Akademisi Kritik Raperda Tambang 2025: Tidak Ada Batas Jelas Keterlibatan Warga
RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo atau Mas Marrel menyatakan dukungannya terhadap suara kekhawatiran para akademisi.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan yang tengah dibahas DPRD DIY menuai kritik dari kalangan akademisi.
Dua pakar dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY) menilai regulasi yang disusun pada 2025 itu justru lebih buruk dibanding Perda Nomor 3 Tahun 2018 yang saat ini masih berlaku.
Pandangan kritis itu mengemuka dalam diskusi yang digelar bersama Kepala Bebadan Pangreksa Loka, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo, di Kantor Panitikismo Keraton Yogyakarta, Senin (16/6/2025) sore.
Hadir dalam diskusi tersebut, Guru Besar Fakultas Teknologi Mineral dan Energi UPN, Prof. Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno, M.T, serta pakar geologi Dr. Ir. Arif Rianto Budi Nugroho, S.T., M.Si.
Dalam paparannya, Eko menyoroti sejumlah pasal krusial dalam Raperda 2025 yang justru dihapus dan dianggap menghilangkan semangat perlindungan terhadap masyarakat dan alam.
“Perda baru ini bukannya memperkuat, tapi justru melemahkan. Tidak ada lagi pembatasan yang jelas soal keterlibatan warga. Bahkan batas maksimal luas lahan tambang dinaikkan dari 5 hektare menjadi 10 hektare,” ungkapnya.
Eko menilai, Raperda tersebut terlalu memberi karpet merah bagi investor, tapi mengabaikan semangat keistimewaan Yogyakarta yang berpijak pada falsafah Hamemayu Hayuning Bawana, yaitu menjaga dan memperindah bumi secara berkelanjutan.
Baca juga: Disdikpora DIY Pastikan Sistem SPMB 2025 Siap Hadapi Lonjakan Akses Pendaftaran Online
Hal senada disampaikan Arif.
Ia menyesalkan hilangnya standar-standar penting dalam pengelolaan tambang, seperti prinsip good mining practices dan jaminan terhadap keselamatan kerja.
“Tidak ada kepastian tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Padahal seharusnya ini menjadi kewajiban mutlak. Raperda ini justru seolah membuka ruang legal bagi eksploitasi tanpa kontrol,” tegasnya.
Arif menambahkan, semestinya Raperda yang baru ini juga mengatur mekanisme kontrol dan pengawasan yang kuat.
Tidak hanya inspektorat, tetapi juga melibatkan masyarakat dan penegak hukum guna mencegah kerusakan lingkungan sejak awal.
Menanggapi kritik dan masukan para akademisi, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo atau Mas Marrel menyatakan dukungannya terhadap suara kekhawatiran para akademisi.
Menurutnya, ini adalah momentum penting untuk menata ulang pengelolaan pertambangan di DIY agar lebih berpihak pada rakyat dan lingkungan.
Pemkab Bantul Cantumkan Aturan Baru Anggota TNI/Polri Bisa Ikut Maju Pencalonan Lurah |
![]() |
---|
Daftar Tiga Raperda Disetujui Lebih Cepat Oleh DPRD Kabupaten Klaten |
![]() |
---|
Mitigasi Bencana Industri Melalui Pengelolaan Dampak yang Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Tribun Jogja dan PSME UPNVY Sinergi Perkuat Literasi Energi dan Mineral Berkelanjutan |
![]() |
---|
6.656 Peserta Ikuti Ujian Seleksi Mandiri Bela Negara UPN Veteran Yogyakarta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.