Mafia Tanah di Sleman

Putri Korban Dugaan Mafia Tanah di Sleman Berharap Perlindungan Hukum dari Presiden

Di tengah usaha kerasnya membela hak orangtuanya itu, Sri Panuntun justru ditetapkan sebagai tersangka.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja / Ahmad Syarifudin
KEHILANGAN SAWAH: Sri Panuntun, anak pertama pasangan alm Budi Harjo dan Mbah Sumirah menunjukkan sertifikat duplikat sawah milik mendiang orangtuanya, Jumat (20/6/2025). Ia dijadikan tersangka dugaan pemberian keterangan palsu saat mengurus sertifikat tersebut atas laporan dari seseorang yang mengaku telah membeli tanah tersebut. 

"Kebetulan tetangga ada yang sawahnya mau dijual. Terus YK menawarkan gimana kalau sawahnya tukar guling dengan sawah tetangga. Kebetulan tanah tetangga kami, posisinya lebih strategis. Otomatis Pak Budi, orangtua saya, merasa enak dan menerima tawaran tukar guling itu," kata Panuntun, jumat (20/6/2025). 

Saat itu, bukti kepemilikan sawah yang dipegang Budi Harjo masih letter C. Dalam proses tukar guling itu, YK menyanggupi yang akan mengurus berkas dokumen sampai sertifikatnya jadi.

Selain tanah pengganti lebih strategis, pengurusan sertifikat juga menjadi salah satu alasan mengapa Budi Harjo menerima tawaran itu. 

Bulan september tahun 2015, Budi Harjo meninggal dunia. YK datang melayat bahkan ikut tahlilan.

Saat ditanya tentang proses pengurusan sertifikat, YK selalu berdalih masih dalam proses. Ia juga meminta surat kematian kepada pihak keluarga yang katanya untuk syarat pembaharuan berkas. 

"Surat kematian kami kasih. Tetapi setelah itu, kami kehilangan kontak dengan dia. Kami WA, tidak bisa tersambung," ujar dia. 

Sejak 2015 hingga 2019 tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi.

Sri Panuntun bersama keluarga beranggapan proses pengurusan sertifikat tanah tidak berlanjut.

Ia dan keluarga akhirnya datang sendiri ke BPN Sleman mengajukan berkas permohonan mengurus sertifikat sawah sekaligus rumah.

Berkas pengurusan sertifikat rumah diterima. Tetapi yang sawah ditolak karena BPN telah mengeluarkan sertifikat untuk sawah tersebut atas nama Budi Harjo. 

Tetapi tidak ada penjelasan, siapa yang mengurus dan mengambil sertifikat tersebut.

Sri Panuntun lalu mencari keberadaan YK, seseorang yang sempat menjanjikan tukar guling dan mengurus sertifikat.

Setelah pencarian panjang, Ia mendapatkan nomor handphone YK dan menghubunginya untuk meminta bertemu. Tetapi YK tidak pernah datang dalam agenda pertemuan. 

"Habis itu kami kehilangan kontak lagi. Kami berusaha mencari sertifikat orangtua kami di rumah YK, tapi tidak menemukan. Katanya dia punya usaha di Monjali, kami datangi tidak ada. Kami cari juga ke Kolombo. Akhirnya kita buntu, dan kita berkeluh kesah ke BPN," ujar dia. 

Saat itu, Sri Panuntun disarankan mengurus sertifikat pengganti. Syaratnya membuat laporan kehilangan di Kepolisian.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved