfirmasi lagi ke Suhadi, satu di antara peternak yang usahanya ditutup paksa. Alasan mengapa tidak mau menandatangani berita acara. Namun keluarga yang bersangkutan tidak berkenan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.